XLVIII. Kesempatan Tak Terduga

84 10 1
                                    

Emlyn uring-uringan setelah berbicara dengan Chanyeol beberapa hari lalu. Bukannya memperbaiki mood yang selama ini berantakan karena mereka berjarak, malah semakin memperburuk keadaan. Ia beraktifitas setengah hati karena pembawaan kesal terhadap Chanyeol. Orang di sekelilingnya mempertanyakan hal ini, tapi diabaikan begitu saja.

"Kamu lagi ada masalah apa, sih, Em? Anka lagi?" tanya Ettan yang melihat Emlyn sedari tadi mencoret-coret kertas di atas meja. Ini akhir pekan, jadi sudah waktunya mereka untuk coffee date lagi.

"Memangnya Anka kenapa? Dia ninggalin kamu demi perempuan lain?" seloroh Nita yang tidak tahu apa pun mengenai Anka yang dicurigai sebagai penyuka sesama jenis.

"Masih mending kalau demi perempuan, kalau demi laki-laki, kebayang nggak?" timpal Ettan sekenanya.

Nita yang sedang menggigit kukis coklatnya terbatuk mendengat pernyataan Ettan. "Seriusan? Parah banget ternyata."

"Masih belum pasti, sih, Nit. Ini masih dalam konteks dugaan." Ettan tidak ingin membawa Nita masuk dalam prasangka buruk mereka. Bagaimana jika ternyata itu tidak benar? Sudah bertambah lagi dosa mereka karena mengajak orang lain untuk suuzan.

Emlyn tidak menanggapi percakapan kedua temannya. Ia sibuk dengan pikirannya sendiri yang sebenarnya tidak akan menemukan ujung. Apa yang sebenarnya diharapkan dari idol papan atas seperti Chanyeol? Cinta? Kebersamaan? Bersatu dalam mahligai rumah tangga? Memangnya bisa? Semestinya Emlyn sadar diri setelah apa yang dialaminya belakangan ini. Kode alam sudah memberi petunjuk bahwa mereka tidak ditakdirkan untuk bersama, kenapa harus memaksa dengan jutaan harapan yang terselip dalam dada?

Emlyn mengembuskan napas kasar beriringan dengan merebahkan kepalanya di atas meja. "Kalian tahu nggak, semakin kita menanam harapan pada sesuatu yang belum pasti, semakin kita tersakiti. Padahal kita, kan, disuruh bermimpi setinggi langit. Tapi, kenapa saat kita mengibarkan mimpi dengan berani, kita malah dijatuhkan dengan ribuan kenyataan pahit?"

"Kalau yang mimpi yang dikibar itu dalam bentuk nggak tahu diri, wajar lah. Mimpi itu sebatasnya aja. Ketinggian juga susah kali naik tangganya. Apalagi di zaman sekarang yang segala tempat punya orang dalam, ya udah pasti nggak mudah untuk masuk ke tempat itu." Jawaban Ettan memang selalu saja menusuk Emlyn. dia menjawab seenaknya tanpa memikirkan perasaan temannya sendiri.

Emlyn semakin merengut. Bukannya mendapatkan semangat, Ettan semakin mematahkan harapannya. Menyebalkan!

Nita menggoyang-goyangkan lengan Emlyn. "Em, Em, kamu harus lihat ini. Kamu pasti bakal lompat kegirangan tahu hal ini. Ayo, bangun dulu," paksa Nita untuk melihat ke layar ponselnya.

Dengan malas, Emlyn mengangkat kepalanya. Ia melirik ke ponsel yang menyala tersebut. Di sana terpampang sebuah judul artikel yang sangat dinantikan oleh penggemar Indonesia. XO DIKONFIRMASI AKAN MELAKUKAN KONSER DI INDONESIA MARET MENDATANG.

Tidak seperti dugaan Nita. Ia melengos dan mengucap lirih, "Udah tahu."

Nita bingung. "Kalau udah tahu, kenapa lemas begini?"

"Ah, aku tahu sekarang. Kamu pasti bertengkar lagi dengan idolmu itu, kan?" tebak Ettan dengan senyum miringnya.

Emlyn diam. Ia mengambil kukis di piring dan mengigit ujungnya sedikit, lantas menaruhnya kembali. "Dia itu nyebelin banget, Nit, Et. Dia nelpon aku, ngomong ngalur-ngidul, bilang mau ketemu aku. Tau-taunya dia itu sebenarnya mau tur ke Indonesia." Akhirnya Emlyn mengeluarkan emosinya.

"Bagus, dong, akhirnya kalian bisa ketemu. Letak nyebelinnya di mana?" tanya Ettan tidak mengerti.

"Kalau emang dia mau tur, yaudah bilang aja bakal tur ke Indonesia. Kenapa harus ngomong mau ketemu aku, padahal itu bukan tujuan utamanya? Udah bikin aku melayang, eh malah dihempas dengan mengenaskan," cerocos Emlyn yang terlihat jelas masih kesal dengan Chanyeol.

Nita dan Ettan saling melempar pandang. Ini memang salah satu keribetan perempuan. Dikasih kejutan salah, dijadikan sambilan pun salah. Jika dipikir-pikir omongan Chanyeol tidak ada salahnya. Dia memang ingin bertemu Emlyn, dan beruntungnya ada momen di mana ia akan ke Indonesia yang akan mendukung pertemuan tersebut. Namun, jika harus menjelaskan hal tersebut pada Emlyn yang sedang dirundung perasaan kesal dan ingin diutamakan, pastilah ia akan mendebat lebih lanjut.

"Terus, kamu nggak mau ketemu dia?" tanya Nita.

"Nggak," cetusnya.

"Nggak bakal datang ke konser?"

"Nggak!"

"Yakin? Mereka belum tentu, lho, setahun sekali itu bakal konser ke Indonesia."

"Sekali aku bilang nggak, ya nggak," putusnya dengan emosi.

Di tengah emosinya Emlyn, ponsel Ettan berdering. Ia mengangkat panggilan tersebut seraya melirik Emlyn sesekali. Jawaban yang terlontar hanyalah kata iya, baik, siap.

"Kamu melupakan sesuatu, Em?" tanya Ettan perlahan.

"Apaan?" Emlyn mendongakkan kepala pada Ettan yang menatapnya dengan raut kasihan.

"Kamu akan hadir di konser itu sebagai bintang tamu. Apa dia nggak bilang tentang hal ini? Ada satu lagu yang mereka nyanyikan bareng kamu, kan? Itu tandanya kamu harus datang. Serta satu hal lagi, konser kali ini mereka akan bekerjasama dengan perusahaan kita. Tadi Mas Barra menghubungiku memberitahu hal itu."

Bagai dicabut nyawanya, Emlyn terkulai. Ia lupa akan pesan terakhir yang disampaikan Baekhyun malam itu. Kalau begini caranya, berarti ia harus menatap langsung wajah Chanyeol. Dapat dipastikan dia nggak bisa marah lagi nanti. Mana bisa marah pada laki-laki setampan Chanyeol. Wajah itu pasti akan meluruhkan semua kesalnya.

Kenapa juga Mas Barra terima tawaran kerjasama konser ini? Niat mau marah sama Chanyeol aja harus gagal. Gini banget ternyata suka sama idola sendiri. Dia selalu menang banyak. Awas aja kalau dia entar datang dengan muka tanpa berdosanya itu, akan kubuat dia nggak mau pulang ke Korea.

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang