Dan akhirnya, di sinilah Kei sekarang. Duduk dalam sebuah café, di pinggir sungai Thames, menunggu kedatangan orang yang akan memberinya pekerjaan. Ketegangan tampak terlihat jelas di wajah Kei.
“Mel..” panggil Kei pada Amel yang duduk di hadapannya. Amel memang menemani Kei untuk menemui orang itu dan memperkenalkan mereka.
Amel yang sedang asyik menyeruput orange juice menatap Kei yang kini telah berpenampilan seperti layaknya seorang laki-laki, rambut berpotongan pendek, kemeja longgar kotak-kotak dan celana jins berwarna biru gelap, dengan tatapan bertanya.
“A..aku tidak jadi saja, ya?”
“A..paa..” seru Amel tidak percaya “Tidak jadi?”
Kei menganggukkan kepalanya “Kita batalkan saja ya. Aku tidak jadi mengambil pekerjaan ini”
“Mana bisa seperti itu, Kei. Kemarin kamu kan sudah setuju dan aku sudah mengatakannya pada Kris kalau—“
“Eh.tunggu, Mel” potong Kei “Siapa itu Kris?”
“Kris itu orang kepercayaan calon bos kamu” jawab Amel “Nah..kemarin aku sudah mengatakan padanya kalau aku sudah mendapatkan orang yang sesuai dengan keinginan bosnya makanya kita menunggunya di sini. Sekarang kamu mau membatalkannya begitu saja..” Amel menggelengkan kepalanya “Yang benar saja, Kei”
“Tapi—“
“Kalau kamu melakukan itu kamu akan mencelakai banyak jiwa, Kei”
“Apaa…” seru Kei terkejut
“Eh salah maksudku mencelakai aku dan Kris” ralat Amel cepat sambil nyegir “Coba kamu bayangkan kalau kamu membatalkannya, bagaimana kalau pak Alvin memecat Kris lalu melayangkan surat protes ke kantorku sehingga aku juga dipecat. Kamu akan langsung membuat 2 orang kehilangan pekerjaannya, Kei. Apa kamu tidak akan merasa berdosa?”
“Kamu tuh terlalu berlebihan ah, Mel” sahut Kei “Mana mungkin hal yang seperti itu bakal terjadi. Ini kan hanya masalah kecil—“
“Hei..masalah kecil dari mana? Ini soal kepercayaan, Kei. Aku tidak bisa sembarangan membatalkan begitu saja”
“Tapi bagaimana kalau penyamaranku ketahuan?” tanya Kei.
“Kalau hal itu terjadi maka itu mungkin akan menjadi masalah yang cukup besar” jawab Amel.
“Maka dari itu, lebih baik kita batalkan saja, Mel. Aku tidak jadi bekerja—“
“Tidak boleh, Kei…tidak boleh” seru Amel “Kalau dibatalkan, aku tidak jadi shopping dong” sambung Amel perlahan.
“Apa?kamu mengatakan apa?”
“Ah..tidak…tidak apa-apa” jawab Amel cepat “Pokoknya kamu tidak boleh membatalkannya. Kamu harus bekerja di sana. Tidak boleh tidak”
“Ameel…”
“Tenang saja, Kei” ucap Amel lagi “Kamu bakalan jarang koq ketemu pak Alvin. Kecuali kalau kamu sedang sial” lanjutnya sambil tertawa. Tapi ketika dilihatnya Kei sedang menatapnya dengan tatapan kesal Amel kembali melanjutkan kalimatnya “Maksudku kalau pak Alvin kebetulan belum berangkat kerja atau pulang mendadak ke apartemennya saat kamu masih membersihkan apartemennya, kamu mungkin baru akan bertemu dengannya”
Tatapan kesal Kei berubah menjadi tatapan tidak mengerti.
“Pak Alvin itu akan berangkat sekitar jam tujuh pagi dan kembali lagi ke apartemennya sekitar jam 6 sore. Sedangkan waktu kerjamu kan jam 9 pagi sampai kamu selesai. Jadi kemungkinan kamu bertemu dengan pak Alvin sangat kecil kan?”