10. Aidan Senang, Airil Sengsara

3.1K 263 6
                                    

◎H a p p y   R e a d i n g◎

✨📚✨

"Bang Aidan?! Wah. Apa kabar, Bang?"

Airil yang sedari tadi menunduk di bangku luar ruang bimbingan konseling, sontak langsung mendongkak cepat. Didepannya, sudah ada Aidan yang tersenyum manis pada Luna sembari berbincang-bincang ringan. Dan saat mata mereka tak sengaja saling bertubrukan, Aidan tetap mempertahankan senyumannya. Airil meringis, mengapa Aidan tidak terlihat marah ya?

"Masuk, Bang. Mereka udah pada nunggu didalam. Ril! Lo ikut juga sana!" 

Airil mengangguk pelan. "Iya. Yuk, Bang." Ia beranjak dari bangkunya, dan berjalan masuk ke ruangan diikuti Aidan dan Luna dibelakangnya. Bukan apa-apa, gadis itu hanya ingin tahu apa yang terjadi didalam nantinya. Lagian, Laskar juga sudah tak berada di sini tuh.

"Silakan duduk, Pak." Aidan langsung mendudukkan dirinya di kursi yang tersedia setelah dipersilahkan oleh Bu Sunny. Airil dan Luna juga ikut duduk disamping Aidan. Sementara, Sarah sudah duduk bersama walinya dan teman-temannya.

"Jadi begini, Pak, Bu. Seperti yang sudah saya beritahu di telepon sebelumnya, Airil dan Sarah terlibat dalam sebuah pertengkaran pada jam istirahat tadi."

"Bu. Sarah duluan yang mulai. Padahal saya sama Airil mau ke kantin tadi. Baru dateng udah jambakin rambut anak orang." kata Luna sambil menatap sinis Sarah dan teman-temannya.

"Tapi, temen lo balesnya lebih banget! Mana perut gue masih sakit lagi." Prita angkat suara.

"Bener! Dia udah keterlaluan, Bu!" sahut Ghea.

"Harusnya, cuma Airil yang dihukum." timpal Nia menyetujui.

Airil mendelik. "Ya, itu salah temen lo! Ngapain gangguin gue kalau ngga mau digangguin balik?"

Luna mengangguk. "Betul! Itu mah salah dia sendiri."

"Itu benar, Sarah?" tanya Bu Sunny menyelidik.

"Iya. Lagian, siapa suruh dia ngerebut Samuel dari saya." ucap Sarah malas.

"Sarah! Jadi, ini cuma gara-gara Samuel?!" Hannah, kakak Sarah berujar tidak habis pikir dengan kelakuan adiknya ini. "Itu ngga banget."

Aidan melongo. "Ril. Cuman karena cowok?" Aidan melirik Airil tak percaya.

"Hmm. Padahal Samuel yang maksa aku buat dianterin pulang sama dia. Aku ngga ada niat buat ngerebut dia dari cewek itu! Sumpah!"

Bu Sunny menghela napas panjang. Perdebatan kedua gadis ini membuatnya pusing. "Baiklah. Pak, Bu. Saya hanya akan memberi mereka hukuman ringan sebagai bentuk introspeksi diri mereka nantinya. Dan saya juga berterimakasih yang sebesar-besarnya pada Ibu dan juga Bapak karena sudah dapat hadir disini."

✨📚✨

Setelah semua nasehat dari Bu Sunny yang tiada habis-habisnya, Airil langsung mengantar kakaknya menuju parkiran sekolah. Sementara Luna, gadis itu sudah lebih dulu pamit ke kelas.

"A-abang ngga marah?" celetuk Airil tiba-tiba.

Aidan menghentikan langkahnya, membuat Airil turut mengikuti. "Marah? Engga tuh." Aidan menoleh kearah Airil dengan wajah senang. "Malahan nih ya, Abang bangga kalau kamu bisa ngelawan orang yang gangguin kamu."

Airil tersenyum masam. "Iya. Abang yang seneng, aku nya? Sengsara. Mana hukumannya disuruh bersihin WC siswa lagi. Kan bau!" gerutunya.

Aidan hanya terkekeh, ia kembali melangkahkan kakinya. "Oiya, dek. Kamu belajar gitu-gituan darimana?" tanya Aidan bingung.

What The Hell?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang