Chapter 15

135 39 4
                                    

Semenjak hari itu, dia tidak pernah sekalipun menghubungiku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Semenjak hari itu, dia tidak pernah sekalipun menghubungiku.

Ya, nona penulis yang manis itu terlihat jelas sekali menghindar.

Tidak ada lagi pesan selamat pagi ataupun pertanyaan-pertanyaan nyeleneh yang biasa ia ketik dengan jemari kecilnya.

"Hei, Tuan! Bagaimana sekarang? Apa kau sudah jatuh cinta padaku?"

Aku menatap ponsel dalam diam, memperhatikan pesan kemarin malam. Sudah berapa menit kira-kira aku duduk diam di pojok kamar? Menanti pesan yang entah akan datang atau tidak.

Tunggu, menanti?

Aku? Aku menanti pesan dari seorang gadis?

"Sial."

Kuhempaskan gitar di pangkuan. Gitar yang seharusnya aku petik itu justru berakhir tergeletak di atas kasur.

Menyedihkan.

Seperti aku.

"Hei, bung! Sedang apa kau?!"

Aku menghela nafas panjang, membiarkan kawanku datang mengacak-acak kamar-mencari makanan yang sekiranya bisa ia masukan ke mulut besarnya itu.

Kusibukan diri menggulirkan konten demi konten yang muncul di layar ponsel. Kira-kira, nona penulis itu memiliki sosial media tidak, ya?

Ah, benar juga. Selama ini aku tidak pernah sekalipun melihat tulisannya. Walaupun ia selalu berkata tengah menulis segala sesuatu tentangku, tapi aku tidak pernah sekalipun membaca hasil karyanya.

Kira-kira seindah apa?

"Kau sedang patah hati? Wow! Seorang laki-laki yang tidak peduli dengan wanita cantik ini sedang patah hati?! Hahaha!"

Sungguh, daripada meladeni perkataannya lebih baik aku bermain gitar saja.

"Tunggu, kau benar-benar patah hati?"

"...."

"Serius?!"

Iris mataku menatap senar gitar yang mulai berbunyi. Memikirkan beberapa lagu sembari mengigit pick gitar.

Tiba-tiba aku teringat lagu yang gadis itu gumamkan.

"... Oh, there she goes again
Every morning it's the same...."

Ya, harusnya pagi ini aku disambut dengan sebuah chat dengan pertanyaan lucu. Kerap kali membuatku membayangkan bagaimana bibirnya seandainya menceritakan banyak hal kepadaku.

Dia aneh.

".... Can't get my mouth to say the words they wanna say to you."

Dan sangat cantik.

"Hei! Kalau begitu bagaimana dengan gadis berkacamata itu? Dia tidak lagi mendekatimu kan? Kalau begitu aku akan mendekatinya!

"In my dreams you're with-apa?"

Jariku yang tengah memetik senar gitar refleks terhenti. Kawanku-lebih tepatnya si sialan itu tersenyum begitu lebar. Tanpa sadar rahangku mengeras karenanya.

"Ayolah, kawan! Selama ini kau sudah serakah sekali! Kau tidak menerimanya tapi juga tidak mendorongnya menjauh. Sekarang dia tidak mendekatimu lagi. Jadi, aku boleh mendekatinya, kan?"

Aku merasa tertohok. Awalnya aku menanggapi nona itu karena dia terlihat begitu unik dan lucu. Tangannya yang sibuk menulis di atas kertas, sesekali menaikan gagang kacamata yang turun kala ia menunduk itu terlihat begitu menggemaskan.

"Dia tipeku tahu! Dia sangat manis dan lucu! Selain itu wajahnya juga cukup cantik! Astaga, pria mana yang membiarkan nona secantik itu menjomblo hingga-"

Tak!

Bisa kulihat atensinya berpusat pada gitar yang tengah ku pegang. Ia terlihat ngeri, kemudian mundur beberapa langkah kebelakang.

Aku menghela nafas panjang kala menyadari bahwa aku telah memutuskan dua sinar gitar kesayanganku.

"Kau... tidak sedang benar-benar jatuh cinta, kan?

Sial.

LIMERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang