VI. Menginap

225 37 49
                                    

Hari sudah malam. Mereka pulang bersama ke rumah, kecuali Yoora. Yoora sudah tinggal bersama suaminya di rumah yang terpisah dari keluarga. Emlyn jelas merasa canggung saat harus pulang ke rumah seseorang yang dikaguminya. Namun, yang jadi permasalahan bukan itu. Mereka tidak saling kenal. Emlyn hanya tahu tentang Chanyeol berdasarkan info yang beredar di internet. Sementara keluarga Chanyeol sama sekali tidak mengetahui apa-apa tentang dirinya. Akan tetapi, mereka berbesar hati mengajaknya untuk tinggal bersama sementara waktu. Haruskah ia berbangga hati sekarang karena bisa serumah dengan idolanya?

"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Mama Park.

Emlyn mengusap tengkuknya. "Aku hanya merasa kalian terlalu baik padaku. Aku tidak nyaman diperlakukan seperti ini. Aku hanya orang asing dalam kehidupan kalian."

Mama Park merangkul perempuan berhijab itu. "Tenanglah. Kami bisa melihat bahwa kamu anak baik. Kamu anggap saja ini rumahmu sendiri."

"Sekarang kamu istirahatlah. Kamu bisa menggunakan kamar Yoora. Kamar itu sering tidak ditempati karena dia jarang menginap di sini. Dengan adanya kamu di sini, kami seperti merasakan hadirnya anak perempuan lagi," tambah Papa Kim.

"Mari kuantar," ajak Chanyeol dengan tangan menyilakan.

Emlyn menjawab mereka semua dengan senyuman khasnya. Ia mengikuti langkah Chanyeol dari belakang. Ia tidak berani untuk berjalan di sampingnya, merasa tidak pantas. Pun, tubuhnya terlalu kecil jika disandingkan dengan Chanyeol. Terlihat seperti bapak dan anak. Jika ia berjalan dari belakang, maka, selain menghindari dirinya terlihat kecil, ia juga bisa sekaligus menutupi rasa senangnya karena sedang berada dalam radius yang sangat dekat dengan lelaki yang selama ini begitu dikaguminya.

Mereka sudah berada di lantai dua, tepat di depan sebuah kamar dengan pintu kayu berwarna pink dan ada gantungan yang bertuliskan YOORA'S ROOM. Chanyeol membukakan pintu, menyilakan Emlyn masuk dan membiarkan perempuan itu melihat-lihat seisi kamar. Kamar ini didominasi warna pink, rak buku yang rapi, serta beberapa vas bunga tertata di atas meja dan nakas.

"Sepertinya kamu bukan pencinta warna perempuan," tebak Chanyeol membuat Emlyn harus mendongak dan mengernyitkan alis.

"Yaaa, begitulah yang aku tangkap dari penampilan dan tingkahmu. Kamu mengenakan pakaian kasual dan bersikap apa adanya serta sopan. Apa kamu menyukai warna hitam?" sambung Chanyeol.

"Tepat," aku Emlyn cepat.

"Berarti pakaian yang kubeli tidak salah. Aku membeli pakaian berwarna hitam dan abu. Semoga kamu menyukainya. Dan untuk kamar ini, bersabarlah selama di sini, karena kamu harus melihat warna yang begitu feminim untuk kamu yang tidak feminim. Atau kamu mau tidur di kamarku?"

Mata Emlyn segera membola, seakan bulatan hitamnya akan keluar, saat mendengar pertanyaan Chanyeol.

"Bukan. Bukan begitu maksudku. Aku lebih sering tidur di studio, jadi kamarku juga kosong. Jika kamu mau suasana yang sesuai sepertinya kamarku lebih cocok untukmu dibanding kamar kakakku." Chanyeol memperjelas maksudnya agar Emlyn tidak salah paham.

"Ah, tidak masalah. Aku diizinkan menginap di rumah ini saja sudah sangat terima kasih," jawab Emlyn singkat.

"Baiklah. Oh iya, besok akan kubeli ponsel baru untukmu."

"Tidak perlu," tolak Emlyn.

"Kamu membutuhkannya, bagaimana bisa kamu menolaknya? Dengan adanya ponsel, kamu bisa menghubungi teman-temanmu. Kalian bisa kembali bertemu dan kamu bisa kembali ke negeri asalmu."

"Aku sangat merepotkan, kan?" lirih Emlyn.

"Tidak. Aku tidak merasa demikian. Aku malah merasa senang bisa membantumu. Hanya saja, kamu perlu bertemu mereka. Karena kamu tidak mungkin selamanya berpisah dengan mereka. Benar, kan?"

Emlyn melihat ke arah Chanyeol yang tersenyum ke arahnya dengan mata penuh binar. Lelaki ini tepat seperti yang ia lihat di layar kaca. Berambisi. Semangat dalam membantu orang lain. Mungkin bagi lelaki ini menolong Emlyn merupakan tantangan sendiri, sehingga ia begitu senang bisa melakukan banyak hal untuk Emlyn.

"Terima kasih," ungkap Emlyn.

"Ucapkan itu saat kamu sudah bisa kembali nanti," balas Chanyeol.

"Istirahatlah. Kamu pasti sangat lelah. Jika butuh apapun, panggil saja aku di kamar sebelah. Malam ini aku tidur di rumah," sambung Chanyeol.

Emlyn melihat lelaki tinggi itu berbalik badan dan menutup pintu kamar. Ia mulai duduk di pinggir ranjang dengan mata yang kembali menyisir seisi kamar. Tubuhnya memang sudah lelah, tapi matanya tak kunjung mengantuk-mungkin efek kopi yang tadi diminumnya. Ia ingin membaca buku, tapi semua berbahasa Korea, mana paham dirinya yang buta huruf Hangeul.

Ia melangkahkan kaki menuju jendela dan menarik tirai berwarna krem. Perlahan ia mendorong bingkai kaca itu hingga angin menyusup ke kamar. Dapat dirasakan hawa dingin dari luar tapi tetap segar. Suasana malam dari tempat ini terlihat indah, dengan gemerlap bintang yang bertaburan di langit luas. Tergambar lengkungan dari bibir tebal Emlyn. Meski tersesat, tetap ia merasakan syukur, karena dipertemukan dengan keluarga baik yang dengan penuh keramahan ikhlas menolongnya.

Sayup terdengar suara petikan gitar. Ia memfokuskan indra pendengarannya, sepertinya sangat dekat.

Iroen najiman saranghae jugenni

Ibeonen ireon naega neoran mariya

Nega nae gyeote isseul ttaen geugeol mollaneunde

Dwineutge ppajigo maratdan mariya

Lirik lagu yang begitu dikenalnya ternyanyikan dengan sempurna oleh suara berat seorang lelaki. Jelas ia mengetahui milik siapa suara itu. Suara yang selalu mengalun di telinganya melalui earphone. Dan lagu itu. Itu lagu favoritnya. Lagu tersebut berkisah tentang seseorang yang jatuh terlalu dalam pada kekasihnya dan selalu memikirkan kekasihnya.

Tanpa bersuara, ia terus mendengar lagu yang didendangkan oleh pemilik kamar sebelah. Lelaki yang memiliki suara berat itu dengan fokus memetik gitar dan menyanyikan beberapa lagu ballad seakan sedang menidurkan seseorang.

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang