Chapter 02

895 160 23
                                    

Aku adalah seorang penulis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku adalah seorang penulis.

Penulis dengan jutaan imajinasi.

Banyak sekali ide-ide yang terangkai dibenakku, berjalan begitu cepat seperti sebuah roll film lama yang usang dimakan oleh waktu. Aku jelas kebingungan bagaimana cara mendeskripsikannya, tetapi menuangkan tiap ide rumit di kepala menjadi sebuah tulisan adalah sebuah kebanggan tersendiri untukku.

Bukankah aku hebat sekali mampu menulis untaian kata yang belum pernah tergambarkan oleh orang-orang di luar sana?

Ah, mungkin aku memang terlampau percaya diri hanya karena merasa sedikit lebih hebat dari yang lainnya.

Karena faktanya aku hanyalah manusia biasa. Manusia yang tidak pernah berfikir memiliki bakat yang menganggumkan layaknya orang-orang hebat di layar televisi sana.

Aku biasa saja, menjalani kehidupan yang biasa saja pula.

Maka dari itu rasanya sungguh tidak tahu diri sekali jika aku menyukai seorang pria yang diberkati bumi di sana.

Pria itu, sosok menganggumkan yang nampak tampan tiap kali mataku bersitatap dengannya. Matanya yang gelap itu memantulkan sosokku, sosok yang memujanya tiap kali ada kesempatan datang.

Aku ingin sekali mengutarakan ribuan rasa dalam dada. Namun, seluruh untaian kata seakan tersedat di tenggorokan, sulit sekali untuk sekedar mengucapkan sepatah kata.

Aku selalu gelagapan kala iris mata indah itu menatapku dalam diam.

"Tuan, apa kau sudah tau bahwa para penulis lebih suka menulis tentang orang yang mereka cintai dibandingkan orang yang mereka benci?"

Bisa ku lihat nafasnya yang bergerak teratur, begitu juga dengan gigi gingsul yang kembali terlihat kala ia membuka mulutnya.

Tertutup, urung mengutarakan kalimat. Sosok itu nampak berfikir sejenak, sebelum kemudian kembali menatapku dengan iris mata gelapnya.

Tawa pelan mengudara, membuat matanya tertutup seketika.

"Kalau begitu, Nona Penulis, sekarang katakan padaku siapa sosok lelaki yang tengah kau tulis itu."

Mata sipitnya terbuka, menatapku dengan tatapan sayu yang selalu sukses membuat genggaman tanganku pada pena ditangan gemetar.


















"Engkau, Tuanku."

LIMERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang