SbP-14

19.3K 1.9K 141
                                    

Happy reading

Tandai typo kalau ada

===

"Kak lepasin!"

Crystal tidak menyangka kalau refleknya, akan membuat Sultan semurka ini. Gadis itu hanya tidak ingin melihat suaminya membunuh orang yang tidak bersalah, apalagi orang itu adalah seorang ayah yang sedang mencari nafkah untuk keluarganya. Waiter yang ditembak oleh Sultan, ternyata seorang ayah dari tiga orang putri yang masih kecil. Ia mendengarnya sendiri dari waiter tersebut, saat memohon ampun di kaki suaminya.

Tembakan pertama melayang kearah lengan si waiter dan tembakan kedua—meleset kearah tembok, karena reflek Crystal. "DIAM!" Sultan kembali membentaknya.

Gadis itu memejamkan matanya, ia hanya ingin melindungi orang yang tidak bersalah. Suaminya memang tidak memiliki hati, tetapi dirinya masih memiliki hati nurani dan Crystal tidak bisa melihat orang lemah dibunuh tepat didepan matanya. Gadis itu hanya bisa pasrah, saat ia dibawa ke sebuah penthouse yang tidak jauh dari restoran.

Brak!

Sultan menendang pintu didepannya sampai rusak, pergelangan tangan Crystal kembali mengeluarkan darah. Karena pria itu terus menyeretnya dengan kasar, sayangnya tidak ada satupun orang disekitar mereka. Tempat ini benar-benar dikosongkan dan hanya ada beberapa bodyguard milik Sultan yang berjaga disekitar jalan.

"Kau akan berada disini sampai saya kembali!" Sultan membawanya ke sebuah kamar yang sangat luas.

"Kakak mau ngurung aku?" Crystal mencoba menatap mata suaminya, tetapi pria itu menghindarinya.

"Jangan membantah saya, Crystal Florencia Maharaja!" Sultan mendorong tubuh istrinya ke belakang sampai kaki gadis itu membentur ujung kasur.

Suara pintu yang terkunci dari luar, menyadarkan Crystal kalau dirinya benar-benar terkurung. Pandangannya menyapu kamar tempatnya dikurung, ternyata kamar ini adalah milik suaminya. Ia hendak berdiri, namun kakinya yang tadi terbentur—membuatnya mengurungkan niat untuk berdiri.

"Gak papa gue dikurung, daripada Sultan ngebunuh orang yang gak bersalah," Crystal membaringkan tubuhnya, lengan kirinya ia taruh diatas keningnya.

Gadis itu tidak bisa membayangkan, kalau sampai waiter tadi mati ditangan suaminya. Maka ketiga anak dari waiter tersebut akan kehilangan orang tua satu-satunya, karena mereka sudah kehilangan ibunya waktu melahirkan mereka. Air mata Crystal tidak bisa dicegah, jujur saja dirinya sangat lemah kalau membahas orang tua—apalagi ia pernah merasakan bagaimana hidup tanpa ada sosok orang tua.

"Coba gue punya ilmu hitam, udah gue ubah watak Sultan biar gak dikit-dikit ngebunuh orang."

Crystal menumpahkan segala emosinya dengan tangisan, karena tidak ada Sultan disisinya. Jadi, gadis itu bisa bebas menangis sepuasnya. Dulu, ia sering menangis sendirian didalam kamarnya yang sengaja ia matikan lampunya. Crystal masih mengingat mendiang kedua orang tuanya dan merasa dirinya selalu sendirian—meskipun selalu ada Bella dan keluarga dari sepupunya itu.

"Gue benci Sultan, dia bukan manusia—tapi iblis," gumam gadis itu, sebelum tertidur.

*****

Berbeda dengan istrinya yang sedang tertidur, Sultan kini berada di sebuah bagunan yang pria itu jadikan sebuah tempat untuk memenjarakan orang-orang yang pernah mengkhianatinya.

Penampilan pria itu terlihat cukup mengerikan, dengan wajah yang dipenuh oleh cipratan darah. Kemeja putihnya, sudah berubah menjadi kemeja berwarna merah.

Sultan; Sweet but Psycho (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang