SbP-11

24.3K 2.4K 167
                                    

Happy reading

Tandai typo kalau ada

===

Sultan duduk di kursi kerjanya yang ada di Mansion, pria itu menatap tangannya yang berlumuran darah. Lagi, ia tidak bisa menahan diri untuk mengotori tangannya dengan darah dari salah satu pekerja yang ada di Mansion miliknya. Satu nyawa kembali melayang malam ini dan mayatnya masih tergeletak disebrang meja kerjanya.

Ceklek...

Pintu terbuka dari luar, membuat Sultan mengalihkan pandangannya. Pria itu mengira kalau yang datang adalah orang yang biasanya membereskan para mayat, tetapi yang memasuki ruang kerjanya adalah sosok gadis yang membaluti tubuhnya dengan piama satin bera warna biru.

"Kali ini, apa lagi alasan Kakak?" Crystal melewati potongan tubuh yang berceceran di lantai, gadis itu sudah terbiasa dengan pemandangan mengerikan seperti ini.

"Dia adalah mata-mata yang dikirim Papa, kalau kamu tidak percaya—coba lihat ada apa di atas meja kerja saya!" Sultan menunjuk beberapa alat komunikasi yang ia temukan dari tubuh mayat tersebut.

Crystal menghembuskan nafas kasar, sudah lewat dua minggu dan ia selalu mengetahui apa saja yang dilakukan oleh suaminya. Dirinya bahkan menemani Sultan pergi ke psikiater, saat jam makan siang. Crystal melakukan apa yang dijelaskan oleh dokter, bahkan ia sampai ikut berkonsultasi agar terbiasa dengan darah atau potongan tubuh manusia.

"Ini sudah tengah malam, kembalilah ke kamar. Saya akan menyusul setengah jam lagi," Sultan beranjak dari duduknya.

"Kita ke kamarnya bareng aja, sekalian aku mau buatin susu cokelat buat Kakak," gadis itu membersihkan tangan suaminya dengan sapu tangan yang ia bawa.

"Kamu tidak takut dengan saya 'kan?" pertanyaan pria itu, menghentikan pergerakan tangan Crystal.

"Enggak kok, soalnya aku tau kalau Kakak bukan manusia normal. Perlahan, pasti Kakak bisa ngendaliin diri untuk gak langsung ngebunuh orang. Semuanya pasti memerlukan waktu, gak ada orang yang bisa merubah dirinya sendiri dalam waktu sehari atau sebulan."

Sultan menahan kedutan dikedua sudut bibirnya, setiap kata yang keluar dari bibir tipis itu—akan terdengar begitu manis. Ia sangat menyukainya, bahkan saat Crystal memujinya. Pria itu sangat senang dengan kata-kata manis yang berasal dari istrinya, membuat dadanya semakin membuncah.

"Sekarang, bagaimana perasaan Kakak?" gadis itu mendongak, menatap sang suami yang jauh lebih tinggi darinya.

Sultan menunduk, karena tinggi sang istri hanya sebatas dadanya saja. Tubuh mungil Crystal akan tenggelam, saat ia memeluknya. Istrinya tidak hanya cantik dan manis, tetapi juga memiliki sisi yang begitu menggemaskan. Setiap apa yang dilakukan Crystal, akan terlihat lucu dimatanya.

"Jauh lebih baik dari hari-hari sebelumnya, apalagi saat mendengar kata-kata manis darimu," Sultan merunduk sedikit, agar bisa melihat wajah istrinya dengan jelas.

"Saya suka masakanmu dan juga kopi hitam buatanmu, rasanya jauh lebih nikmat dari kopi-kopi yang pernah saya minun. Terima kasih untuk hari ini, istriku yang cantik!" pria itu mengecup kening Crystal dengan mata terpejam.

Gadis itu menarik kedua sudut bibirnya, memperlihatkan sebuah senyuman yang cantik dimata Sultan. Pria itu sangat menyukai senyuman sang istri, apalagi saat Crystal sedang tertawa lepas. Istrinya benar-benar sangat cantik dan ia tidak akan pernah membiarkan siapapun merebut Crystal darinya.

"Itu adalah tugasku, kalau Kakak menyukainya. Maka aku merasa sangat senang, karena usahaku tidak sia-sia. Sekarang Kakak mandi dulu di kamar kita, nanti aku bawakan susu cokelat!" gadis itu mundur dua langkah, tangannya menunjuk pada mayat yang masih berada didalam sana.

Sultan; Sweet but Psycho (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang