16. Kila, Nada, dan Rezvan

50 19 0
                                    

Selamat Membaca😊

 ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄

"Kenapa bisa gini sih..."

Kila hanya menggigit bibir dalamnya sembari menahan tangis saat Nada bertanya seperti itu, sejak Nada datang dan melihat Kila basah kuyup dengan luka di lututnya seketika membuat Nada menangis.

Nada datang mencari Kila karena Rezvan khawatir terjadi apa-apa lagi, karena tadi saat di kelas Rezvan mengetahui Revi meninggalkan kelas karena dijemput Hana. Rezvan tidak bisa berpikir positif mengingat kurang ajarnya Revi dan Hana tadi saat di kantin.

Akhirnya Rezvan pergi ke kelas Kila dan ternyata gadis yang dicarinya tidak ada, ia diberitahu Shaka bahwa tadi Kila dipanggil ke ruang guru. Wajah Rezvan jelas panik dan segera lari lalu memastikan apa benar Kila berada di ruang guru.

Melihat ekspresi wajah Rezvan seperti itu, Nada ikut lari menyusul Rezvan. Betapa terkejutnya mereka berdua saat tahu tidak ada Kila di ruang guru, kepala mereka semakin tidak bisa berpikir dengan positif, apa yang terlintas dipikiran mereka adalah pasti ini semua ada hubungannya dengan Revi. Umpatan yang tertahan pun lolos keluar.

Dan benar apa yang ada di dalam pikiran mereka, Nada yang mencari di setiap ruang yang terbilang sepi dengan buliran air mata sedih dan marah terbalaskan dengan menemukan Kila sedang terduduk lemas dengan seragam yang sudah terguyur air, entah apa yang terjadi ia tidak tahu.

Sekarang untuk kedua kalinya dalam hari ini, Kila dibantu Nada membersihkan tubuhnya menggunakan air bersih, dengan mata Nada yang masih mengeluarkan tangisnya.

"Udah..." tangan Kila mengusap air mata Nada yang jatuh. "Ingusnya keluar ini loh ah."

Nada menahan tawanya, "Lo sih basah gini! Pake acara mandi di sekolah aja."

"Iya, mau hemat air di rumah, biar bisa sekaya Danny," canda Kila.

Nada memukul pelan lengan temannya itu. "Ga lucu udah," ia menyeka air mata dan ingus yang keluar dengan kasar, "Gue tadi nyuruh Rezvan ngambilin baju olahraga, semoga dia udah balik gue liat dulu oke?"

Kila mengangguk, kemudian Nada keluar.

Tidak lama Nada sudah kembali dengan membawa baju olahraga, lalu segera ia berikan kepada Kila.

Selang beberapa menit Kila sudah mengganti baju basahnya dengan pakaian olahraga, ia keluar menghampiri Nada, di sana juga ada Rezvan yang bersender pada tembok.

Rezvan bangkit lalu berjalan menghampiri Kila yang berdiri tidak jauh darinya. Namun, belum sempat ia mengatakan apapun Nada sudah menatapnya penuh amarah.

"Makasi udah bantuin, urusannya udah selesai, pergi!" suruh Nada.

"Apaan sih Nad?" Kila memegang lengan Nada.

"LO UDAH BIKIN TEMEN GUE HAMPIR NANGIS VAN! LO LIAT?! DIA SAMPE KAYAK GINI!" suara Nada meninggi melampiaskan amarahnya, sedangkan lelaki di depannya hanya diam.

"NADA UDAH!" Kila menahan Nada. Sejujurnya ia juga sangat takut menghadapi sahabatnya jika marah, bahkan ingatannya sudah lupa kapan terakhir Nada meledakkan kekesalannya. Walaupun Nada sering berteriak atau cara bicaranya jauh dari kata lembut, tetap saja ia tidak terbiasa dengan marahnya Nada yang bisa berkali lipat level seramnya. "Yang bikin gue kayak gini bukan dia..."

"Maaf, udah stop," lerai Rezvan tetapi oleh keduanya tidak dihiraukan, padahal ia sudah setengah memohon.

"IYA NGERTI, GUE NGERTI, KARENA SETAN ITU KAN?! TAPI KARENA DIA," Nada menunjuk Rezvan, "LO GA BAKAL DIJAHATIN SAMA REVI."

"YA TAPI LO JANGAN NYALAHIN REZVAN MULU!" Tanpa sadar emosi Kila ikut tersulut.

"TERUS YANG SALAH SIAPA HAH?!" Nada membentak Kila.

Kila diam, tidak menjawab. Kepalanya mendadak berhenti berkerja, tidak ada kata atau kalimat yang mampu keluar dari mulutnya. Segalanya salah, ia tidak mengerti dimana kebenaran terletak.

"Terserah deh, lo susah dibilangin, La."

Nada pergi setelah mengakhiri adu mulut dengan Kila, ia marah, mungkin beberapa hari ke depan ia tidak akan memperdulikan Kila lagi.

~.~

Kila melamun sambil memandang kotak biru yang ia dapatkan hasil pemberian Rezvan untuknya, kotak itu masih sama, belum ia buka sama sekali. Ia bangkit dari duduknya kemudian merebahkan diri ke atas ranjang, ia memejamkan matanya tetapi tidak ingin tidur.

Kila kepikiran Nada, sejak kejadian bertengkar tadi ia tidak diajak bicara sama sekali. Sudah berusaha meminta maaf dan mengobrol tetapi sama sekali tidak direspon. Nada benar-benar tidak menganggap Kila ada, saat pulang pun langsung ditinggalkan begitu saja. ia segera tahu jika Nada benar-benar marah dan kecewa.

"Gue telpon aja, semoga sekarang marahnya udahan," ucap Kila kemudian mengambil ponselnya di atas nakas.

Satu panggilan dari Kila tidak dijawab oleh Nada.

Dua panggilan tidak dihiraukan.

Hingga lima panggilan tidak terjawab akhirnya Kila berhenti saja, ia takut mengganggu Nada. Siapa tahu sedang sibuk di sana? Kila hanya ingin berpikir positif. Toh, pasti ada saatnya sebuah pertemanan memiliki titik keruh, jadi ia harus positif thinking bahwa lusa semua akan kembali beres.

Kila merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan ponsel yang masih ia genggam, tidak lama kemudian tangannya merasakan getaran dari ponsel menandakan ada panggilan masuk.

Segera ia terima panggilan itu dengan cepat tanpa memperhatikan nama orang yang menelponnya.

"Halo Nad, sorry... jangan diemin gue terus donggg..." Kila memohon dengan melasnya.

"Eh, La." suara diseberang sana tidak enak. "Gue Danny," jawab Danny melanjutkan kalimatnya.

"LOH?" Kila melepaskan ponselnya yang menempel pada telinga, memberi jarak untuk membaca nama yang tertera pada layar ponsel. Ternyata bukan Nada melainkan Danny, "Ehehe maaf."

"Cepet baikan sana, suram kalau kalian diem-diem gitu." Bagaimanapun rasanya Danny ikut terjebak dalam kubus sempit yang minim udara, terasa sesak dan menyakitkan.

"Ya maunya gitu tapi dia aja ga nganggep gue ada, emang gue udah jadi transparan ya, Dann?" tanya Kila sambil menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Ia terlanjur penat hingga tidak mengatakan kalimat yang sedikit terdengar tepat.

"Sempet-sempetnya ya ni anak," Danny jadi melupakan tujuan awalnya menelepon Kila, beruntung ia segera ingat. "Liat foto yang gue kirim, La! gue bukan kayak Shaka sama Rezvan kalau gak ada kerjaan nelpon lo, ada masalah penting cepetan liat, jangan banyak nanya!" telepon ditutup oleh Danny setelah menjelaskan panjang dan lebar dengan terburu-buru. Kila pikir ia sedang mendengarkan rapp dari Danny.

Otak Kila mungkin lelah jadi harus loading mencerna perkataan Danny yang panjang dan diucapkan lumayan cepat. ia hanya terkena beberapa masalah, jika masalah otak lemot tolong jangan menghampiri dahulu.

Setelah jeda beberapa saat Kila akhirnya membuka room chat bertulis nama Danny, lalu ia segera bangun terduduk dari rebahannya melihat foto dua orang yang memakai seragam sekolahnya terlihat sedang berpelukan. Kila ingat bahwa itu adalah dirinya dan Adryan beberapa hari yang lalu. Seingatnya saat ia terpaksa mengambil roti yang sama sekali tidak ia minta.

"Apa lagi sih," tangan Kila memegang kepalanya yang tiba-tiba pening. Ponselnya ia lempar ke atas ranjang begitu saja kemudian kedua tangannya mengacak rambutnya frustasi.




Kau berharga, kehadiranmu membuat bahagia. Namun, jika tidak ada, sepi rasanya.


Bersambung

Earth √̲Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang