Chapter 14

238 51 2
                                    

"Haloo, Tuan! Bagaimana hari ini? Apa kau sudah jatuh cinta padaku?!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Haloo, Tuan! Bagaimana hari ini? Apa kau sudah jatuh cinta padaku?!"

Aku tidak pernah berfikir bahwa aku akan jatuh dalam pesonanya.

Sungguh.

Aku benci mengakui bahwa dia sangat manis. Kacamata yang ia pakai kerap kali membuat aku tertegun sesaat.

Dia ceria, dia manis, dia berbeda, dia berkacamata.

Bagaimana mungkin ada perempuan seperti dia?

Dia adalah fantasiku tentang wanita.

Aku menutup mataku dengan telapak tangan, menarik nafas panjang kala bertemu sapa dengan iris coklatnya.

Nafasku tercekat. Sialan, dadaku berdebar kencang sekali.

Tidak mungkin aku jatuh cinta karena seingatku aku sudah abai dengan perasaan sialan itu sejak lama.

"Apa kau marah?"

Aku mengernyitkan alis, bingung dengan sikapnya yang terlihat ketakutan sekali. Matanya memancarkan rasa takut. Aku berdehem, berniat mengambil rubik di atas meja.

Namun, tiba-tiba ia bergerak menjauh. Pupil matanya bergetar, ketakutan.

"Kenapa?"

Ia tidak berani menatapku. Pupil matanya bergerak liar ke segala arah, kemanapun asal tidak bertemu dengan mataku.

Cerianya menguap, digantikan waspada dan gelisah.

Aneh.

Dia terlihat seperti refleks melindungi diri.

"Aku tidak marah, katakan padaku kau kenapa?"

Bibirnya tertutup, sebelum kemudian mulai menceritakan segalanya satu persatu.

Tentang dia yang takut akan amarah orang lain.

Tentang dia yang takut dengan suara keras.

"Saat kau menarik nafas seperti itu ... aku merasa bahwa kau akan memarahiku."

Aku menatapnya, menatap iris coklatnya yang berkaca-kaca. Jemari tangannya meremas ujung baju yang ia kenakan keras-keras.

Ah, siapa yang bisa marah pada mahluk seperti ini? Apa dia tidak punya hati?

Mana mungkin juga aku sanggup memarahinya saat dia menatapku dengan tatapan seperti itu?

"Aku merasa kau muak denganku jadi kau akan memarahiku tadi. Memarahiku dengan suara yang sangat keras."

"Memangnya kenapa jika aku memarahimu?"

Aku bisa melihat nafasnya tercekat, air matanya luruh kala bersitatap dengan iris mataku.

Aku ingin memeluknya.

Sangat ingin.

"Aku ... takut."

































Sungguh, bajingan mana yang berani membuatmu ketakutan hingga seperti itu?

LIMERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang