BAB 7

89 3 0
                                    

Sabtu jam 7.15 malam, Kaia sudah berjanji untuk berkunjung ke restaurant tempat Eki bekerja. Eki juga menyiapkan satu meja khusus untuk Kaia. Sesampainya di restaurant, Kaia berjalan mengikuti salah satu pelayan restaurant setelah ia berkata pada pelayan itu bahwa ia adalah tamu Eki.

“pak, tamunya sudah datang” ucap pelayan itu pada Eki yang sedang menjelaskan beberapa menu kepada salah satu pengunjung restaurant.

“oh iya, terimakasih” ucap Eki.

“ayo Kai” ajak Eki. Mereka berjalan menuju meja yang sudah disiapkan oleh Eki.

“macet gak Kai?” tanya Eki.

“lumayan kak. Biasa lah malam minggu” jawab Kaia.

“pilih aja mau makan apa. Kakak yang traktir” Eki menyodorkan buku menu pada Kaia. Setelah beberapa menit melihat buku menu, Kaia menyebutkan menu yang ia pesan.

“gimana kak? Enak pegang restaurant?” tanya Kaia.

“seru juga Kai, benar kata kamu. Terimakasih ya”  Eki mengelus-elus kepala Kaia.

Kaia dan Eki mengahabiskan sabtu malam itu dengan banyak bercerita satu sama lain. Walau baru satu minggu mereka tidak bertemu, namun ada begitu banyak hal yang mereka ceritakan. Mereka juga tak keberatan mendengarkan cerita mereka satu sama lain.

Hari pun berlalu, Jum'at adalah hari yang seharusnya menjadi hari yang santai dimana pekerjaan yang tidak begitu menumpuk. Namun tidak bagi kantor dimana Kaia bekerja. Dari jam masuk kerja hingga pulang kerja Kaia dan karyawan lainnya tak pernah berhenti dari melakukan tugasnya masing-masing. Semua merasa lelah dan menghindari jam lembur. Namun apalah daya, karena Kaia adalah junior diantara semua karyawan di divisi desain grafis, Kaia pun mau tak mau harus menyelesaikan pekerjaannya sendiri. Pak Tio managernya dan Gina seniornya tak bisa membantu karena pekerjaan mereka yang juga sudah segunung dan sudah lelah berada di kantor.

“Kai, katanya pak Rei hari ini juga ada di kantor sampai malam. Nanti kalau kamu udah selesai dan pak Rei masih di kantor, langsung kamu serahin ya ke pak Rei” ucap pak Tio lalu segera berjalan pulang.

“baik pak” jawab Kaia.

Kaia berusaha untuk menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin. Berkali-kali Kaia harus meminum kopi untuk melawan rasa kantuknya. Hingga karyawan yang lembur pun mulai pulang satu persatu. Tepat jam 8.45 malam, Kaia menyelesaikan pekerjaannya. Kaia tak tahu apakah Reiga masih berada di kantor atau tidak. Kaia mencoba menelepon sekretarisnya, namun tak ada jawaban. Kaia yakin jika sekretarisnya tak ada maka Reiga juga tak ada di tempat. Kaia memutuskan untuk pulang kerumahnya. Pintu lift pun terbuka di lantai satu, Kaia berjalan melewati lobi kantor yang cukup luas.

“baru mau pulang mba Kaia?” tanya salah satu security yang berjalan dari arah belakang.

“iya pak. Habis cek ruangan ya pak?” tanya Kaia balik.

“iya mba. Mba Kai sudah mau pulang, berarti tinggal pak Rei aja yang belum pulang” ucap bapak security.

“loh pak Rei masih di kantor?” tanya Kaia.

“iya mba” jawab bapak security.

“saya tadi telepon sekretarisnya gak diangkat, saya kira sudah pulang” ucap Kaia.

“sekretarisnya memang sudah pulang mba, tinggal pak Rei aja sendiri yang belum pulang” saut bapak security.

“waduh, kalau gitu saya harus kasih hasil desain sekarang juga  saya naik lagi deh pak. Terimakasih ya pak” Kaia bergegas memasuki lift untuk mengambil hasil desain miliknya.

Tok…tok…tok… Kaia mengetuk pintu ruangan Reiga dan membuka pintu ruangan tersebut. Pintu itu berada lurus dengan kursi kebesaran Reiga, sehingga akan langsung terlihat oleh Kaia sosok Reiga yang berwibawa. Namun Kaia heran, Kaia tak melihat keberadaan Reiga di kursi kebesarannya. Saat Kaia berniat ingin kembali dan menutup pintu ruangan, Kaia mendengar suara seorang lelaki yang seperti sedang kesakitan. Dan suara itu terdengar seperti suara Reiga.

“pak?” Kaia memasuki ruangan mencoba mencari-cari keberadaan Reiga dengan hati-hati. Tak ada jawaban, Kaia berjalan lagi memasuki ruang kerja Reiga. Betapa terkejutnya Kaia melihat Reiga yang sedang tertidur di kursi tamu di dalam ruangannya dengan gelisah dan seperti sedang kesakitan.

“pak…pak Rei” Kaia menghampiri Reiga dan mencoba membangunkannya. Namun Kaia hanya melihat Reiga yang sangat lemas, wajahnya pucat serta tubuhnya yang penuh keringat dingin. Kaia menempelkan punggung tangannya ke dahi Reiga, Kaia merasakan panas yang luar biasa.
“tunggu sebentar ya pak, biar saya minta bantuan security” Kaia segera berlali keluar ruangan untuk menelepon pos security dari meja sekretaris.

“halo pak, tolong ke lantai tujuh sekarang juga. Pak Rei sakit, saya mau bawa beliau ke rumah sakit. Tolong bantu dipapah ya pak” ucap Kaia.

“oh iya mba baik baik” saut bapak security yang juga terdengar panik.
Setelah menutup telepon itu. Kaia berjalan ke belakang ruang sekretaris dimana terdapat pantry khusus yang biasanya digunakan oleh sekretaris Reiga membuat minuman untuk Reiga atau para tamu. Kaia membawa segelas air putih untuk Reiga.

“diminum dulu pak” Kaia membantu Reiga untuk membangunkan sedikit tubuhnya agar bisa meminum air putih yang ia bawa.

“saya akan bawa bapak ke rumah sakit ya pak. Nanti bapak security yang bantu memapah bapak” ucap Kaia, Reiga tak menjawab ucapan Kaia karena ia menahan sakit.
Tak lama kemudian, dua orang security tiba di ruang kerja Reiga. Kaia menjelaskan situasinya dan meminta mereka untuk memapah Reiga hingga ke lantai satu. Kaia tak berani mengotak-atik meja dan tas kerja Reiga, oleh karena itu Kaia hanya membawa ponsel Reiga yang ada di atas meja kerjanya. Beruntung, taxi yang sudah Kaia pesan secara online sudah tiba di lobi kantor saat mereka tiba di lantai satu. Kedua bapak security itu pun membantu memasukkan tubuh Reiga ke dalam taxi.

“mba Kaia gak apa-apa sendiri? Kita coba hubungi keluarga pak Rei nanti” ucap salah satu security.

“iya pak. Tolong ya pak” Kaia segera memasuki taxi.

Taxi itu segera melaju melewati jalanan kota Jakarta yang mulai sepi kendaraan. Kaia tak bisa memikirkan apa-apa, yang Kaia pikirkan hanya semoga bisa cepat sampai rumah sakit. Beruntung rumah sakit berada tak terlalu jauh dari kantor tempat Kaia bekerja. Sepuluh menit berlalu, mereka pun tiba di rumah sakit. Kaia memapah sendiri Reiga dan memasuki ruang instalasi gawat darurat. Dokter pun segera mengecek Reiga, juga memberikan infus agar Reiga bisa lebih bertenaga.

Sambil menunggu Reiga sadar, Kaia mencoba untuk menghubungi Eki agar Eki bisa menghubungi keluarga Reiga. Namun berkali-kali mencoba, Eki tak kunjung mengangkat telepon dari Kaia. Kaia yang sudah lelah karena bekerja lembur hingga hampir jam sembilan malam tak kuasa menahan kantuknya. Kaia pun tertidur tepat di kursi penunggu yang tersedia di samping tampat tidur pasien.

Setelah hampir lima belas menit, Reiga akhirnya terbangun dan ia terkejut karena sudah berada di rumah sakit dan ia melihat sosok Kaia tepat di sampingnya. Reiga bangun dan mencoba untuk duduk di atas tempat tidurnya. Ia memegang kepalanya yang terasa sangat berat. Ia menatap wajah Kaia yang terlihat sangat kelelahan.

“kenapa gw bisa di rumah sakit? Kenapa juga mba Kaia ada disini” guman Reiga.

Reiga terus menatap seluruh ruangan rumah sakit berharap ia bisa menemukan salah satu keluarganya namun nihil. Tak ada satupun keluarganya yang terlihat. Reiga kembali menatap Kaia yang masih tertidur diatas kursinya.

“kok dia bisa tidur dikursi begitu” gumam Reiga. Reiga terus menatap wajah Kaia.

“wajahnya kelihatan capek banget, tapi masih terlihat cantik dan menawan” gumam Reiga.

“astaga. Ngomong apaan sih gw” Reiga segera sadar dari ucapannya yang kurang sopan itu. Reiga pun terus menatap wajah Kaia. Entah kenapa ruangan yang sedang ramai itu terasa begitu sunyi bagi Reiga.

“bapak udah sadar” Kaia terbangun dari tidurnya. Reiga segera memalingkan pandangannya.

“iya” jawab Reiga.

“mba Kaia gimana ceritanya saya bisa di rumah sakit?” tanya Reiga.

“tadi saya mau menyerahkan hasil desain saya. Saya masuk ke ruangan bapak dan lihat bapak sudah kesakitan. Bapak demam dan keringat dingin. Saya minta tolong security untuk bantu memapah bapak sampai naik taxi tadi” jelas Kaia.

“oh iya pak, ini ponsel bapak” Kaia menyerahkan ponsel Reiga.

“barang bawaan bapak yang lain masih di ruangan bapak. Saya gak berani bawa selain ponsel bapak. Tapi saya juga gak berani buka-buka ponsel bapak. Saya sudah coba hubungi kak Eki supaya kak Eki bisa bantu hubungi keluarga bapak, tapi kak Eki juga gak angkat telepon saya. Sepertinya dia sudah tidur” lanjut Kaia.

“gak apa-apa mba. Keluarga saya juga sedang di luar kota semya karena kakek saya sedang sakit. Terimakasih banyak atas bantuannya mba, mba Kaia boleh pulang” ucap Reiga.

“saya tunggu bapak sampai dibolehkan pulang oleh dokter” saut Kaia.

“infusnya sudah habis, saya panggil perawat dulu ya pak” Kaia bangun dan menghampiri perawat untuk memberitahukan bahwa infus yang menempel di tangan kanan Reiga sudah habis.

“gak perlu dirawat ya pak. Ini resep obatnya silahkan ditebus di apotek” dokter memberikan resep obat kepada Reiga.

“baik terimakasih dok” ucap Kaia.

“terimakasih dok” ucap Reiga.

“saya sudah boleh pulang, mba KJa silahkan pulang. Terimakasih sudah menolong saya” Reiga berjalan menuju apotek. Kaia menatap Reiga yang masih berjalan lemas. Kaia melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan hampir pukul 12 malam.

Kaia berjalan keluar rumah sakit dan berdiri diam tepat di depan pintu utama rumah sakit. Kaia tahu bahwa Reiga tinggal sendiri di apartementnya, dan Kaia juga tahu bahwa Reiga masih belum seratus persen sehat dan bertenaga. Kaia diselimuti kebingungan. Sebagai manusia, Kaia harus menolong dan menemaninya. Ditambah tak ada satupun keluarga Reiga yang bisa dihubungi, dan semua sedang berada di luar kota. Eki satu-satunya yang bisa menolong Reiga pun justru tak bisa di hubungi. Namun sebagai seorang perempuan sekaligus karyawan di perusahaan yang Reiga pimpin. Menemani bos laki-laki sepanjang malam bukanlah hal yang baik untuk dilakukan. Kaia terus memikirkan apa yang harus ia lakukan kepada Reiga. Disaat yang bersamaan, Kaia melihat Reiga berjalan dengan lesu hingga terjatuh walau hanya menyenggol orang lain dengan lembut.

“ayo pak, saya antar pulang” Kaia membantu Reiga untuk bangkit.

“saya gak apa-apa mba. Saya bisa sendiri” ucap Reiga.

“gak apa-apa gimana pak? Barusan aja bapak juga kesenggol sedikit udah jatuh begini. Saya sebagai manusia dan karyawan bapak, wajib membantu bapak” ucap Kaia. Reiga hanya terdiam tak bisa membalas ucapan Kaia.

Merekapun menaiki taxi dan menuju apartement Reiga. Tak ada yang bicara sepatah kata pun selama di perjalanan. Mereka sama-sama merasa canggung untuk memulai sebuah percakapan. Tepat jam 12.45, mereka tiba di apartement Reigs. Kaia membantu Reiga berjalan hingga tiba di depan pintu unit apartementnya.

“jangan lupa diminum obatnya pak. Kalau begitu saya pulang dulu pak” Kaia memberikan bingkisan obat yang ia bawa kepada Reiga.

“mba” Reiga menahan tangan Kaia.

“sudah jam segini bahaya perempuan pulang sendirian. Saya juga gak bisa antar mba Kaia pulang. Lebih baik mba Kaia tidur disini dulu besok baru saya antar pulang” ucap Reiga yang membuat mata Kai membelalak.

“saya gak ada pikiran aneh-aneh kok mba. Mba Kaia sudah membantu saya dan ini sudah hampir jam 1 dini hari. Bahaya kalau perempuan pulang sendirian” jelas Reiga.

Gw juga takut sih pulang sendirian. Zaman sekarang taxi online aja banyak yang kriminal. Tapi masa iya harus numpang tidur di apartement pak Rei sih. Batin Kaia.

“saya beneran gak ada pikiran aneh-aneh atau niat jahat mba. Saya hanya mau membalas kebaikan mba Kaia dengan mengizinkan mba Kaia tidur sampai pagi hari” ucap Reiga.

“kalau begitu, saya izin istirahat ditempat bapak sampai subuh ya pak” ucap Kaia.

“iya mba” jawab Reiga. Reiga membuka pintu apartementnya dan mempersilahkan Kaia untuk masuk. Kaia pun duduk di kursi ruang tamu.

“mau minum apa mba?” tanya Reiga.

“gak usah pak gak usah. Bapak kan juga lagi sakit lebih Kaia bapak segera istirahat” jawab Kaia.

“mba Kaia tidur di kamar tamu di sebelah situ ya” Reiga menunjuk kearah kamar yang berada tepat di sebelah ruang tamu.

“gak apa-apa pak, saya bisa tidur disini” ucap Kaia.

“gak nyaman mba. Nanti malah sakit badan” ucap Reiga.

“gak kok pak. Saya beneran gak apa-apa tidur disini” ucap Kaia.

“emm kalau begitu silahkan buat senyaman mungkin ya mba. Saya istirahat duluan ya mba. Kepala saya juga masih sakit. Kalau mba butuh apa-apa silahkan ambil saja sendiri di dapur jangan sungkan ya mba” ucap Reia.

“baik pak. Terimakasih banyak” ucap Kaia.

Reiga berjalan memasuki kamar tidurnya untuk beristirahat tidur. Sedangkan Kaia mencoba untuk tidur di sofa yang ada di ruang tamu. Namun sekeras apapun usaha Kaia untuk tertidur, Kaia tetap tidak bisa memejamkan matanya. Kaia merasa sangat tak nyaman tidur di dalam satu atap dengan bosnya.

Ma Chérie (Kekasihku) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang