obsession - 05

1.1K 149 11
                                    

"Apa nih?" tanya ibu tiri sambil menunjukan kertas yang ia pegang, sedangkan Olivia hanya bisa menundukkan kepalanya.

"Kenapa bisa 90 padahal di materinya di ulang pas les?!" tanya nya lagi.

"Pas ngerjain ujian pusing..." jawab Olivia lirih.

"Kamu tuh adaaa aja alesan nya," tukasnya.

Sambil menahan amarahnya, Olivia meremat tangannya yang berada diatas lutut dan mengambil nafas dalam dalam, masih mencoba mengontrol emosinya.

"Sekarang kamu masuk kamar, kerjain ulang 2 soal yang salah pake 3 cara nanti kasih ke saya, cepet!"

Tanpa menjawab Olivia pergi menuju kamarnya. Segera mengunci pintu kamar lalu mengacak acak kasur nya untuk meluapkan emosi karena tidak bisa menangis, kemudian ia melangkah keluar menuju balkon kamar. Angin malam yang dingin menusuk pipinya namun tidak mengalahkan rasa sakit yang saat ini ia rasakan, air mata Olivia perlahan lahan keluar dari sudut matanya sedikit demi sedikit.

Meskipun ia menangis, rasanya tetap saja tidak melegakan. Masih ada yang mengganjal dihatinya, masih ada amarah yang ia tertahan di hatinya dan enggan pergi melalui tangis nya. Apa karna amarahnya yang masih menumpuk, atau tangis tanpa suara menjadi terasa menyesakkan?.

Malam itu rasanya ia ingin mengadu akan semua hal, tapi pada siapa ia harus mengadu? Papa?. Ia tidak yakin, karena sudah jelas papa akan membela istrinya dari pada dirinya.

Perempuan sok kaya itu sangat pintar berakting didepan papa dan yang membuatnya semakin kesal adalah aduannya menjadi terdengar seperti anak kecil yang mengadu sehabis jatuh, tidak penting. Seandainya saja ia bisa melawan nya, dengan perkataannya saja. Mungkin ia akan merasa lebih lega. Namun sayang nya ia tidak bisa, bibirnya kelu badan nya bergetar ketika dimarahi.

Andai saja ia bisa berbagi kesedihannya dengan orang lain, tapi ia takut akan pendapat orang lain, takut dianggap berlebihan. Jadi ia memilih untuk memendam nya. Buku diari yang diberi mendiang mama tersisa beberapa halaman, ia tidak ingin mengadukan perempuan itu kepada mama dan menghabiskan kertasnya.

Jadi pada siapa?

Kak Jake?

Hal itu membuat Olivia mengerjapkan matanya beberapa kali. Kenapa nama itu tiba tiba terlintas pada otaknya. Tapi... apakah bisa?

Ah tidak, tidak perlu. Sudah pasti respon nya juga seperti yang ada di bayangan nya, terlalu berlebihan.

Bagaimana dengan membeli es krim? Rasanya berjalan malam malam sambil memakan es krim telah menjadi kegiatan pelepas stress nya baru baru ini.

Tapi sayang nya ia tidak akan bisa pergi dengan sepeda karena terlalu berisik saat mengeluarkan nya. Tapi sekarang sudah jam 9 dan jalan pasti mulai sepi. Tidak perlu cerita dengan kak Jake tentang alasannya, tapi tentu bisa mengajaknya membeli es krim di toserba kan?.

Olivia masuk kedalam mengambil ponselnya di meja belajar, lalu mulai mengirim pesan kepada Jake.

Olivia masuk kedalam mengambil ponselnya di meja belajar, lalu mulai mengirim pesan kepada Jake

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jake's Obsession [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang