Chapter 17

254 43 3
                                    

Aku lupa kapan terakhir kali jatuh cinta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku lupa kapan terakhir kali jatuh cinta.

Walaupun pernah ada seseorang yang menjadi pasanganku, tapi sejujurnya aku tidak secinta itu padanya.

Saat kami putus pun aku tidak butuh waktu lama untuk lupa. Kurang dari tiga hari malah.

Aku bukan seseorang yang mudah jatuh cinta. Bahkan walaupun ada gadis cantik dengan kulit seputih susu yang mendekatiku pun rasanya biasa saja. Hambar, aku tidak memiliki perasaan apapun padanya.

Kawanku berkata bahwa aku adalah seorang gay sejati. Ya, itu sebelum nona penulis datang menyerobot alur hidupku yang awalnya lurus dan damai.

Ia seperti kembang api. Meledak begitu kencang hingga membuat hidupku berantakan.

Perasaanku juga.

Kadang seperti permen kapas. Manis dan cantik. Matanya yang berbinar cerah itu selalu menatapku antusias.

Dia sering mengeluh ingin penglihatannya kembali normal. Tapi, sungguh ia sangat cocok dan indah kala memakai kacamata.

Kulitnya tidak seputih susu, namun pipinya akan memerah lucu ketika ia kedinginan atau menangis.

Seperti sekarang.

"Ah, dia memang brengsek."

Aku usap air mata dan ingusnya dengan lengan sweater. Aku tersenyum simpul kala alisnya menyatu lantaran emosi.

Lucu sekali.

"Dia selalu memakiku tiap ada kesempatan. Selalu."

Pria brengsek mana yang tega memaki perempuan semanis ini? Dia pasti sudah gila.

"Kau pasti tidak suka perempuan cengeng."

Ia nampak mengusap air mata dengan lengan bajunya yang nampak kebesaran.

"Kau pasti tidak menyukaiku."

Aku menarik tangannya pelan, semata mata menghentikan gerakannya yang kasar ketika mengusap mata.

"Kenapa bilang begitu?"

Matanya kembali berair disertai hidung yang memerah.

Jangan menangis.

"Kau 'kan tidak pernah menerima perasaanku. Kau selalu berkata belum menyukaiku, bahkan hingga detik ini, Tuan."

Ia masih tidak lupa dengan panggilan itu rupanya. Panggilan yang ia sematkan padaku saat pertama bertemu.

"Kau bahkan tidak bilang padaku bagaimana tipe idamanmu! Aku mau menyerah saja!"

"Kau."

"... Hah?"

Ku usap air mata yang kembali turun. Sejenak menatap sepasang mata yang menatapku bingung.

Iris mata yang berkilauan seperti bintang. Pipinya sangat lembut, seperti yang aku duga.

Sebenarnya sejak kapan?

"Yang seperti kau."

Sejak kapan aku dimabuk pesonanya?



























Sejak kapan aku dimabuk pesonanya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LIMERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang