BAB 4

91 4 0
                                    

Masih di hari yang sama tepat pukul 7.30 malam, Kaia dan Gina turun dari kamar hotel untuk menghadiri acara makan malam yang diadakan di ballroom hotel di lantai satu. Ballroom sudah ramai dipadati oleh karyawan serta keluarga para karyawan masing-masing. Tepat jam 7.45 malam, panitia mempersilahkan seluruh karyawan untuk menyantap makan malam mereka. Kaia dan Gina duduk di satu meja dengan manager mereka, pak Tio serta istri dan satu anaknya yang masih berusia 8 tahun.

“menurut bapak, divisi produksi ada yang dapat gelar karyawan terbaik gak tahun ini?” tanya Gina pada pak Tio.

“gak bisa di perkirakan tahun ini siapa yang dapat” jawab pak Tio.

“bisa jadi bapak yang dapat” saut Kaia.

“gak lah. Salah satu syarat jadi karyawan terbaik kan absensi nya gak bolong. Saya kan pernah cuti dadakan waktu mertua sakit” jawab pak Tio.

“oh iya ya” saut Gina.

“yang pasti saya dengar-dengar hadiah uang tunai karyawan terbaik tahun ini ditambah. Dari 1.500.000 jadi 2.000.000” ucap pak Tio.

“wah enak dong yang jadi karyawan terbaik” ucap Gina.

“kalau kamu dapat gelar karyawan terbaik, uangnya buat apa Kaia?” tanya Gina yang memiliki rasa penasaran yang tinggi.

“yang pasti buat mamah sama adik aku, mba. Tapi gak lupa juga buat traktir rekan desain grafis” jawab Kaia.

“kalau aku dapat, selain buat traktir. Aku pasti sih buat checkout online shop yang sudah menumpuk” ucap Gina yang membuat Kaia, pak Tio serta istrinya tertawa.

“kamu mah emang belanja terus hobinya” ledek pak Tio.

“maklum lah pak, perempuan single sudah berumur harus rajin-rajin merawat dan memoles diri” saut Gina sambil tertawa.

Setelah makan malam selesai, panitia gathering pun langsung melanjutkan acaranya untuk membagikan hadiah lomba yang diadakan siang tadi. Setelah hadiah lomba selesai, panitia mulai membacakan satu persatu gelar yang biasanya setiap tahun diadakan di kantor. Mulai dari karyawan terbaik, tim terbaik, manager terbaik, leader terbaik, hingga gelar nyeleneh seperti karyawan terheboh yang dinilai dari kegiatannya yang paling banyak bekerja kesana kemari. Dan tahun ini Kaia mendapat gelar karyawan terbaik tahun ini. Waktu terus berlalu acara pun selesai tepat pukul 11 malam.

Drrrt…drrrt…drrrt… ponsel Kaia bergetar tepat ketika Kaia berada di depan pintu kamar. Sebuah panggilan telepon dari Eki, Kaia pun mengangkat panggilan itu.

“Halo” ucap Kaia sambil berjalan memasuki kamar.

“dimana Kai?” tanya Eki.

“baru aja masuk kamar. Ada apa kak?” tanya Kaia balik.

“udah mau tidur ya?” tanya Eki.

“belum ngantuk sih kak” jawab Kaia.

“ngobrol sebentar yuk” ucap Eki.

“iya boleh. Dimana kak?” tanya Kaia.

“di dekat kolam renang ya Kai” jawab Eki.

“oke kak. Kai kesitu” ucap Kaia sambil menutup teleponnya.

“mba Gin, aku mau turun ketemu teman sebentar. Mba Gin tidur duluan aja ya” ucap Kaia pada Gina.

“ketemu pak Eki ya?” tanya Gina dengan nada menggoda.

“iya ketemu pak Eki. Aku turun dulu ya mba” ucap Kaia sambil berjalan keluar kamar.

Kaia berjalan melewati koridor hotel yang mulai sepi pengunjung. Hanya karyawan hotel yang sesekali terlihat sedang berjalan kesana kemari. Tak butuh waktu lama, Kaia tiba di kursi santai yang berada tepat di depan kolam renang. Kaia sudah mencari-cari keberadaan Eki, namun tak terlihat Eki di sekitar kolam renang. Kaia memutuskan duduk dan menunggu Eki. Saat Kaia baru saja ingin menelepon Eki, Eki datang dan duduk di sebelah Kaia.

“lama nunggunya?” tanya Eki sambil memberikan kopi dalam kemasan kaleng.

“gak, Kaia juga baru sampai” jawab Kaia.

“oh iya. Nih” Eki merogoh kantong celananya dan memberikan uang selembar 10.000 kepada Kaia.

“apa ini kak?” tanya Kaia.

“pak Rei titip katanya suruh kasih kamu” jawab Eki.

“ya ampun. Dibilang gak usah diganti gak apa-apa” ucap Kaia.

“emang apaan sih Kai?” tanya Eki penasaran.

“tadi sore tuh pak Rei beli minuman di minimarket. Mesin EDC di minimarket lagi rusak. Pak Rei gak bawa uang tunai, akhirnya Kai bayarin minumannya” jawab Kaia.

“oh gitu. Tumben banget pak Rei gak bilang kakak kalau butuh minuman ringan gitu” gumam Eki, Kaia mengangkat kedua bahunya.

“eh iya ngomong-ngomong selamat ya karena jadi karyawan terbaik tahun ini” ucap Eki.

“iya kak terimakasih ya” ucap Kaia sedikit malu.

“dulu kalau diledekin sama kakak sama kak Aryo kamu pasti nangis. Sekarang sudah dewasa sudah bisa jadi karyawan terbaik pula” ucap Eki sambil mengusap kepala Kaia.

“iya yah. Dulu aku jadi anak cengeng sekarang malah jadi petarung rupiah” ucap Kaia sambil tertawa.

“tante pasti bangga banget sama kamu. Sudah dewasa dan mau menjadi tulang punggung keluarga menggantikan om” Eki menatap penuh rasa bangga pada Kaia.

“Kai selalu berusaha menjadi pendengar baik juga buat mamah. Kai gak mau lihat mamah sakit terus. Jadi Kai harus kuat. Lagipula Kai juga beruntung banget bisa kerja di perusahaan yang walaupun belum sebesar perusahaan-perusahaan lain, tapi perusahaan ini mau peduli ke karyawannya. Jarang ada perusahaan yang sangat peduli ke karyawan kayak perusahaan ini” ucap Kaia.

“iya kakak juga ngerasa begitu” saut Eki.

Malam itu Kaia dan Eki membicarakan berbagai hal sampai minuman mereka habis. Setelah selesai bicara dan menghabiskan minuman mereka, mereka pun kembali ke kamar mereka masing-masing. Mereka melewati malam yang sunyi itu dengan perasaan bangga dan bahagia yang menyelimuti mereka.



Hari-hari pun berlalu, satu minggu sudah sejak company gathering diadakan. Kaia menjalani harinya seperti biasanya dan di akhir pekan, Kaia membantu Lisa untuk menjaga stan kue jajanan pasar yang ada di rumahnya. Minggu sore tepat jam 4, tiba-tiba Lisa merasa lemas dan jatuh pingsan. Kaia dan Dimas adiknya pun membawa Lisa ke rumah sakit yang tak jauh dari rumah mereka. Semenjak kematian suaminya, Lisa memang sering jatuh sakit.

Setibanya di rumah sakit, Kaia segera membawa Lisa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) untuk pemeriksaan awal dengan dokter umum. Dokter pun menyarankan untuk tes darah, elektrokardiogram (EKG), rontgen dada, ekokadiografi serta CT scan untuk memastikan jenis penyakit yang menjangkit tubuh Lisa. Setelah hampir 4 jam, dokter pun menyarankan Lisa untuk rawat inap dengan diagnosis endokarditis, penyakit jantung yang terjadi karena infeksi pada jaringan ikat yang melapisi dinding dan katup jantung. Setelah selesai mengurus administrasi, Lisa pun dibawa ke ruang rawat inap yang berisi dua ranjang pasien.

“gimana mba?” tanya Dimas yang sedih dan bingung harus berbuat apa.

“malam ini biar mba yang temanin mamah. Mba nanti telepon bude Ati buat jagain mamah besok pagi. Kamu temanin mamah dari pulang sekolah sampai mba pulang kerja. Bisa kan?” tanya Kaia.

“iya mba. Bisa” jawab Dimas.

“nah sekarang kamu disini dulu. Mba pulang ngambil baju mamah sama baju buat mba kerja besok” ucap Kaia.

“yaudah iya mba. Mba hati-hati” ucap Dimas.

“iya Dim. Mba pulang ambil baju dulu ya” Kaia berjalan keluar ruang rawat inap dan bergegas pulang kerumah. Kaia menyiapkan semua yang ia perlu selama di rumah sakit serta pakaian kerja untuk besok pagi.

Tentu saja Kaia juga sangat sedih sama seperti Dimas. Tapi Kaia berusaha untuk tidak menunjukkannya karena Lisa dan Dimas harus melihat Kaia yang kuat bukan Kaia yang lemah. Namun tanpa sadar Kaia meneteskan air matanya saat ia memasukkan pakaian Lisa ke dalam tas. Dengan segera Kaia menghapus air matanya dan bergegas kembali ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Kaia melihat Lisa sudah siuman.

“kamu pulang aja Dim gak apa-apa. Besok kan kamu sekolah pagi” ucap Kaia pada Dimas.

“iya mba. Dimas pulang dulu ya” ucap Dimas.

“mah, Dimas pulang dulu ya” Dimas mencium punggung tangan Lisa.

“Dim, ini buat beli sarapan sama bensin kamu. Besok kamu pulang dulu kerumah mandi makan habis itu baru kesini. Mba udah bilang sama bude Ati” Kaia memberikan uang untuk makan dan bensin untuk Dimas esok hari.

“iya mba makasih” Dimas kembali mencium tangan Kaia dan Lisa lalu berjalan keluar kamar inap.

Malam pun berlalu, pagi itu jam 7 Ati kakak kandung Lisa sudah tiba di rumah sakit untuk menggantikan Kaia menemani Lisa. Kaia bersiap-siap untuk berangkat kerja.

“mah, Kai berangkat kerja dulu ya. Nanti pulang kerja Kai kesini lagi temani mamah” Kaia mencium punggung tangan Lisa dan kedua pipi Lisa.

“bude, Kai titip mamah ya. Kalau ada apa-apa kabarin Kai ya bude” Kaia mencium punggung tangan budenya dan segera berangkat ke kantor.

Kaia berharap hari ini ia tak diperintahkan untuk lembur. Karena ia ingin segera menemani Lisa yang masih terbaring lemas di rumah sakit. Namun kenyataannya, Kaia diperintahkan untuk bekerja lembur. Kaia pun segera memberi kabar pada Dimas. Sore itu tepat jam 7 malam, Kaia duduk di balkon sambil meminum kopi instan yang ia buat sendiri untuk beristirahat sebentar sebelum melanjutkan pekerjaannya. Kursi-kursi yang ada di balkon saling terhalang pohon hias yang cukup lebat. Kaia duduk di kursi yang berada cukup jauh dari pintu masuk balkon.

Drrrt… drrrt…drrrt…baru saja duduk, ponsel Kaia bergetar. Sebuah panggilan telepon dari Dimas.

“halo Dim” ucap Kaia.

“halo mba” terdengar suara Dimas yang sangat lirih seperti sedang menahan tangis.

“kamu kenapa Dim? Ada apa?” tanya Kaia yang menutupi rasa khawatir dari pikiran-pikiran jeleknya.

“mba, barusan dokter jantung visit. Katanya mamah harus operasi karena ada abses atau fistula (saluran tidak normal) di bagian dalam jantung” jawab Dimas.

Lemas seluruh tubuh Kaia mendengar ucapan Dimas. Ingin rasanya Kaia menangis saat itu juga, namun Kaia juga harus memikirkan Dimas. Kaia harus kuat agar Dimas tak semakin sedih.

“yaudah Dim ikutin kata dokter aja. Percaya sama dokter. Udah tanda tangan pernyataan operasi? Kapan operasinya?” tanya Kaia berusaha kuat dan menahan kesedihannya.

“barusan udah di tanda tanganin sama bude Ati. Operasinya besok malam mba” jawab Dimas.

“yaudah makasih udah ngabarin mba ya Dim” ucap Kaia.

“iya mba” ucap Dimas.

“Dim, mba mau minta tolong boleh gak?” tanya Kaia setelah beberapa detik terdiam.

“boleh mba. Mba mau minta tolong apa?” tanya Dimas.

“Dimas sayang mamah kan?” tanya Kaia.

“iya mba” jawab Dimas.

“mba minta tolong jangan nangis di depan mamah ya. Kita harus kuat supaya mamah juga gak sedih. Supaya mamah bisa cepat pulih. Kamu boleh nangis di depan mba, tapi jangan di depan mamah ya” pinta Kaia.

“iya mba. Dimas gak akan nangis di depan mamah. Tapi mba… mamah akan baik-baik aja kan?” tanya Dimas.

“mamah pasti baik-baik aja Dim. Mamah kan kuat, mba yakin mamah bisa lewatin semua. Operasi besok juga pasti lancar. Mamah akan segera pulih dan pulang kerumah lagi bareng kita” jawab Kaia.

“iya mba” ucap Dimas.

“kamu udah makan Dim?” tanya Kaia.

“udah mba. Tadi bude Ati masak terus bawain buat Dimas” jawab Dimas.

“mamah makannya banyak kan?” tanya Kaia.

“banyak kok mba” jawab Dimas.

“yaudah yang penting mamah makannya banyak, kamu juga gak telat makan. Kalau gitu mba lanjut kerja ya biar cepat selesai dan bisa ke rumah sakit” ucap Kaia.

“iya mba” ucap Dimas lalu Kaia menutup teleponnya.

Tanpa sadar air mata Kaia langsung jatuh membasahi kedua pipinya. Kaia tahu di lantai itu tak ada karyawan lain selain dirinya sehingga Kaia tak bisa menahan kesedihannya dan ia pun menangis tersedu-sedu hingga hampir 10 menit. Setelah menenangkan diri, Kaia kembali ke ruang kerjanya untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Ma Chérie (Kekasihku) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang