II. Izinkan Aku Pergi

352 51 162
                                    

Emlyn pulang dengan rona bahagia. Ia melompat kesana-kemari saking girangnya. Semua yang ditemui di jalanan disapanya dengan sangat ramah. Meski pada dasarnya ia bukan pribadi yang menyapa siapa saja, tapi hal itu bisa berubah hanya karena suasana hatinya yang sedang berbahagia.

Di lingkungan keluarga, ia dikenal sebagai pribadi yang tidak banyak bicara. Ia akan tersenyum dan menyapa sanak saudara, tapi tidak akan bertanya apa pun. Ia hanya akan menjawab apa yang ditanya pada dirinya, dan melakukan apa yang dimintatolongkan padanya. Jika ada yang mengatakan dia sombong, bukan seperti itu kebenarannya. Jika ada yang mengatakan dia cuek, bukan begitu dasarnya. Jika ada yang mengatakan dia tidak peka, bukan begitu prinsipnya. Ia hanya merasa apa yang tidak terlalu penting untuk dibicarakan, sebaiknya tidak perlu diutarakan. Meskipun hanya sekedar basa-basi. Menurutnya, basa-basi adalah salah satu hal yang tidak penting tapi kerap dilakukan kebanyakan orang.

"Hai, Kak, sudah pulang?" sapa adiknya, Aqmar.

Ini salah satu pertanyaan tidak penting menurut Emlyn. Bukankah sudah jelas bahwa dia pulang. Lalu, kenapa harus dipertanyakan? Sekedar basa-basi? Bukan salahnya jika tidak menjawab pertanyaan yang sudah diketahui pasti jawabannya.

"Maaaa, anak kesayangan Mama sudah pulang," teriak Aqmar, memanggil Danita yang sibuk mengadon di dapur. Danita adalah seorang baker yang membuka toko roti tepat di samping rumah mereka. Itu adalah pilihannya. Meski ia seorang baker dan harus bekerja, ia harus tetap bisa mengawasi dan menjaga keluarganya dari jarak dekat. Oleh sebab itu, Harry, suaminya, membangun toko roti di samping rumah.

"Hai, sayang. Coba, sini, rasain resep baru Mama," panggil Danita.

Di antara kedua anaknya—Aqmar dan Emlyn—hanya lidah Emlyn lah yang benar saat mencicipi makanan. Emlyn tahu benar apa yang terasa lebih maupun kurang dalam suatu makanan. Berbanding terbalik dengan Aqmar yang hanya menyantap tanpa peduli seperti apa rasa makanan tersebut.

Kali ini Danita membuat cake yang bahan dasar utamanya adalah keju. Favorit Emlyn. Suapan pertama berhasil membolakan mata Emlyn, yang mana ini berarti kuenya memiliki cita rasa yang baik. Namun, beberapa detik kemudian, matanya menyipit, seperti merasakan sesuatu yang aneh di dalam mulutnya.

"Ada sedikit rasa pahit di ujungnya. Apa mungkin Mama melebihkan kadar vanili?" ungkap Emlyn sekaligus mencari tahu di mana letak kesalahannya.

"Mungkinkah? Sepertinya tadi Mama memberikannya sesuai takaran," jawab Danita sambil berpikir.

"Apa vanili itu yang dalam botol putih transparan dan tutupnya berwarna merah?" tanya Aqmar hati-hati.

Emlyn dan Danita mengangguk sambil memicingkan mata pada si bungsu. Aqmar menggaruk tengkuknya seperti sedang mencari alasan. Dapat dipastikan bahwa dia sudah melakukan kesalahan.

"Aku pikir itu tadi gula pasir yang sengaja Mama pisahkan dalam botol khusus, dan aku menambahkannya ke adonan Mama biar kuenya terasa manis. Mama tahu, kan, aku pencinta kue manis," alasannya sambil menyengir.

Aqmar, seorang siswa SMA yang sering melakukan kesalahan dalam urusan dapur. Ia tidak mengerti apa pun tentang pekerjaan dapur. Bahkan, saat SMP dia masih belum bisa membedakan antara gula dan garam jika belum dirasa. Ia juga pernah meminum madu cair milik Emlyn yang dikiranya adalah teh hanya karena warnanya yang sama.

Sejak kecil, Aqmar memang difokuskan untuk belajar sambil terus disuguhkan segala sesuatu kebutuhannya tanpa melibatkannya dalam urusan pekerjaan rumah. Segala sesuatu dihidangkan ke hadapnya. Ia sangat dimanja. Meski demikian, ia berhasil menjadi sang juara di bidang akademik. Bahkan, ia berhasil menang di ajang debat konstitusi nasional. Setiap guru pasti mengenalnya sebab keaktifan, kecerdasan, serta tata kramanya yang sopan. Meski ia memiliki nilai tertinggi, ia tidak pernah menyombongkan hal itu. Ia pun turut serta membantu teman-teman yang bermasalah dalam pelajaran.

"Semestinya kamu bertanya dulu sebelum mengacaukan resep Mama," ujar Emlyn.

"Aku hanya berpikir, dan menurutku pikiranku benar," sahut Aqmar.

"Nggak selamanya apa yang kamu pikir benar. Adakalanya kamu butuh bertanya pada orang lain agar tahu yang kamu pikirkan itu benar atau salah," bantah Emlyn.

"Sudahlah. Ini juga masih percobaan. Bisa kita buat yang baru nanti," lerai Danita.

"Hai, Em. Jangan lupa besok kamu ada janji makan siang." Suara Harry memasuki ruangan. Ia masih dengan jas putihnya dan tas jinjing berwarna hitam yang dapat dipastikan berisi berkas analisis penyakit para pasien. Harry adalah seorang kepala dokter bedah di salah satu rumah sakit ternama kota ini.

"Aku merasa tidak membuat janji dengan siapa pun."

"Tentu bukan kamu, tapi Mama yang mengatur janji temu itu. Anak teman Mama baru kembali dari S2nya di Jerman. Dia seorang arsitek. Punya wajah tampan. Tinggi yang cukup. Pastinya akan punya selera yang sama denganmu," jawab Danita sambil memulai kembali adonannya dari awal.

"Punya selera yang sama denganku? Apa itu artinya dia juga seorang K-Popers?" tanya Emlyn tanpa rasa bersalah.

"Berhentilah dari dunia halu itu. Kamu sudah berumur dan harus menjalani hidupmu yang sebenarnya. Sampai kapan kamu mau hidup dalam dunia khayal yang kamu sendiri tahu nggak akan bisa kamu gapai?" sergah Danita mencoba tetap tenang menghadapi putrinya yang sangat mengagumi produk negeri ginseng.

"Aku menikmatinya," balas Emlyn sambil melempar tubuhnya di samping Aqmar yang sedang membaca di sofa. Ia menarik buku yang sedang dibaca adiknya.

"Keluargamu terusik karena kegemaranmu itu," ungkap Danita.

"Hey, brother, apa kamu terusik?" tanya Emlyn sambil mencolek pantat Aqmar.

Aqmar menggeleng.

"Bagaimana dengan Papa?"

Harry yang sedang menyesap teh hangatnya hanya mengendikkan bahu.

"Hanya Mama yang terusik. Itu kesimpulannya," ucap Emlyn tersenyum kemenangan.

"Em," panggil Danita dengan nada serius. Ia juga turut menghentikan ulenannya pada adonan. "Apa salahnya kamu menuruti pinta Mama?"

Emlyn terdiam menatap Danita. Namun, sebuah ide—yang menurutnya brilian—terlintas di kepalanya. "Aku akan menemuinya besok, asal Mama mengikuti syarat yang akan aku ajukan."

Danita menarik napas. Ia tahu, putri sulungnya suka mengambil kesempatan dalam setiap waktu yang dirasakan bisa menjadi peluang. Ia harus memberikan jawaban yang tidak akan merugikannya.

"Apa itu?"

"Izinkan aku ke Korea untuk berlibur bersama para kru," ucapnya dengan senyum miring tipis.

Atensi Aqmar dan Harry kini fokus pada dua perempuan yang berpendirian teguh di rumah ini. Mata mereka menatap Danita, menunggu jawaban yang akan diberikannya. Mereka semua tahu, Danita sangat menentang kegemaran Emlyn yang berhubungan dengan Korea. Menurutnya, putri sulungnya ini terlalu fanatik dan terasa seperti hidup di dunia lain saat sudah nge-fangirl.

"Hanya liburan. Itu tidak akan menjadi penghalang," jawab Danita mantap pada putusannya.

Emlyn tersenyum penuh kemenangan. Ia akan membuktikan pada Danita bahwa kepergiannya akan membawa hasil atas kegemarannya selama ini. Bahwa dirinya bukan sekedar halu terhadap pria-pria tampan yang selama ini hanya dapat dilihatnya dari layar kaca.

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang