Hidupku itu seperti sebuah roll film usang yang hanya memiliki warna hitam dan putih di dalamnya.
Rutinitas yang menjemukan. Bangun di pagi hari untuk berolahraga, bekerja dari mulai jam delapan hingga petang.
Dan bermain game sepanjang malam.
Aku tidak pernah protes dengan hal itu. Segala warna yang terasa kusam itu sudah dari dulu menyatu dalam nadiku, membuat diriku lambat laun mendingin seperti balok es yang tidak pernah mencair.
Tidak, aku tidak sedingin itu.
Aku masih dapat mengulas senyum formalitas pada mereka yang berusaha basa-basi demi bisa mengenal seperti apa karakterku.
Aku masih bisa berbincang bersama para gadis yang datang demi bisa merayuku. Adapun aku hanya mengucapkan satu patah kata singkat saat merespon perkataan mereka.
Itu sudah lebih dari cukup, bukan?
"Sepertinya dia menyukaimu."
Aku dengan jelas dapat melihatnya.
Beberapa dari mereka berusaha memberikan kode bahwa mereka tengah jatuh hati.
Aku bukannya tidak peka. Aku hanya tidak mau membuang waktu bersama mereka yang tidak aku sukai.
Percuma memberikan kode demi bisa menarik perhatian. Sungguh, aku tidak tertarik dengan strategi klise para wanita yang tidak ingin susah payah menjatuhkan gengsi demi meraihku.
Mereka semua membosankan.
Sama seperti hidupku.
"Halo, Tuan! Aku ingin bertanya sesuatu yang sangat penting!"
Aku masih bisa mengingatnya dengan jelas. Suara nyaring yang memanggilku dengan keras, iris mata dengan binar cerah, sebuah pena hitam serta notebook di tangan.
Dan bibir tipis yang tersenyum manis tiap kali bertemu pandang.
Itu adalah setitik warna dalam dunia monokrom yang ia berikan di pertemuan pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE
Romansa"Menurutmu, kira-kira lebih dulu mana antara kau yang jatuh cinta padaku atau aku yang mati membeku karena sikapmu?" Original by Lyliana Emeraldine