Jari-jemari saling tertaut gusar melanda kala Bintang sedang berhadapan dengan sahabatnya. Nata diam namun terlihat garang. Semua kemungkinan buruk tentang reaksi Nata sudah tertulis jelas di dalam otaknya. Keputusan untuk tinggal dengan Langit adalah opsi paling terlarang yang selalu diutarakan oleh sahabatnya itu. Jadi bagaimana dia bisa memberitahu Nata sekarang?
Sebelumnya saja Nata sudah mewanti-wanti Bintang untuk menolak tinggal bersama Langit. Jika itu sampai terjadi Nata akan membakar kontrakan tunangannya itu. Bintang bergidik ngeri membayangkannya.
"Kenapa kok lo macem gelisah begitu?"
"Jadi gini, Na..." Bintang meragu. Tak sampai hati mengutarakan maksud baik Langit pada Nata.
"Apa?" Nada Nata sedikit meninggi membuat tubuh Bintang menegak tegang.
"Jadi itu..."
"Apa yang dia lakuin ke lo?" Nata tahu kemana arah pembicaraan Bintang sekarang. Bintang gusar sebab dia akan membicarakan masalah Langit.
Sesuai dengan dugaan Nata. Bintang tak pernah punya tembok yang kokoh untuk menghadapi Langit. Terlalu banyak kata 'mungkin' dalam kamus huhungan Bintang dan tunangannya itu. Entah sekarang apalagi yang membuat sahabat kecilnya itu luluh setelah beberapa hari lalu ia menangis tersedu-sedu berjanji akan menyerah pada lelaki brengsek bernama Langit. Seakan lupa sayatan apa yang membuatnya terluka tempo hari.
Nata memang tak tahu arti cinta yang sebenarnya. Apakah cinta itu bisa membutakan manusia? Apakah dengan cinta bisa menyembuhkan luka yang menganga? Namun menurut Nata harusnya cinta tak pernah menghadirkan air mata.
Nata menatap Bintang yang kini tertunduk diam. Masih tenggelam dalam fikirannya seorang.
"Bilang aja, gue gak akan marah."
"Tapi, Bintang tahu Nata gak akan setuju sama ini."
"Kenapa? Berhubungan sama Langit?"
Bintang mengangguk.
"Apa dulu? Mana bisa gue ngasih jawaban kalo lo gak mau ngomong kenapa."
"Langit minta Bintang tinggal di kontrakannya sampai Bintang dapet kosan." Bintang mengucapkan semua kata itu dalam sekali tarikan napas. Setelahnya melirik wajah Nata untuk melihat ekspresi yang akan ditampilkan di sana.
"SUMPAH?! DIA KESAMBET?! GILA?! BRENGSEK!!! GAK BOLEH!! DIA ITU ANJING, BINTANG!! LO JANGAN KETIPU AJAKAN SETAN!!! KONTRAKAN DIA TUH NERAKA?!!!"
Bintang meringis seraya menutup telinganya. Meredam suara Nata yang menggelegar menembus rongga telinganya. Sudah sesuai dengan dugaan Bintang, tanpa terlewat sedikitpun.
"Tapi dengerin dulu, Na."
"ENGGAK! GUE GAK MAU DENGERIN ALASAN LO! GAK MAU! OPINI LO TENTANG DIA SEMUA BULLSHIT! GUE GAK AKAN TERMAKAN! GAK USAH BUJUK GUE! BESOK LO IKUT GUE NYARI KOSAN! GUE GAK MAU LO MASUK KE NERAKA BARENG IBLIS JAHANNAM ITU!"
"LANGIT NYIUM BINTANG DI KONTRAKAN."
Bintang pun berteriak dan berhasil membuat Nata ternganga tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Angkasa Langit Senja mencium tunangannya? Ada yang salah sepertinya. Harusnya ini tidak akan pernah terjadi. Perkiraan Nata, Bintang hanya halu.
"Lo halukan? Mana pernah Iblis nyium malaikat kecil?"
"Beneran tau. Makanya dengerin Bintang dulu."
"Enggak mungkin."
"Beneran. Bahkan Langit nyariin Bintang kosan yang bisa nerima tamu soalnya dia tahu kalo Nata pasti bakal sering ngunjungin Bintang nantinya."
Nata semakin tidak percaya dengan apa yang diceritakan Bintang. Dia malah bergidik ngeri mendengar cerita barusan. Berjalan damai bukanlah Langit yang Nata kenal. Nata sedikit trauma karena Langit pun pernah bersikap hangat seperti sekarang sebelum akhirnya menjadi sumber luka terbesar dalam hidup Bintang.
"Bin, harusnya lo yang lebih tahu Langit itu orang kayak apa. Bukan sekali dua kali Langit kayak begini. Awalnya dia baik akhirnya apa? Dia cuma bisa nyakiti lo."
"Nata gak lihat Langit kemaren. Bukannya Bintang mau ngebela Langit, tapi Langit beneran bilang semua perasaannya ke Bintang. Memang gak mudah buat dia nerima Bintang. Bintang paham masalah itu. Dia cuma mau coba. Bahkan kemaren pun dia bilang kalau dia kangen Bintang. Langit gak pernah benci. Langit cuma belum bisa nerima hubungan ini. Langit masih belum bisa ngelupain peristiwa itu."
Bintang tersedu. Nata terdiam memandang pilu sahabatnya.
"Nata gak tau. Langit akhirnya masangin cincin tunangan Bintang di jari manis. Impian yang selama ini cuma bisa Bintang khayalin jadi kenyataan. Langit bahkan bilang posisi Bintang masih sama, Bintang kecilnya, Na. Bintang kecil yang akan selalu Langit sayang."
"Butuh berapa tahun buat Langit bisa nyampein itu semua ke Bintang? Nata paling tahu gimana perasaan Bintang selama bertahun-tahun itu. Gak mudah memang. Tapi Bintang cuma bisa berharap. Tapi ketika semua hal yang pernah Bintang harapkan jadi kenyataan, harusnya Bintang senang. Meskipun ada sedikit keraguan buat bilang iya."
"Bin..."
"Na, Bintang tahu. Amat sangat tahu gimana Nata sayang dan jagain Bintang selama ini. Nata itu satu-satunya orang penting yang akan selalu jadi pertimbangan buat segala pengabilan keputusan Bintang. Waktu kemarin Langit bilang hal itu, orang pertama yang Bintang ingat itu Nata. Gimana perasaan Nata? Gimana tanggapan Nata nanti? Tapi di satu sisi Langit pun ada di posisi mencoba. Lalu Bintang harus gimana? Padahal ini hal yang paling Bintang tunggu-tunggu selama ini."
Nata mendekap tubuh Bintang yang semakin bergetar akibat tangisan. Wajah kecilnya terbenam dalam pelukan.
"Bintang, maafin gue. Gue terlalu egois karena takut lo bakal disakitin lagi. Gue emang gak tau gimana waktu kemaren Langit bilang itu semua ke lo. Kalaupun gue liat, lo tahu sendiri gue udah skeptis duluan sama dia. Apapun yang dia lakuin tetep salah di mata gue. Jangan nangis kayak gini ya?"
"Bintang sayang Nata. Tapi tolong kasih Langit kesempatan."
Semua penjelasan Bintang yang sungguh-sungguh membuat hati Nata meneduh. Langit tak mudah berkata manis, apalagi dengan Bintang semenjak acara pertunangan. Jika apa yang disampaikan Bintang barusan benar, itu sebuah kemajuan yang signifikan dalam hubungan mereka.
"Gue gak tau Bin. Langit itu udah jelek di pikiran gue."
Nata diam sejenak. Menarik napas dalam. Menenangkan pikiran yang mulai tercerai berai.
"Tapi sekarang gue bakal ngasih lo kesempatan buat buktiin kalau apa yang lo bilang ini beneran. Langit bakal memperlakukan lo dengan baik. Kalau enggak..."
"Kalau enggak kenapa?"
"Gue gak akan pernah maafin dia. Gue gak akan peduli dia siapa. Gue bakal hajar dia habis-habisan tanpa ampun. Meskipun lo mohon-mohon di kaki gue, gue gak peduli. Ini kesempatan terakhir. Dan satu lagi syarat dari gue."
"Apa itu, Na?"
"Lo ada di kontrakan dia, sampai lo dapetin kosan. Gak boleh lebih. Gue bakal nyariin kosan yang pas buat lo secepat mungkin."
Bintang menengadah elihat wajah Nata. Senyumnnya merekah dan kembali memeluk tubuh jangkung sahabatnya dengan erat.
"Makasih ya Na. Bintang bakal pindah kalau Bintang udah dapetin kosan."
"Anak baik. Yang jahat cuma Langit, bangsat!"
"Mau Bintang ceritain ciuman pertama Bintang sama Langit gak?"
"GAK USAH!!! GUE TAMPOL LO YA?!"
-tbc-
💚💚💚
[Terima Kasih Babii sudah Membaca]
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang di Langit Senja
Fiksi PenggemarLangit tak sehangat jingga. Tidak ada bintang di langit senja. Cahayanya tidak bisa merengkuh gelapnya angkasa. Indah yang hanya sebuah fatamorgana. Awan-awan mulai mengabu, menutup pandangan menuju dirimu. Seucap pesan membawa bintang menuju perjal...