31. Kafe Kila

8 11 0
                                    

Selamat Membaca☺

 ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄
Untuk orang yang bahagia, satu tahun akan terasa cepat, akan tetapi akan sedikit lebih lambat menurut orang-orang yang berputus asa.

“Kilaaa! Shakila!” teriakan Shaka terdengar walaupun tidak terlalu keras sampai ke tempat Kila berdiri.

Sedangkan yang dipanggil belum menoleh karena masih melakukan proses transaksi pelanggan di kafe yang letaknya berhadapan dengan taman, Kila melayani dengan cekatan. Ia sudah mahir dan mudah melakukan peran kasir saat dibutuhkan, juga beberapa bagian lain yang berurusan dengan pelayanan.

Kila harus berterima kasih kepada Abian, setelah kepergian Kakaknya satu tahun yang lalu, ah, itu luka. Kila yang menggantikan menangani kafenya, mendadak memang. Walaupun beberapa bulan terlewat dengan keadaan Kila yang buruk sampai tidak mau berbicara dengan siapapun, tidak mau makan apapun, akhirnya ia bisa bangkit dari keterpurukannya.

Terpaksa ia harus belajar banyak hal dengan bantuan papa dan teman-temannya mengurus kafe karena keadaan memaksanya, ia tidak bisa kuliah seperti teman-temannya yang lain.

Kila benar-benar hancur dan tidak bisa pulih dengan cepat saat ditinggalkan Abian, hingga sekolah dan ujiannya berantakan. Test untuk masuk keperguruan tingginya tidak lolos dua kali, dan ia berakhir berhenti dahulu, ia butuh istirahat.

Dan Shaka bekerja paruh waktu disini, katanya ‘Gue males di rumah’ alhasil Kila mau-mau saja sahabatnya itu jika ingin melakukannya, Shaka cocok juga menjadi waiter.

‘Mungkin Shaka gabut,’ pikir Kila saat itu.

Hari berganti hari, Kila juga tidak terlalu kesepian dan jatuh dalam kesedihannya terlalu lama, ada Shaka yang hampir setiap hari bekerja disini saat tidak ada kelas, dan tidak lupa Nada dan Danny yang masih suka main dan hanya sekedar duduk diam di kursi Kafe yang sering mereka gunakan saat sekolah.

“Woy lo dicariin cowok lo nih, La!” suara Shaka terdengar lagi.

Kila tahu, ia tidak buta kok dan posisi Rezvan sudah terlihat dari pandangannya yang berada di tempat kasir itu.

Lalu tidak lama kemudian Hana tiba, yang tadi pamit kepada Kila ke toilet karena perutnya mulas berkata, “Udah sana, ditungguin pacar lo tuh.”

Setelah Kila menoleh, ia menganggukkan kepala dengan tersenyum. Terlihat seperti Senyum-senyum orang yang sedang jatuh cinta, memang betul, sih.

“Mungkin satu, dua atau tiga bulan masih anget-anget dan sayang-sayangnya orang pacaran, ya?” kata Hana sendirian saat melihat rona senyum Kila yang sekarang tidak terlihat karena sudah menjauhinya dan melangkah ke arah dua laki-laki yang tengah mengobrol.

“Yaudah Bu Boss, gue mau lanjut kerja,” kata Shaka sambil gaya-gaya-an hormat, saat Kila datang dan duduk di kursi depan yang diduduki Rezvan.

Mereka berdua memandang langkah Shaka yang menjauh, setelah tidak terlihat mereka saling tatap.

“Kuliahnya hari ini gimana? Lancar? Seru?” tanya Kila memulai pembicaraan. Memulai obrolan ringan, menanyakan kegiatan hari ini.

Rezvan mengangguk-angguk, “Lebih seru disini, bisa ngeliatin kamu.”

“Ihh.”

“Tapi boong,” kata Rezvan sambil menahan tawanya yang bisa saja keluar dengan keras setelah hampir membuat kekasihnya itu melayang tinggi.

Kila geram, tetapi Rezvan masih beruntung karena disekitarnya tidak ada barang yang cocok untuk ia lemparkan kepada laki-laki di depannya itu. Tidak mungkin Kila melemparkan vas berisi bunga yang indah di atas meja itu, ia bisa-bisa rugi. Harus berpikir berulang kali juga, karena vasnya sangat cantik, jadi sayang.

Earth √̲Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang