Bagian 2

151 17 3
                                    

SkyStar Films, Angkasa Langit Senja, dan Yudhistira Mada Bumantara, sebuah kesatuan kata kunci yang bila ditelusuri akan menyampaikan informasi mengenai keluarga sineas terkaya di Indonesia. Yudhistira adalah seorang sutradara jenius yang selalu menghasilkan karya-karya terbaik di dunia perfilman. Banyak artis maupun aktor yang langsung melejit saat membintangi hasil karyanya dan mengantarkan mereka ke jalan karir yang menjanjikan. Dia sutradara yang terkenal sangat pemilih dalam hal projek. Tidak sembarangan orang bisa bekerja sama dengannya. Sebanyak apapun orang akan membayarnya tapi jika naskah mereka tidak menarik dan sesuai dengan kriterianya, dia akan benar-benar mengabaikannya. Namun hal itu yang menyebabkan semua film karyanya selalu menembus box office Indonesia.

Sejalan dengan karirnya yang gemilang, keluarganya tidak kalah bersinar. Tatkala Yudhistira akhirnya menikah dengan putri seorang produser ternama pada saat itu. Sebuah perpaduan yang epik di dunia perfilman Indonesia, karena dari situlah berdiri rumah produksi terbesar yaitu SkyStar Films. Rumah produksi pencetak film-film terbaik bangsa. Bahkan beberapa kali memenangkan penghargaan di festival film mancanegara. Rasa bahagia Yudhistira mencapai puncaknya ketika telinganya mendengar suara tangis pertama putra tunggalnya, Angkasa Langit Senja. Sesuai dengan namanya, Langit telah membawa Yudhistira memeluk semesta.

Angkasa Langit Senja. Jumbai rambut menutupi dahi, bergerak kesana kemari. Sesekali jari-jari menyibak menampilkan lukisan indah Tuhan di wajahnya. Kulit putihnya bak hamparan awan di pagi hari. Manik hitam dibingkai mata yang sipit. Alisnya begitu eskpresif, kadang lawan bicaranya langsung memahami maksud hatinya hanya dengan melihatnya. Jarang berbicara, cuma orang-orang tertentu yang bisa bergaul dengannya. Namun herannya dia terpilih sebagai presiden mahasiswa.

Tak seperti kebanyakan rekan-rekannya di ibukota yang merantau ke luar negeri, Langit memilih berpindah lokasi ke kota metropolitan kedua di Indonesia, Surabaya. Kabur dari hingar bingar kemacetan Jakarta dan yang paling penting dari hubungan perjodohannya. Meskipun dirinya dari keluarga amat sangat berada, teman-temannya tidak pernah menganggapnya istimewa. Mereka berbaur selayaknya orang biasa-hal yang paling Langit sukai dari lingkungannya sekarang. Tidak ada sorot kamera wartawan yang membidiknya hanya untuk menjadi konten keluarganya.

Kenapa tidak ke luar negeri? Jawabannya karena ayahnya. Ayahnya adalah orang paling penting yang tersisa dalam hidupnya sekarang. Langit tidak ingin jika hal buruk terjadi pada ayahnya, dirinya tidak ada di sampingnya. Birokrasi Indonesia sangat rumit, dan itu yang menjadikan Langit malas berpergian ke luar negeri kecuali memang dia berlibur bersama keluarganya.

***

Panasnya terik matahari menusuk tulang. Bayangan mulai sejajar dengan badan. Tikta berdecak kesal dengan mulut yang terus bergumam umpatan.

"LANGIT ANJING!! Bisa-bisanya nyuruh ngukur lapangan jam segini? Udah tahu Surabaya kalo jam dua belas kayak neraka bocor."

Arjuna terkekeh mendengar umpatan yang dilontarkan Tikta pada sahabat mereka.

"Salah lo juga. Kemaren Langit udah ngajak sore, eh malah milih jalan sama si Cindy. Taunya diputusin."

Arjuna tertawa setelah melihat tautan alis Tikta yang semakin dalam.

"KENAPA LO INGETIN LAGI SI AR!!! BANGSAT!!"

"Gue cuma lagi ngelatih ketahanan emosi lo sebelum Langit yang ngatain lo, Ta. Lagipula ini kan tanggung jawab lo sebagai ketupel OSPEK tahun ini. Kemaren divisi acara sama perlengkapan udah ngumpul, lo yang gak bisa. Untung Langit masih mau ngingetin agenda lo meskipun bukan tanggung jawab dia sebenernya. Jujur kalo itu gue, gue udah bodoh amat."

"Sekarang tu bocah kemana? Nyuruh-nyuruh doang. Dianya malah gak nongol-nongol."

"APA LO?!"

Tikta berjingkat kaget setelah mendengar suara Langit yang tiba-tiba muncul dari arah belakang. Tampilan presiden mahasiswa itu seperti biasanya, memakai kemeja hawaiian kebanggaannya. Tidak lupa kacamata hitam bertengger di hidung bangirnya.

"Eh, Langit. Gak papa kok. Tadi gue cuma khawatir kenapa lo gak dateng-dateng. Takut terjadi apa-apa gitu. Iya kan Ar?"

Tikta menyenggol lengan Ar, meminta dukungan. Namun sahabatnya itu cuma tersenyum.

"Gimana kabar Cindy? Baik Ta?"

Langit bertanya seraya tangannya yang bergerak melepas kcamatanya. Sebelah alisnya terangkat-meremehkan, dengan senyuman miring-mengejek. Arjuna sudah memalingkan wajahnya menahan tawa yang hampir saja lolos dari mulutnya.

"Lo pasti udah tau kan. Gak usah berlagak gak tau lo, Ngit."

Langit mengerutkan dahinya. Pura-pura tidak paham ke arah mana pembicaraan Tikta.

"Tau apaan?"

"Lo pasti udah tau kalo gue sama Cindy putus."

"Putus?"

"Iya. Gue sama Cindy putus, Ngit."

Langit mengangguk. Berjalan mendekat ke arah Tikta dan siap memeluk sahabatnya.

"Tenang. Gue udah gak papa kok. Gak usah lebay."

Namun bukan sebuah ungkapan dukungan yang didengar Tikta melainkan kalimat ejekan.

"MAMPUS!!!"

Tawa Arjuna akhirnya lolos juga. Tikta memandangi Langit yang kini berjalan acuh melewatinya menghampiri anggota lain yang tengah sibuk mengukur lapangan untuk formasi saat pembukaan OSPEK yang waktu pelaksanaannya kurang beberapa hari lagi. Bodohnya, kenapa Tikta percaya kalau Langit akan simpati padanya.

Angkasa Langit Senja, Tikta Tamawijaya, dan Arjuna Wajendra, tiga sekawan paling menawan. Wajah mereka selalu menjadi sorotan. Paripurna tanpa celah. Kehadiran mereka selalu dinantikan. Seluruh civitas kampus pasti mengenal mereka, khususnya kaum hawa. Aset berharga fakultas ilmu sosial dan ilmu politik.

Mereka pertama kali bertemu saat OSPEK kampus. Ketiganya berada di kelompok yang sama. Semakin akrab saat mereka sama-sama terlambat dan harus berdiri menjadi pajangan seraya dibentak-bentak divisi keamanan.

Arjuna satu-satunya yang berbeda jurusan. Dia mahasiswa jurusan hubungan internasional, sedangkan Langit dan Tikta mahasiswa jurusan ilmu komunikasi. Namun tiga orang itu selalu bersama saat mengikuti kegiatan kampus dan organisasi. Hingga akhirnya sekarang mereka menjadi petinggi di BEM.

"Ar, anak acara barusan bilang kalo MC non formalnya gak bisa ikut acara, karena ibunya baru meninggal. Jadi lo bisa gak gantiin?"

"Yang lain gak ada gitu?"

"Gak ada Ar. Kalo nyari anak lain mepet waktunya. Kan pasti pada belum balik ke Surabaya. Kalo lo kan langsung sat set sat set selesai tanpa latihan."

Arjuna menghela napas. Ingin menolak tapi alasan yang dikatakan Langit benar. Waktunya terlalu mepet jika harus mencari mc pengganti.

"Sendirian? Yakali gue nge-mc sendirian depan maba se-universitas. Lo tega, Ngit?"

"Sama si Tikta, biar bisa sedikit berguna dia."

Tikta langsung menggeleng.

"Tahun ini gue ketua pelaksana Bro, kalo lo lupa. Jadi gue bakal ngasih sambutan. Masa habis formal terus ngelawak depan maba. Kenapa gak sama lo aja sih? Kan lo nganggur tuh."

Kali ini Arjuna yang menggeleng, tidak setuju dengan usulan Tikta, pilihan terburuk. Lebih baik dia sendirian jika pilihan partnernya adalah Langit.

"Ya udah, lo ngajak si Aliesha aja. Siapa tau cinta bersemi di atas panggung OSPEK."

"Nanti gue tanya dia dulu. Takut dia lagi sibuk."

"Anjir, langsung gas aja nih."

Aliesha Tahsina. Satu-satunya perempuan yang berhasil bersahabat dengan tiga sekawan tampan kampus. Dia sejurusan dengan Arjuna. Mereka berdua selalu dijodoh-jodohkan oleh Langit dan Tikta karena alasan wajah mereka yang mirip. Hingga tersebar kabar kalau mereka memang pacaran meskipun nyatanya sampai sekarang Arjuna belum juga menembak Aliesha walau keduanya kemana-mana selalu bersama.

-tbc-

Tolong Tinggalkan Komentar
💚💚💚

Bintang di Langit SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang