24. Mimpi

34 14 0
                                    

Selamat Membaca☺

 ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄

Pipi Kila kini sudah basah karena air matanya jatuh kembali, ia tidak menyangka dengan apa yang terjadi. Ia berjalan cepat mengikuti Dendra menuju ruangan ICU tempat Abian dirawat karena kondisinya parah.

Sesampainya disana ternyata sudah ada Nada, Rezvan, Shaka, dan Danny.

"Kamu duduk disini dulu ya," ucap Dendra sembari mengusap air mata Kila, ia harus mengurus keperluan yang dibutuhkan Abian dahulu.

Kila yang hanya berdiri ditempat, air matanya masih berlinangan, tangannya gemetar, dadanya sakit. Sungguh perasaan semenakutkan ini baru pertama ia rasakan. Hanya butuh beberapa detik saja, dipastikan ia akan jatuh lemas menyatu dengan lantai keramik dingin rumah sakit, jika Nada tidak menahan tangannya.

Nada menghampiri Kila, ia membawa temannya itu duduk dan menuntunnya. Ia memeluk Kila sangat erat sembari mengelus punggung Kila. Sahabatnya itu sedang terpuruk sekali, getaran hebat tubuh Kila sampai bisa meyalur dan ia ikut merasakan getar ketakutan gadis itu.

Linangan bagai anak sungai, enggan berhenti hingga menuju pantai, tak ada yang mampu menjadi perisai.

Tangis Kila membuat semua temannya yang berada disana merasa sesak dan iba yang amat besar.

"Kila... Gue tau lo kuat... Kalau udah ngga kuat gue akan disini... Gue akan berusaha nguatin lo," ucap Nada pelan-pelan karena tangisnya juga tidak mau diajak berkompromi, sepanjang ia menepuk dan mengelus punggung temannya yang panas dingin, ia ikut menumpahkan segala kesesakan karena dadanya terasa dihimpit benda keras.

Kila masih menangis didekapan Nada tetapi ia mencoba untuk berbicara, alih-alih menjawab kalimat Nada, ia lebih mencurahkan keresahannya. Mulut di bawah hidung yang sudah memerah masih ingin menyalurkan kepatahan hatinya, walaupun rasanya sulit untuk mengucap sepatah kata pun.

"Nad..."

"Kakak gue..."

"Tadi kakak gue nelpon... Banyak panggilan masuk..."

"Terus kenapa? Kenapa sekarang dia..." Kila menangis sesenggukan dan tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Bagaimana ia tidak terkejut, bagaimana jantungnya mampu menerima jika serentetan peristiwa ini bagai mimpi belaka.

"Semua bakal baik-baik kok, La," kata Nada berusaha menenangkan, sekalipun ia tahu semua kalimat penenangnya tak mampu menembus batin Kila.

"Kenapa bisa..."

"Apa karna salah gue?"

"Kakak kecelakaan gara-gara gue?"

"Ini karna gue, Nad." Tangan Kila yang bahkan tidak memiliki cukup energi memukul pahanya yang sudah lunglai.

"Gue harus minta maaf... Harus minta maaf ke kakak..."

Mereka yang disana hanya menunduk, mereka bahkan sesakit itu mendengar suara Kila yang menyayat hati saat bicara sambil menangis.

"Gimana Nad..."

"Kakak gue gimana keadaannya sekarang..."

Semua hal bergeser, pikirannya hanya tertuju pada Abian yang kondisinya saja tidak Kila tahu. Di balik dinding kokoh yang menjadi penyekat antara orang yang berjuang hidup dengan orang yang enggan hidup karena tak mampu menopang tubuh.

"Ini salah gue..."

"Semuanya salah gue..."

Tangis Kila masih terdengar tersedu-sedu, baju yang dipakai Nada sudah dipastikan basah terkena air mata Kila yang sulit untuk dibendung.

Earth √̲Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang