Chapter 05

332 84 4
                                    

Pagi yang sangat indah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pagi yang sangat indah. Burung-burung seakan bernyanyi riang menyambutku yang baru saja terbangun dari buaian dunia mimpi.

Dengan santai aku turun dari kasur, berniat untuk aku membuka jendela demi menghirup udara pagi yang pasti terasa menyegarkan. Ditambah, semalam baru saja hujan lebat. Aku menantikan aroma petrichor yang menenangkan.

Ngomong-ngomong sekarang dingin sekali.

Dingin?

Tunggu sebentar.

"16°C, pakai selimutmu."

Refleks aku berlari dan melompat ke atas kasur. Aku berguling, menggelung tubuhku dalam selimut tebal.

Ketika kepalaku berhasil keluar dari gelungan selimut, pandanganku langsung terpusat pada sosok yang tengah menenggak sebotol air putih di sana.

Ia memakai kaus hitam dan celana training untuk olahraga. Aku tebak, dia baru saja selesai lari pagi. Terlihat jelas dari keringat yang menyusuri pelipis dan lehernya.

Anugrah dipagi hari, mataku langsung terbekati.

Sosok indah yang selalu berhasil menarik perhatianku itu memang terasa dingin sekali. Tatapan matanya yang tajam itu seakan menusuk.

Mungkin jika tatapannya bisa membunuh, aku sudah mati sedari dulu.

Tapi, dia menarik sekali. Sial, aku kembali jatuh cinta tiap kali melihat iris matanya.

"Selamat pagi, Tuan!"

Aku mengulas senyum kala bersitatap dengan iris coklat gelapnya. Siapa tau senyumku mampu melelehkan sikap dinginnya.

Iya, siapa tau.

"Aku menyukaimu, kapan kau akan menyukaiku?"

Gerakannya terhenti. Tangannya bergerak meletakan handuk kecil ke atas meja. Sebelum kemudian menatapku sepenuhnya.

"Apa ini termasuk satu dari sekian perkataan manis tanpa dasar yang keluar demi menarik perhatianku?"

Dia mengatakannya seakan tanpa beban, sungguh berbeda dengan diriku yang nyaris terguncang tiap kali melihat sepasang gigi gingsul itu terlihat kala ia berbicara.

Demi Tuhan, tidak bisakah pria yang satu ini untukku saja? Berulang kali aku meminta pada sang pencipta.

Tapi kenapa dia tidak luluh juga?

"Bukankah sejak awal aku sudah mendapatkan perhatianmu?"

Ini hanya candaan. Karena dia memang sosok yang dingin sekali, mana mungkin dia memiliki waktu untuk memperhatikan perempuan aneh sepertiku.

Namun dia hanya terdiam, tidak tertawa selayaknya apa yang tengah aku lakukan. Tanpa sadar aku menarik nafas kala menyadari arti tatapannya.

"Entahlah."









































"Kurasa begitu, Nona."

LIMERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang