22. Pemakaman Oma

5.3K 341 18
                                    

Semua orang menatap sendu gundukan tanah di depan mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semua orang menatap sendu gundukan tanah di depan mereka. Gundukan tanah yang diatasnya terdapat nama Cyssa Bunga Bhadrika yang tak lain adalah nama dari Almarhumah Oma. Para anak serta cucu-cucu Bhadrika menangis, bahkan saat jenazah Almarhumah hendak dikubur, Emily, Adelin meraung-raung bahwa Oma mereka tidak boleh dikubur seperti ini.

Jea, perempuan itu jongkok disamping Axton yang sedari tadi mengelus nisan. Jea menghapus air matanya yang mengalir dipipi, ia menoleh ke arah Axton yang memakai kacamata hitam namun dari samping terlihat bahwa mata itu merah.

Jea sedikit mendongakkan badannya saat mendapatkan tepukkan dibahunya.

"Jea, kami pulang duluan ya?" Belinda berujar pelan.

Jea mengangguk. "Iya, Ma."

Dan perlahan mereka menjauh dari Jea dan Axton. Sekarang yang tertinggal hanya Ezra, Alaya, Caroline serta mereka berdua.

"Axton, kita pulang ya?" Jea tak melihat Axton, namun ia mendongak ke atas untuk melihat awan yang sudah mulai berwarna hitam.

"Jea? Kita duluan ya, Ezra nggak bisa lama-lama." ujar Alaya lembut.

"Iya,"

"Mau disini." balas Axton dengan suara seraknya.

Jea menggeleng. "Nggak bisa, udah mendung dan bentar lagi bakal hujan." Jea berdiri.

"Kamu duluan aja kalau gitu," Jea menghela nafas dan matanya tak sengaja melirik Caroline yang masih berdiri di depan mereka.

"Axton, please?"

"Dia sama gue aja, Je." ujar Caroline menatap lurus Jea.

Jea tersenyum tipis, "Nggak perlu, Line." setelah itu Jea kembali berjongkok di samping Axton.

"Udah gerimis, besok kita kesini lagi?" tawar Jea.

Axton menoleh ke arah Jea kemudian ia bangkit. Jea menghela nafas lega dan ikut bangkit.

"Kalau gitu gue pulang ya, Ax. Sekali lagi turut berduka cita."

Jea menatap Caroline yang langsung berlari kecil menjauh dari mereka. Ternyata teman Axton itu menunggu mereka.

***

Diluar gerbang pemakaman terdapat satu mobil dan satu orang supir diluar mobil yang sepertinya sedang menunggu mereka. Saat mereka mendekat, supir itu langsung membukakan pintu mobil. Dan benar saja, ketika mereka menjalankan mobil turun hujan deras disertai angin kencang.

Jea memasang earphonenya di salah satu telinga, setelah itu ia menatap kekasihnya yang sedari tadi diam tak bersuara menatap jendela yang sudah ditutupi oleh air hujan.

Jea menepukkan bahu Axton dua kali dan sang empu menoleh. Jea tersenyum manis, "Sini." ia berganti menepuk-nepuk bahunya.

Axton tidak bereaksi apa-apa namun beberapa detik kemudian ia mendorong wajah Jea menggunakan tangan yang kini berada di tengkuk Jea. Setelah itu mengecup lama kening Jea dengan lembut serta tulus.

AMARANTHINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang