Airport

620 109 11
                                    

"Hey Jeongyeon." Panggil sang kakak pertama yang berlari kecil dari dalam.

Jeongyeon yang sejak tadi menahan air matanya pun menatap Jeonghan.

"Apa?" Tanya Jeongyeon acuh.

"Aku tau kau akan menangis." Ucap Jeonghan.

"Aku tidak menangis." Jeongyeon membuang tatapannya.

"Kemarilah." Jeonghan membawa adik kecilnya itu kedalam pelukannya.

"Pria tua itu menyebalkan." Omel Jeongyeon di pelukan Jeonghan.

"Ya ya.. Aku tau.." Jeonghan mengelus pundak adiknya yang sudah berlinang air mata itu.

"Kau adalah anak yang sangat berani, Jeongyeon. Kau jauh dari kata manja. Justru kau sangat sangat mandiri. Aku sangat kagum dengan integritasmu." Lanjut yang kakak.

"Kalian berpelukan tanpa mengajak." Jeongin disertai Jeongsik dan Jeongmin pun datang.

Mereka langsung ikut berpelukan.

"Kau adalah yang terkeren, Jeongyeon." Puji Jeongsik.

"Aku salut pada keberanianmu, Yoojeong." Ucap Jeongmin.

"Kau boleh marah pada appa, tapi kau harus ingat jika kau punya 4 kakak yang dapat menjadi tempatmu bersandar. Kau adalah yabg termuda, itu membuat kami sebagai kakak otomatis harus memastikan kau baik baik saja. Mulai sekarang lakukanlah segala hal yang kau suka. Aku akan lebih perhatian dan lebih menyayangimu sebagai balasan karena telah menyampaikan dan mewakilkan perasaan kami kepada appa." Ucap Jeongin.

"Kami sangat menyayangimu, Jeongyeon." Ucap Jeonghan.

"Berhenti berbicara!! Kalian membuat aku menangis semakin deras!" Marah Jeongyeon.

"Hahaha." Keempat kakaknya pum tertawa.

Dari kejauhan sang eomma menatap lembut pemandangan di depannya. Ia tersenyum bangga dengan kedekatan kelima anaknya.





.
.
.



Saat ini Jeongyeon sedang memasuki bandara untuk menjemput seseorang.

"Taesoo!" Sapa Jeongyeon kepada seorang petugas bandara.

"Hey Jeongyeon!" Taesoo berjalan dan menjabat tangan Jeongyeon.

"Bagaimana? Kau sehat?" Tanya Jeongyeon.

"Luar biasa." Angguk Taesoo.

"Ini, minumlah dengan rekan rekanmu." Jeongyeon memberikan satu cup holder berisi 6 buah kopi.

"Woahh, terima kasih!" Antusias Taesoo.

"Mau kemana kau?" Tanya Taesoo.

"Temanku baru pulang, bisakah kau bantu aku masuk ke pintu kedatangan. Nampaknya ramai sekali wartawan disini." Pinta Jeongyeon.

"Tentu Jeong, mari aku antar." Angguk Taesoo.

Sesampainya di dalam pintu kedatangan, Jeongyeon pun menunggu di sisi jalan sambil menatap ke arah orang orang yang baru datang.

*Puk puk.

"Hey." Sapa seseorang sambil menepuk nepuk pundak Jeongyeon.

"Ne?" Jeongyeon menoleh dan orang itu ternyata adalah Mina yang ditemani oleh Jihyo.

"Oh, hey!" Sapa Jeongyeon.

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Mina.

"Aku sedang menunggu temanku yang baru pulang dari luar negeri. Bagaimana dengan kalian?" Jawab Jeongyeon.

"Kami baru pulang dari jepang. Kemarin ada interview dan acara di stasiun tv jepang." Jawab  Jihyo.

"Ahh, begitu yaa." Jeongyeon mengangguk angguk.

"Bagaimana kau bisa masuk kesini?" Tanya Mina.

"Tadi aku meminta tolong temanku yang penjaga bandara untuk membawaku kesini. Menunggu di luar hanya akan membuatku kesulitan menemuinya, begitu banyak wartawan. Tapi sekarang aku tau kenapa." Jawab Jeongyeon.

"Eoh?? Itu dia." Jeongyeon segera berlari meninggalkan Mina dan Jihyo.

Dari arah yang berlawanan, seorang wanita berlari juga ke arah Jeongyeon sambil menarik kopernya.

"Jeongyeon!" Seru wanita itu.

*Hup!

Wanita itu melompat ke pelukan Jeongyeon dan memeluknya seperti koala.

"Astaga kau akhirnya pulang!" Ucap Jeongyeon sambil memeluk erat wanita itu.

Dari kejauhan, Mina dan Jihyo menatap keduanya.

"Mereka kelihatan sangat dekat." Ucap Jihyo.

"Yeah." Mina masih menatap keduanya.

Jeongyeon memperlakukan wanita itu jauh lebih manis dibanding saat memperlakukannya.

"Cemburu?" Tanya Jihyo.

"Aniyo." Sangkal Mina.

"Kalau begitu ayo, kita keluar." Ajak Jihyo.

Mina pun menurut dan mengikuti Jihyo.

.
.
.

"Bagaimana setelah 4 tahun di afrika, ibu dokter Irene?" Tanya Jeongyeon.

"Astaga Jeong, kau takkan bisa membayangkan betapa tak layak kehidupan disana. Aku sangat bekerja keras untuk membantu mereka. Terima kasih banyak karena kau telah membantu untuk menyumbangkan uang setiap bulan. Itu sangat berarti bagi mereka." Jawab Irene.

"Lalu bagaimana denganmu unnie? Apa yang kau rasakan selama disana?" Tanya Jeongyeon.

"Merindukanmu." Jawab Irene.

"Haishh dasar." Jeongyeon terkekeh.

"Hahaha." Irene pun menghampiri Jeongyeon dan memeluknya.

"Pergilah mandi, aku akan menyiapkan baju dan kasurmu." Ucap Jeongyeon.

"Tidak perlu menyiapkan kasur, aku ingin tidur bersamamu malam ini." Irene melingkarkan tangannya ke leher Jeongyeon.

"Bukankah orang tuamu sudah melarang keras hubungan kita? Kita seharusnya menjaga jarak, mari menjadi teman saja. Kau sudah memiliki tunangan, unnie." Ajak Jeongyeon.

"Tapi aku hanya menyukaimu." Irene pun mencium bibir Jeongyeon.

Keduanya saling melumat lembut sambil memejamkan kedua mata mereka.

"Orang tuaku tidak tau aku pulang, jadi aku akan tinggal bersamamu untuk beberapa saat." Irene membuka satu persatu kancing kemeja Jeongyeon.

*Greb.

Jeongyeon menahan tangan Irene dan menggeleng.

"Aku sangat merindukanmu.. Kumohon malam ini saja.." Pinta Irene.

"Aku tak bisa melakukan yang lebih dari bercumbu dan cuddling. Tolong pikirkan perasaan tunanganmu." Tolak Jeongyeon.

"Kalau begitu mari bercumbu dan cuddling saja namun tanpa baju." Irene kembali melepaskan kemeja Jeongyeon.

"Wanita ini benar benar." Jeongyeon terkekeh sebelum akhirnya kembali mencium bibir Irene.




Sweet CreatureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang