Bagian 9

145 18 3
                                    

Bintang menyibak kerumunan di depan papan pengumuman. Matanya jeli mencari namanya di dalam daftar kelompok mentor. Hingga sebuah nama menghentikan perputaran waktunya.

Tangan Bintang bertaut, mengerat menggenggam cincinnya. Takdir telah mengajaknya bercanda. Langit kembali membawanya melihat luasnya angkasa. Sendirian, tanpa ditemani pernak pernik semesta.

"Bin, dapet kelompok siapa?" Gana tiba-tiba hadir tepat di sebelahnya.

"Sama kak Langit, Gan. Kalau Gana?"

"Aku sama Kawa sekelompok mentor. Mentornya kak Arjuna."

"Bisa dituker gak ya? Bintang pengen sekelompok sama kalian."

Lebih tepatnya Bintang ingin pergi, berlari menjauhi sumber sakitnya. Luka kemarin belum sembuh dan kini kembali dipertemukan untuk waktu yang lama. Jadwal mentoring ini akan berlangsung selama satu semester. Bukankah Langit akan bosan bertemu dengan dirinya? Lebih baik sebelum itu terjadi Bintang akan pergi.

"Kalau alasan kamu cuma karena pengen sekelompok bareng kita kayaknya bakal gak dibolehin sih."

Alasan logis memang. Kekanak-kanakan jika menghindar begini. Tapi tidak tahu juga jika berhadapan langsung. Atau Bintang minta Langit saja untuk mengubahnya. Toh pasti tunangannya itu akan dengan senang hati menyetujui usulan dirinya.

"Kamu Bintangkan?"

Bintang menoleh ke arah seorang perempuan berambut panjang. Parasnya begitu cantik dengan kulit putihnya. Anggukan ragu menjadi jawaban singkat untuk pertanyaan yang diajukan perempuan asing itu.

"Boleh kenalan gak? Aku Viona, jurusan ilmu komunikasi. Kita satu mentoring sama kamu."

Perempuan itu lantas mengajukan tangan siap bersalaman. Bintang segera membalasnya.

"Salam kenal juga Viona. Viona panggil Bintang, Bintang aja."

"Tuh, kamu udah dapet temen. Kalo ada apa-apa hubungin aku atau Kawa ya?"

Bintang kembali menoleh pada Gana dan mengangguk. Tidak lupa Bintang mengucapkan terima kasih.

"Bintang, mohon bantuannya ya. Soalnya Viona sendirian di grup ini. Temen-temenku pada di kelompok lain."

"Oh iya. Viona gak usah takut. Bakal Bintang temenin kok. Bintang juga sendirian. Temen Bintang mencar juga. Satu anak FK, dan yang barusan grupnya kak Arjuna."

Pupus sudah niat Bintang meminta Langit untuk memindahkan dirinya ke kelompok lain. Bintang juga tidak tahu apakah Langit sebenarnya mengetahui hal ini atau tidak. Jika mengingat kemarin, harusnya Langitlah yang akan bersikukuh untuk mengeluarkan Bintang dari grupnya.

"Kamu kenal kak Langit ya?"

Pertanyaan yang mudah tapi sulit dijelaskan oleh Bintang. Lebih rumit dari menghitung matematika. Tak sederhana dengan melihat rumus saja. Bintang hanya takut jika jawaban yang dia utarakan akan salah di mata Langit.

"Sebenernya ya Bin..."

Bintang kembali gusar. Viona, perempuan yang baru lima menit lalu menyapanya dengan ceria kini menampilkan raut wajah penasaran. Bintang lebih takut dengan kelanjutan dari kalimatnya.

"Iya Viona kenapa?"

"Maaf banget ya Bin. Kemarin sebenernya aku gak sengaja liat kamu sama kak Langit tengkar di taman kampus. Waktu itu aku kebetulan baru balik dari parkiran mobil."

Bintang tertunduk melepas cincin di tangannya. Menggenggam erat dan kemudian mengantonginya. Apa yang harus dia jawab sekarang? Lidahnya kelu. Bintang mencari jawaban yang kiranya akan menghentikan rasa penasaran Viona.

Bintang di Langit SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang