XI. Sup dan Cokelat Hangat

169 25 49
                                    

Selama dalam perjalanan, tak sepatah kata pun terdengar dari mulut Emlyn. Ia hanya memandang keluar dengan mata berkaca. Emlyn sekuat tenaga menahan diri agar tidak menangis di depan orang lain. Semenyesakkan apa pun keadaannya saat ini, ia tetap menahan air matanya agar tidak mengalir.

Chanyeol yang melihat Emlyn dalam kondisi tidak baik, turut diam. Ia tidak mengenal Emlyn sepenuhnya, tidak mungkin baginya asal bersuara yang bisa jadi akan menambah beban Emlyn. Ia pun tidak tahu apa yang dibicarakan Emlyn tadi dengan teman perempuannya karena bahasa mereka berbeda. Chanyeol hanya menangkap kekecewaan yang berakhir dengan kesedihan seperti sekarang.

Begitu tiba di rumah pun Emlyn segera masuk ke kamar. Beruntungnya di rumah sedang tidak ada siapa pun. Kedua orang tua Chanyeol ada di cafe sampai malam nanti.

Chanyeol membiarkan Emlyn untuk menyendiri terlebih dahulu. Ia memilih ke dapur untuk membuat makanan yang bisa membantu memperbaiki mood Emlyn. Setidaknya, ada hal kecil yang bisa dilakukannya untuk perempuan mungil tersebut.

Emlyn menenggelamkan wajah pada bantal dan menangis sejadi-jadinya. Sarung bantal yang tadinya berwarna pink bersih kini sudah basah. Sesekali ia menarik lendir yang keluar dari hidungnya.

Ponselnya kembali berdering. Kali ini dari orang yang berbeda tapi paling dirindukannya. Ia menyeka air mata dengan cepat, tapi sesenggukan masih menyerangnya.

Tombol hijau digeser, muncullah seorang perempuan dewasa dengan kecemasan dan mata yang menahan tangis.

"Mamaaa," pekik Emlyn.

"Kamu udah Mama peringati, kalau pergi jangan sendiri. Tersesat, kan, jadinya. Udah Mama bilang juga kamu jangan pergi, tapi kamu ngotot malah dengan seenaknya nyuruh teman kamu untuk ketemu anaknya teman Mama. Ini karena kamu durhaka, Em. Coba kamu dengarin Mama baik-baik, nurut apa kata Mama, nggak akan kejadian kayak begini," repet Danita sambil menangis.

"Maafin Em, Ma. Em nggak tahu bakal kejadian begini. Mama jangan merepet terus. Akunya nggak bisa pulang ini. Semestinya Mama cari cara biar aku bisa pulang. Teman-teman aku keterlaluan, masa' ninggalin aku gitu aja. Mereka nggak ada usaha untuk nyari aku," rengeknya.

"Salahmu durhaka!" Danita sangat kesal dengan perilaku putri sulungnya ini. Keras kepala yang berujung menyusahkan orang lain.

"Ma, kirimin aku duit, biar aku bisa pulang. Mama tega lihat anak Mama di negeri orang sendirian nggak ada yang kenal? Maaa." Emlyn terus merengek seperti anak kecil. Dia yang biasanya bisa mempertanggungjawabkan tindakannya, kali ini butuh bantuan sang Mama untuk bisa lolos dari cobaan hidup yang tak pernah terbayangkan.

"Cari duit sendiri di sana. Pilihanmu, kan, untuk pergi ke sana. Ini untuk mengajarkan kamu mandiri dan mendengar apa kata orang tua."

"Sayang, kamu nggak boleh begitu sama Em. Dia anak kita. Perempuan. Itu negeri orang yang kita nggak tahu kehidupannya gimana." Harry menampakkan dirinya setelah melihat istrinya menyerang si anak karena kekecewaan.

"Pa, tolongin Em. Entar kalau anak Papa yang imut ini kenapa-napa yang nyesal kalian, lho. Entar beredar di surat kabar, 'Seorang warga Indonesia yang cantik dan imut tersesat di Korea dan dibunuh serta diambil ginjalnya oleh pembunuh berantai'. Mau anaknya begitu?" ancam Emlyn.

"Belajar tanggungjawab, Em. Kamu udah besar. Kamu bertindak tanpa restu."

Ponsel yang tadinya dipegang oleh Danita kini diambil alih oleh Harry. Ia tidak ingin melihat anaknya semakin tertekan dengan kerasnya Danita.

"Sekarang kamu di mana, Em? Itu kamar siapa? Kamu hidupnya gimana?"

Emlyn melihat seisi kamar. Bagaimana ia harus menjawabnya? Haruskah dikatakan ia tinggal di rumah seorang lelaki yang selama ini diidolakannya? Hal tersebut akan membuat Danita mencoret namanya dari Kartu Keluarga.

"Aku ditolongin ibu-ibu yang punya cafe dan nampung aku di rumahnya. Untung Ibunya baik. Ini kamar anak perempuannya." Emlyn tidak berbohong, ia hanya tidak mengatakan secara sempurna.

"Alhamdulillah. Mama kamu ngomong begitu karena dia kecewa dan khawatir sama kamu. Jangan dimasukin hati ya. Kamu jaga diri baik-baik. Papa akan cari cara supaya kamu bisa pulang. Papa usahakan, Papa yang langsung jemput kamu. Papa nggak percaya kalau kamu harus pulang sendirian. Pergi dengan rombongan aja bisa kesasar, apalagi kalau sendirian. Sementara ini Papa masih ada jadwal operasi. Rumah sakit lagi rame, pasien yang butuh penanganan segera semakin bertambah ...."

Harry bercerita panjang lebar tentang kegiatannya di Rumah Sakit. Hal ini berhasil meringankan Emlyn. Ia tertawa sesekali saat Harry bercerita lucu tentang salah seorang pasiennya.

Mengintip dari pintu, membuat Chanyeol lega bahwa perempuan itu sudah bisa tertawa sambil berbicara dengan entah siapa, dia tak tahu. Melihat hal demikian membuat Chanyeol tak ingin mengganggu lebih dulu, ia memutuskan membawa kembali nampan di tangannya ke bawah untuk ditata di atas meja. Menunggu di bawah sepertinya menjadi pilihan yang lebih baik.

Benar saja. Lima belas menit menunggu, perempuan berkerudung itu turun dengan mata merah usai menangis. Ia menyapa Chanyeol dengan kikuk dan senyum mengulum.

"Maaf, aku bertindak tidak seperti biasanya," ucapnya pelan.

"Bukan masalah. Pasti ada hal yang mengecewakan. Sekarang kamu sudah baik-baik saja?"

"Jauh lebih baik. Orang tuaku menelepon dan mereka menghiburku," aku Emlyn.

"Syukurlah." Chanyeol tersenyum lebar memperlihatkan lesung pipinya. "Kamu mau makan sekarang? Aku membuat sup dan coklat hangat. Kuharap bisa turut menenangkanmu."

Emlyn menatap lelaki di hadapannya. Matanya yang bulat berbinar. Senyum di bibir tebalnya menebar semangat. Dia lelaki penuh aura positif.

"Terima kasih atas kepedulianmu. Aku hari ini sepertinya hanya menambah berat badan," candanya.

"Bukankah itu bagus? Banyak perempuan yang selalu berpikir untuk menurunkan berat badan agar terlihat cantik hingga membuat mereka sakit. Padahal, mereka cantik bukan karena berat badan. Mereka cantik dari cara bersikap dan berpikir."

Emlyn tersenyum simpul mendengar pernyataan Chanyeol. Apa secara nggak langsung dia bilang bahwa aku cantik tanpa harus peduli makan sebanyak apa? Wah, laki-laki memang pandai buat perempuan tersipu.

Emlyn menyantap sup buatan Chanyeol dan menghabiskan coklat hangatnya tanpa sisa. Tidak berniat rakus, hanya saja ini adalah cara menghargai buatan orang lain dengan pujian tersirat.

"Apa lain kali aku bisa membuatnya lagi untukmu? Sepertinya kamu suka," tanya Chanyeol.

Apakah akan ada lain kali untuk kita? Oh, kenapa otakku berkeliaran kemana-mana?

"Jika masih memungkinkan, aku akan menyantapnya," respons Emlyn hangat.

"Mau menikmati udara malam?" ajak Chanyeol ragu.

Berpikir sejenak, Emlyn pun mengangguk. Tidak ada salahnya menerima ajakan tersebut.Bisa menambah daftar kenangannya saat pulang nanti.

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang