Emlyn tidak tidur semalaman. Tidak bisa dipungkiri ada rasa sesal atas apa yang diucapkannya pada Chanyeol malam tadi. Namun, ia pun tidak bisa berbuat banyak. Selama ini, ia selalu berharap akan ada keajaiban yang berpihak pada mereka. Keajaiban apa yang bisa terjadi untuk dua manusia yang bertolak belakang dalam segala aspek? Keajaiban itu hanya fiksi. Emlyn harus menyadarkan diri bahwa dia dan Chanyeol bukalah insan yang diciptakan untuk menjadi pasangan. Mereka harus realistis.
Mungkin, dulu dia bisa saja menentang Danita berulangkali karena kegilaannya pada Chanyeol dan harapan-harapan yang melambung tinggi. Semakin ke sini, harapan itu semakin tipis karena ia mulai memahami, semua tidak semudah ekspektasi. Ia terlalu ingin memaksakan keadaan walau yang sering ditampakkan adalah kecemasan.
Siapa yang tidak ingin bersama dengan orang yang dicintai? Saat idolanya memiliki perasaan serupa, bukankah itu artinya mereka layak untuk bersama? Tidak demikian dengan takdir. Terkadang persamaan rasa antar keduanya hanya bisa sebatas sama bukan untuk bersama.
Ketukan dari arah pintu kamarnya sedari tadi terdengar, dan Emlyn memilih untuk abai.
"Kakak benar-benar nggak mau keluar? Bang Chanyeol mau pamit." Aqmar memperjelas tujuannya mengetuk pintu kamar.
"Ini terakhir kali aku manggil ya. Capek aku bolak-balik dari tadi. Kalau bukan karena disuruh Papa juga nggak akan mau aku gini, Kak." Masih sempat Aqmar mengeluh perihal kakinya yang letih karena bolak-balik memanggil Emlyn yang tidak keluar kamar sejak tadi. Aqmar bahkan sudah telat berangkat sekolah. Bisa dicabut predikat siswa rajin dari namanya kalau begini.
"Jangan nyesal ya kalau misal Bang Chanyeol pulang dan kalian nggak ketemu lagi." Setelah peringatan itu dikeluarkan, tak lagi terdengar suara Aqmar di sana. Sepertinya ia sudah pergi dan tidak peduli lagi dengan Emlyn.
Kalimat yang diucapkan Aqmar sungguh menyakitkan hati. Kalimat yang tak pernah diinginkan untuk menjadi nyata.
"Gimana bisa aku membiarkan kamu pamit padahal aku yang minta pergi? Gimana bisa aku lihat kamu pergi dan nggak balik lagi padahal aku yang ambil keputusan ini? Sakit banget, Chan. Andai sejak awal aku tahu akan sesakit ini mungkin aku akan dengar kata Mama. Andai aku nggak mengizinkan perasaanku terus berkembang. Andai aku bisa mengatur isi hatiku untuk kamu. Andai aku membatasi diri dengan cukup sekadar mengidolakanmu. Tapi, apa semua perandaian itu akan membuatku sembuh? Nggak akan, Chan."
Emlyn terisak tangis dengan dada yang kian sesak. Matanya sudah bengkak karena menangis semalaman. Tidak mudah baginya mengambil keputusan seperti semalam. Tapi bukan berarti ia bisa mengembalikan keadaan lagi, kan? Kali ini ia harus realistis. Tidak bisa terjerumus dalam bayang-bayang semu selamanya. Ini perihal masa depan yang bukan sekadar angan. Ada iman yang dipertaruhkan. Ada keluarga yang harus dipertahankan.
Belum habis air matanya mengalir, ketukan pintu kembali terdengar. Akan tetapi, bukan suara Aqmar di sana.
"Em..."
Bergetar tubuh Emlyn mendengar suara tersebut. Tertatih kakinya melangkah ke pintu kamar. Bukan untuk membukanya, melainkan hanya menyentuh dan menahan diri untuk tidak bertemu dengan lelaki tersebut agar tidak menambah luka.
"Aku mau pamit, Em. Aku harus kembali ke Korea." Sejenak Chanyeol diam. Mungkin sedang menimang kata yang pantas. "Awalnya kupikir kehadiranku di sini bisa menjadi permulaan yang baik untuk kita, ternyata malah menjadi akhir seperti yang kamu bicarakan." Chanyeol mendesah berat walau bibir berusaha mengembangkan senyum.
"Mungkin kamu sekarang berada di situasi yang sangat sulit sehingga memilih jalan pisah. Aku sudah memikirkannya semalam. Jujur, aku marah saat kamu memutuskan untuk mundur. Tapi, apa hakku untuk memaksamu? Sekarang, melihatmu terkurung di dalam sana membuatku yakin, ini sama beratnya bagimu. Istirahatlah dari rasa sakit, Em. Aku akan pulang ke negaraku."
Tangis yang sedari tadi ditutupi, kini pecah dan dapat didengar jelas oleh Chanyeol. Tangis itu turut menyakitkan perasaan Chanyeol. Ingin ia bawa perempuan kecil itu dalam dekapannya, membelai dan menguatkannya, berkata bahwa semua akan baik-baik saja. Namun, lagi, ia tidak punya kuasa melakukan hal sejauh itu.
"Em, jaga diri baik-baik. Aku tidak ingin berjanji, tapi satu hal yang ingin sekali kulakukan untuk kita. Aku akan berjuang dengan caraku. Untukmu, tak perlu menungguku. Belakangan ini aku seringkali membaca kutipan perihal pasangan. Katanya, sejauh apapun kita pergi, tapi jika memang sudah digariskan maka takdir akan membawa kita kembali. Aku sedang mempercayai itu."
Chanyeol menempatkan telapak tangannya di badan pintu kamar Emlyn. Berat rasanya harus berpisah tanpa bertatap muka. Tak sanggup ia meninggalkan Emlyn yang sedang terluka. Ia tidak akan menyalahkan keadaan ataupun perasaan. Dipahami, bahwa ini bukan kesalahan, ini adalah ketidaksengajaan yang berujung menyakitkan. Namun, jika pun harus diulang kembali, ia akan tetap memilih jalan ini.
Begitupula dengan Emlyn yang semakin terisak di dalam kamar. Badannya bersandar di pintu. Ingin sekali rasanya membuka pintu. Tapi, itu hanya akan menambah rasa sakitnya. Ia harus melatih diri menerima takdir pahit ini. Tidak semua kejadian bisa sesuai dengan yang diinginkannya. Ini sudah jalan Tuhan untuk keduanya. Ikhlas adalah satu-satunya keharusan yang dijalani saat ini.
"Aku terlalu dalam punya perasaan untuk kamu, Chan. Dan aku nggak tahu bisa memiliki rasa seperti ini untuk orang lain lagi atau nggak," lirihnya dalam tangis dengan suara yang tidak jelas. Chanyeol yang sudah beranjak meninggalkan kawasan kamar Emlyn pun sudah tentu tidak mendengar kalimat itu.
Mereka bertemu dan memiliki di bawah atap rumah Chanyeol, dan kini memilih berpisah pula di bawah atap rumah Emlyn. Memangkah mereka tidak diciptakan untuk berada di bawah atap yang sama untuk saling menukar cinta dengan nyamannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Love You
Romance🍁Romance🍁 Emlyn diteror menikah oleh orang tuanya. Sementara dirinya sibuk dengan dunia halu bersama para Oppa. Dia tidak pernah berpikir tentang pernikahan. Hidupnya hanya tentang pekerjaan-sebagai penulis skrip-dan fangirling. Saat tour ke neger...