3. Menyadari Satu Hal

6.3K 527 2
                                    

◎H a p p y   R e a d i n g◎

✨📚✨

Saat ini, Airil sudah berada di depan rumahnya. Lebih tepatnya, di rumah raga yang ditempati jiwanya kini. Hah. Untung saja, Luna mau mengantarkannya pulang. Kalau tidak. Entah apa yang akan terjadi padanya nanti. Bisa-bisa dirinya tersesat tak tau jalan pulang.

"Duh, gue harus gimana ya?" Airil mengigit pelan ibu jarinya. Apa yang harus dilakukan? Memencet bel? Mengetuk pintu? Atau lainnya? Katakan saja dirinya ini norak, tapi memang hal itulah yang dipikirkannya. Pasalnya, baru kali ini dirinya datang kerumah bak istana begini.

"Dek? Kamu ngapain berdiri didepan pintu? Ngga mau masuk?" Airil memutar badannya kebelakang. Siapa pria ini?

"Segitu gantengnya Abang kamu ini ya? Sampai-sampai kamu ngeliatinnya begitu amat." Pria dengan jas melekat ditubuhnya itu tertawa kecil seraya merangkul Airil yang masih berdiri menatapnya masuk kedalam.

Airil menerimanya dengan badan kaku. Kepalanya masih berpikir keras. Abang? Jadi, pria ini adalah kakak dari tubuh ini?

Pria itu menatap Airil aneh. "Kamu kenapa sih, Dek. Tumben banget kalem gini?" ucapnya saat sudah mendudukkan Airil di sofa lalu dirinya sendiri disampingnya.

Airil tersenyum kikuk. "Emm. Ngga kok. Cuma aku lagi nahan bau keringat Abang yang bau banget. Hehe ..." Airil meringis malu mendengar semua kebohongan itu meluncur begitu saja dari mulutnya.

Mata pria itu langsung melebar. "Beneran, Dek?!" dengan cepat, dia langsung menciumi kedua bawah lengannya. "Ngg-"

"Adek, Abang? Kalian udah pulang? Tumben banget ngga kedengeran suaranya. Biasanya kalo udah ketemu, langsung berisik, ngga bisa diem."

"Gatau tuh, Ma. Adek tiba-tiba jadi cewek kalem!" adu Aidan tak terima.

Wanita itu terkekeh mendengarnya. "Bagus kalo gitu! Mama juga mau liat anak bungsu Mama yang cantik ini jadi cewek kalem!" ucapnya menggebu-gebu.

Airil tersenyum malu mendengarnya. Kalem? Mana ada kata itu didalam kamusnya. "Ngga kok, Ma. Abang boong tuh." ucapnya berusaha menyesuaikan diri.

Wanita itu beralih menatap Aidan kesal. "Bang. Kamu boongin Mama ya?" sebalnya.

Aidan menggeleng cepat. "Dih. Apaan coba. Adek yang boong tau." elak Aidan seraya memutar matanya malas. "Masa aku dibilang bau, Ma. Padahal aku masih wangi loh." Aidan menatap Airil sinis.

Airil mengangkat jari telunjuk dan tengahnya membentuk peace. "Just kidding, Bang. Abang ngga bisa diajak becanda nih, Ma!" ucap Airil beralasan.

"Ngeles aja kerjanya kayak bajaj." dongkol Aidan.

"Udah-udah. Kalian ganti baju dulu sana, abis itu makan. Mama mau nganterin bekal buat Ayah kalian sebentar." ucap sang Mama, Viona seraya menunjukkan paper bag berisi kotak bekal pada Airil dan Aidan.

"Mama pergi dulu. Kalian baik-baik dirumah. Kalau mau keluar, kunci pintu dulu. Dadah!" Viona melambaikan tangannya sekilas dan langsung dibalas Airil riang.

"Hati-hati, Ma!" Viona mengangguk mendengar ucapan putrinya itu. Setelahnya, Viona berangkat dengan mobilnya menuju perusahaan Chandra, Ayah dari Airil dan Aidan.

✨📚✨

Sekarang, Airil sudah mengganti pakaiannya. Celana jogger dengan kaus hitam menjadi pilihannya.

"Duh. Ini mah kamar impian gue." Airil sedari tak berhenti berdecak kagum dengan kamar ini. Semuanya terlihat keren. Apalagi, konsep kamarnya khas-khas korean style.

What The Hell?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang