"Arden!"
Arden reflek mengepalkan tangannya, suara yang sudah lama tidak ia dengar. Namun ada yang berbeda dari suara tersebut. Suaranya gemetar.
"Arden!" panggil seseorang tersebut.
Dengan ragu Arden langsung berbalik kebelakang. Ia mengernyit, "Lo ngapain disini?" tanya Arden.
Mengapa gadis ini berada dilingkungan komplek rumahnya. Kebetulan Arden sedang lari sore, dan ia tak menyangka akan bertemu dengan gadis ini.
Gadis itu mendekat ke arah Arden, aroma parfum yang sangat Arden sukai. Headphone berwarna hitam yang bertengger dileher gadis itu, sudah menjadi kebiasaan karena gadis ini tak bisa hidup tanpa benda itu. Gadisnya masih sama.
Namun terlihat bahwa gadis ini tak baik-baik saja. Matanya memerah, bibirnya gemetar menandakan bahwa dirinya sebentar lagi ingin menangis.
"Kenapa jauhin gue?" tanya gadis itu dengan suara gemetar.
"Pulang Zinta." ujar Arden memerintah.
Gadis yang bernama Zinta itu sontak menggeleng pertanda ia menolak. "Arden..." dengan perlahan Zinta menaikkan lengan hoodienya dan sontak membuat Arden terkejut.
"Arden... Papa mukul gue lagi..." bagai anak yang sedang mengadu kepada Ayahnya, Zinta sontak menangis tersedu-sedu.
"Anjing." umpat Arden pelan dan ia pun langsung memeluk Zinta, cinta pertamanya.
"Gue kesepian, Papa selalu mukul gue, dan lo? Lo kemana brengsek!" didalam pelukan itu Zinta dengan brutal memukul dada Arden melampiaskan kemarahannya.
"Sorry," Arden mempererat pelukan mereka. Untung saja komplek rumah Arden sunyi, oh tidak, memang selalu sunyi.
"Bukan itu yang mau gue denger dari mulut lo!" Zinta terisak dan pukulannya mulai melemah.
"Ayo kerumah gue, luka lo pasti belum diobatin." tutur Arden.
"Gendong," ujar Zinta dengan suara seraknya.
Arden tak berkomentar apa-apa karena ini sudah menjadi kebiasaan Zinta yang suka meminta gendong dibelakang. Zinta itu pemalas.
Arden membungkuk dan dengan cepat Zinta naik ke punggung Arden. Untung saja rumahnya sudah tak jauh lagi, kalau tidak apa tidak sakit pinggang.
"Gue keringetan dan lo minta gendong?" Arden pun mulai berjalan dengan Zinta dibelakangnya.
"Kok lo makin enteng, Ta? Selama nggak ada gue pasti lo sering nggak makan." lanjut Arden terkekeh.
"Brisik."
"Kenapa kesini?" tanya Arden.
"Kenapa lo ngehilang?" tanya Zinta balik.
"Ta, kita udah bahas ini sebelumnya." Arden tak mau lagi membahas masalah itu.
"Kenapa Ar? Jangan buat gue yakin kalo semua cowok sama aja kayak Papa gue!" Zinta dengan cepat langsung turun dan menatap Arden marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMARANTHINE
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] AREA BUCIN! Kalau ditanya Axton baik, tidak. Ramah, tidak juga. Tapi entah mengapa kehidupan Axton selalu dikelilingi keberuntungan. Kekasihnya contohnya, entah hal baik apa yang ia lakukan untuk mendapatkan gadis yang cant...