Langit pun sudah gelap ditempat kediaman Adira eh ralat maksudnya Galen, mereka berdua hanya berdiam diri dikamarnya masing-masing. Sampai suatu ketika perut Adira berbunyi kruyuk, ia ingin sekali kebawah untuk mengambil makanan tapi nanti ada Galen, bukan nya apa hanya saja ia masih malu dan yah agak sedikit kesal mengapa harus Galen.
Setelah berkecamuk dengan pikiran nya sendiri, ia memutuskan untuk turun berharap disana tidak ada laki-laki yang belakangan ini mengganggu pikiran nya.
Ia berjalan sambil mengendap-endap melewati lorong dan beberapa anak tangga, akhirnya ia sampai di meja makan, ada sedikit sisa makanan yang tadi siang diberikan oleh Galen. Pikirnya aman karena semua lampu dimatikan tapi ternyata dugaan nya salah, ketika ia membuka tudung saji itu seketika semua lampu menyala dan menampilkan sosok putih tinggi hanya memakai celana pendek dan juga kaos lengan pendek berwarna putih dan lengan nya agak sedikit di gulung.
Disana Adira hampir saja tersedak.
"Gak usah kayak maling ngumpet-ngumpet gitu Ra."
"Ckkk, lo ngapain sih len disini."
"Lah ini kan rumah gue."
"Iyaa tau maksud gue tuh . . Ckkk ah tau lah."
Galen menahan senyum nya, melihat raut wajah Adira baginya itu sangat lucu.
Adira menotice sebuah kaleng yang dibawa oleh Galen.
"Lo minum sambil gelap-gelapan?." Tanya Adira
"Hmmm." Galen hanya berdeham
"Kenapa?? Ada masalah??." Adira menanyakan pertanyaan yang membuat Galen bertanya kepada dirinya sendiri, ini harus diceritakan jika tidak akan membuatnya sesak sendiri.
"Boleh gue cerita?."
"Sure. Tapi jangan disini gue punya tempat yang enak buat nenangin pikiran, lo juga belom tau kan setiap sudut rumah ini dan juga lo harus ceritain kenapa rumah ini bisa dibeli sama lo." Perkataan Adira membuat Galen berdeham dan mengangguk menuruti.
Setelah itu Adira membawa nya menuju loteng yang dimana itu adalah tempat bersembunyian Adira dan hanya di ketahui oleh ayah nya saja.
Hanya ruangan yang tidak begitu besar didalamnya terdapat kursi, kasur kecil lukisan abstracts dan juga pernak pernik lain nya.
Galen cukup takjub karena begitu jendala nya terbuka ia bisa melihat hamparan langit yang dipenuhi bulan dan bintang.
Adira hanya tersenyum kecil, lalu mereka berdua berbincang di jendela tersebut sambil menikmati pemandangan langit diatas nya.
Setelah nya Galen membuka pembicaraan dengan menceritakan permasalahan nya tentang perjodohan karena perusahaan papa nya sedang mengalami penurunan, jika ingin stabil dan naik Galen harus di jodohkan dengan Nadine agar perusahaan papa Galen dan papanya Nadine bisa bekerjasama yang nantinya akan sama sama untung atau memenangkan tender jalan raya.
Adira mendengarkan nya tanpa memotong pembicaraan Galen sedikitpun. Adira pikir hidup Galen sudah paling enak nyatanya enggak, apa yang kita lihat belum tentu semua benar adanya, ada hal yang kita tidak ketahui yang ternyata itu adalah luka bagi seseorang.
Apalagi setelah tau jika Ibu nya Galen sudah tidak ada. Ia seperti melihat dirinya sendiri yang berusaha kuat namun ternyata rapuh.
"Jadi gue harus gimana yah Ra?." Pertanyaan Galen membuat Adira sedikit bingung, jika dia berada di posisi Galen mungkin ia akan memilih melarikan diri sejauh mungkin.
"Hemm. Klo ngerasa nya lo sanggup untuk menangin tender ini yaudah kerja keras dan berusaha sebisa mungkin. Lagian sebuah proses itu gak ada yang sia-sia kok, untuk hasil biar Tuhan tentukan. Lagian lo kenapa gak terima perjodohan nya??."
"Gue dulu memang sempat ada rasa ke Nadine tapi ternyata gue salah, perasaan gue ke dia hanya sebatas teman dan gak lebih dari itu."
"Tapi kan cinta bisa datang karena terbiasa."
Galen menatap Adira dengan lekat dan berkata "Mungkin bisa aja terjadi tapi gue gak mau ngorbanin perasaan sendiri hanya untuk bisnis biarin gue memilih pasangan hidup yang gue butuh dan yang gue mau." Perkataan Galen membuat Adira mengangguk mengerti.
Malam itu mereka berdua menghabiskan waktu untuk bertukar cerita dan bercanda gurau. Tak lupa Galen menceritakan tentang bagaimana ia bisa membeli rumah Adira. Waktu di rumah sakit ia tidak sengaja mendengar percakapan Adira dan juga Kak Jihan. Sebut saja Galen bodoh tapi ia tidak perduli setidaknya Adira tidak menikah dengan pria lain.
Adira yang menceritakan bagaimana setiap sudut rumah ini dipenuhi kenangan makanya sulit sekali bagi Adira untuk merelakan rumah nya.
"Galen makasih ya atas semuanya berkat lo gue masih bisa ada disini dan berkat lo juga gue punya pekerjaan." Sambil tersenyum
"My Pleasure Ra."
"Tapi Len klo orang-orang tau kita serumah pasti mereka mikirnya yang aneh-aneh deh."
"Pasti." Hanya satu kata yang keluar dari mulut nya Galen.
"Ckkk Len ah serius." Adira berdecak sebal
"Baweeeel." Sambil menarik hidung Adira, yang ditarik pipinya sudah merona bombai.
"Muka lo kenapa Ra?? Lo sakit??" Menilik setiap inci wajah nya Adira
"Galen serius lo brengsheeeek banget mau bikin gue mati muda lo hah. Aduh Adira Bayuni yuk bisa yuk jangan baper HUHA." Dalam hatinya bergumam
"Heh kok bengong." Galen menepuk pundaknya Adira
"Emm gue ke kamar dulu ya. Emm . . Itu emm .. kita harus bikin peraturan yaa karena kan satu rumah dan harus ada batasan nya, bikin nya besok aja klo lo mau disini gpp, gue duluan yaa." Adira langsung ngibrit lari ia sangat amat lemah dengan tatapan Galen dan segala tingkah nya.
Meskipun Galen memanggilnya sang hawa tidak mau menengok ia sudah kepalang malu karena tadi terlihat pipinya merah merona.
"Yaelah lucu banget pengen gue pacarin aja rasanya." Disana Galen tertawa renyah setelah puas menggoda Adira, kata Galen ternyata wajah Adira kalau lagi malu itu lucu dan cantik nya jadi nambah seratus kali lipat. Memang lebay bapak yang satu ini.
Tinggal Galen sendirian ia hanya menghela nafas sambil menupang tangan nya di dada, ia hirup angin malam yang begitu dingin menerawang bagaimana nanti jika semua nya tidak sesuai rencana.
Ia ingin sekeli bersama Adira namun apakah bisa? Entah kenapa kali ini Galen tidak percaya diri. Dimana Galen yang selalu bisa menorobos jalan berbatu kini tidak terlihat.
Cinta Galen ke Adira yang datang tanpa alasan membuat sang adam berkukuh bodoh akan masa depan yang belum datang dan lagi ia selalu di libatkan dengan masalah besar oleh papa nya. Semua itu baik menurutnya tapi tidak baik menurut Galen, sungguh egois bukan memutuskan masalah yang melibatkan orang lain namun yang terlibat tidak diberitahu terlebih dahulu.
Hidup memang penuh komedi. Kita hanyalah wayang yang disetir oleh sang dalang bergerak namun tak mampu bertindak, ingin marah pun tidak bisa. Jika kau tak sempurna dan sidalang tidak menginginkan habislah hidup mu, peran kau akan di ganti oleh wayang yang lain bahkan kau akan di buang begitu saja tanpa belas kasih.
Yang Galen hanya bisa lakukan hanyalah keluar dari zona nyaman.
Bersambung . . .
KAMU SEDANG MEMBACA
BACK AT YOU [HAMADA ASAHI]
Fanfiction"Arghhhh kenapa gue harus berhadapan sama CEO gak waras itu sih, gue bukan babu nya dia." Ketus Adira Semenjak hari itu bapak CEO ganteng sering sekali menyuruh Adira untuk membuatkan kopi padahal bukan job desc nya dan seperti ada perasaan yang ber...
![BACK AT YOU [HAMADA ASAHI]](https://img.wattpad.com/cover/305003554-64-k591093.jpg)