Miss <En- Jake>

28 5 0
                                    

Hai?! aih udah baca sampai sini, jejak yuk jejak janlup. Voment!

Anw, thankyou n Happy reading!

-o0o-

.

.

.

.

"Shim Jake, dengan perolehan nilai sebesar 367,9"

Jake maju kedepan ketika namanya dipanggil. Semua yang mengenal dirinya, ah tidak, seluruh orang yang ada di sekitar panggung ini tidak mengenal dirinya? 

Dengan bangga ia berjalan kearah panggung dengan baju wisudanya. Setelah menerima ijazah dan sebuket bunga, Jake tersenyum dan menatap kearah langit. "(nama mu), lo bisa ngeliat dimana awal langkah kesuksesan gue yaitu ada disini" 

Begitu ia turun, Jake langsung disambut dengan pelukan hangat dari mamanya. "Jake sayang, jadi ikut mama ke Australia? Kamu bener bener yakin untuk ambil psikolog hmm?" 

Jake mengangguk mantap. "Cukup ngelihat sahabat kecil Jake meninggal gara gara penyakit itu. Setidaknya Jake mau membantu mereka." Ntah lah, semenjak kematian sahabat anaknya ini Jake menjadi lebih pendiam. Tapi untungnya, beberapa hari kebelakang Jake mulai terlihat tegar. 

Melihat anaknya yang sudah besar dan dengan mantap memilih jurusan yang bahkan bukan gaya Jake banget, Mama Jake bener bener terharu. Ia melepas pelukannya dan menatap kearah manik mata milik Jake. 

"Baiklah, mama bakalan nyiapin segala yang perlu kamu bawa. But dont be hard to yourself. If she still here, dia bakalan mencak mencak Jake" 

Jake tersenyum sendu. "I know, ma. I miss her"

****

Kisah ini berawal dari istirahat sekolah ketika Jake dan sahabat perempuannya itu masih duduk di bangku kelas 11. Mereka dengan santuy memakan dengan lahap bekal yang sudah dibuatkan oleh mama Jake. 

"Cita cita lo mau jadi apa?" Jake iseng bertanya.

"Ada. Gue bahkan punya alasan kenapa gue milih itu. Dan belum saatnya gue cerita ke elo. Maaf"

"Iya santai, ga usah cemberut. Ntar malah ga ada yang demen sama lo lagi."

"Bangke lu mah." Jake tertawa melihat sahabatnya gemas sendiri sampai sampai memukul dirinya. Sesimple itu kebahagiaan Jake. Sahabatnya senang, dia ikut senang. 

Jake menoleh begitu tangannya disenggol. "Lo sendiri?" Mengedikkan bahu menjadi jawabannya. "Entahlah. Manajamen? Akuntan? Bisnis? Secara kan gue perlu bantu kakak kakak gue dalam ngurusin bisnis Papa."

"Enak ya jadi lo. Orang tua lo setidaknya ngarahin lulus dari sini mau kemana. Gue? Boro boro, anak ada dirumah atau kaga mana ada yang ngurus. Ayah sibuk selingkuhannya, Ibu gue malah sibuk jalan jalan sosialita." 

Jake menepuk pundah sahabatnya itu. "Nggak apa, selagi ada gue lo nggak perlu khawatir. Kalau perlu gue suruh Mama buat pindahin hak asuh lo ke keluarga gue."

Tonjokan pelan mendarat dilengannya, membuat Jake tertawa kecil. "Lo harus bahagia. Mau itu bareng gue atau tanpa gue. Ngerti?"

"Ngerti komandan!" Mereka tertawa.

***** 

"Hal-"

"J-Jake, jemput g-gue dirumah. Lewat taman belak-kang. Plis cepet Jake"

Dengan cepat, Jake meraih jaket yang tergantung di balik pintu kamarnya dan mengambil kunci di nakas ruang tamu. Untung saja kamarnya berada dilantai bawah, jadi ya cepet kalau ada hal yang genting kek gini. 

Random PovTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang