Chapter 06

298 78 7
                                    

Mau tau satu fakta tentangku?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mau tau satu fakta tentangku?

Aku tidak suka pertengkaran.

Aku tidak suka kalimat bernada tinggi. Itu terasa menyakitkan untukku. Kendati aku akan melawan jika orang lain yang melakukan itu. Namun, jika itu adalah orang-orang yang aku sayang, aku tidak bisa menahan rasa sakitnya.

Air mataku meluncur begitu saja karena rasanya memang sesakit itu.

Aku itu pecinta damai.

Tapi sialnya sekarang hubunganku sedang tidak baik dengannya.

Iya, dia.

Tuan yang aku puja.

Jujur rasanya rumit sekali mengerti apa kemauannya. Dia tidak mau mengatakan secara gamblang apa yang ia inginkan atau apa yang membuat hatinya terasa mengganjal.

Aku harus pandai-pandai mengerti apa kemauannya.

Karena dia tidak seterbuka aku.

Aku bingung, sungguh. Sebenarnya dia ingin aku terus maju atau mundur?

Cara ia membalas perkataanku itu membuatku ingin segera meraihnya. Namun, melihat bagaimana ia merespon tiap kali aku menyatakan cinta.

Rasanya aku ingin menyerah saja.

Sialan.

"Hari ini tanggal berapa, ya?"

Jemari tanganku meraih kalender di samping kasur.

"30 Mei? Hari cepat sekali berlalu."

Tunggu.

30 Mei?

30 MEI?!

Spontan aku bangkit dari kasur. Berlari dengan kekuatan penuh ke arah benda persegi yang dapat menghubungkanku dengannya.

"Ada perlu apa? Bukankah kau sudah menyerah, Nona?"

Aku mengigit bibir mendengar sindirannya. Tangan kokoh itu nampak sibuk memainkan vape, sesekali menghisap benda kotak kecil berwarna hitam itu.

Dia terlihat sedang dalam kondisi mood buruk.

"Selamat ulang tahun!"

Ia mengernyit, kemudian menatap jam yang menunjukan pukul 01.00.

Untuknya hari memang telah berganti. Tapi, tidak untukku.

Ah, sial! Mustahil untuk menyiapkan kado!

"Maaf, aku tidak menyiapkan kado apapun untukmu. Dan lagi, hari ulang tahunmu justru menjadi hari yang buruk karena ulahku. Maaf, aku membuat moodmu memburuk."

Alisnya yang semula mengernyit kini tampak rileks. Entah kenapa, iris matanya melembut kala melihatku.

"Kau saja bagaimana?"

Aku mengangkat alis, bingung. Bibirnya terbuka, tawa pelan mengudara.































"Kau saja yang jadi kadoku, bagaimana?"

LIMERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang