Kei bangun dan meraih weker yang ada di atas meja samping tempat tidurnya. Jam 11 lewat 25 menit. Ia pun menarik napas panjang dan merebahkan tubuhnya kembali ke atas kasur.
"Mengapa aku belum bisa tidur sih?" gerutunya kesal "Ah ini pasti gara-gara si cosin yang super duper menyebalkan itu. Akibat ulahnya tadi, membuatku amat sangat kesal sehingga malam ini aku jadi tidak bisa tidur"
Kei teringat saat di apartemen Alvin, ia juga Alvin tentunya, menjadi sasaran kejahilan Cosmo. Sehingga membuat wajahnya terasa panas dan merah seperti tomat matang.
Untung saja tadi ada telepon yang masuk ke ponselnya. Tadi ia mengatakan pada kedua orang tua Alvin dan Cosmo kalau telepon itu dari temannya yang tidak membawa kunci sehingga tidak bisa masuk ke dalam apartemen, padahal sebenarnya telepon itu hanyalah telepon salah sambung. Kei memang langsung menjadikan telepon salah sambung itu sebagai kesempatan agar ia dapat pergi dari apartemen Alvin. Karena ia tahu, kalau ia tetap berada di sana, ia tidak akan bisa lepas dari kejahilan Cosmo yang pasti akan terus menggodanya.
Kei menghela napas dan menatap langit-langit kamarnya. Dan ingatannya pun kembali saat mati lampu di apartemen Alvin. Ia seperti melihat slide film. Berteriak histeris, menubruk Alvin, memeluknya erat...
Wajah Kei langsung memerah. A..apa yang yang aku lakukan tadi? Mengapa aku berani-beraninya... Ia menggeleng, Astaga! Padahal aku sudah berjanji pada Pak Alvin tidak akan melakukannya lagi. Pak Alvin pasti akan marah besar. Bagaimana selanjutnya, aku bisa menghadapi Pak Alvin...
Kei langsung terduduk di atas ranjangnya. "Heh? Kenapa sekarang wajah Pak Alvin yang sedang menatapku dengan begitu dalam dan lembut yang terbayang di benakku?" gumamnya "Lalu..." Ia memegang dadanya "Jantungku? Mengapa jantungku berdetak kencang seperti ini? Aargh...apa yang terjadi padaku?"
Boleh...aku menciummu?
"Aaargh...Apa lagi ini? Mengapa sekarang aku juga mendengar pertanyaan Pak Alvin?” Ia menyentuh kedua pipinya dengan tangannya, dan terasa panas.
"Ah...tidak...tidak...tidak...!" seru Kei sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Perasaan aneh apa yang aku rasakan ini? Apa jangan-jangan... Kei langsung tersentak. Aku...aku menyukainya? Menyukainya Pak Alvin? Cepat-cepat Kei menggeleng. Itu benar-benar tidak mungkin! Mana mungkin aku bisa menyukainya. Itu kan hanya pengakuan asal-asalku saja pada Cosmo agar penyamaranku tidak terbongkar, tapi dasar cosin menyebalkan, akhirnya tetap saja membongkar penyamaranku juga. Kei mendengus kesal.
Ia pun kembali membaringkan dirinya ke ranjang. "Tidur, Kei. Kamu harus tidur!" gumamnya. Ia memejamkan matanya. Tapi bukannya tidur, ia malah melihat bayangan Alvin muncul lagi di benaknya. Tatapan mata Alvin yang menatapnya lembut, wajah Alvin yang bergerak perlahan mendekatinya, dan bibir Alvin yang hampir menyentuh...
"Aaargh..Tidaak! serunya kesal, ia kembali duduk "Pak Alvin! Mengapa sekarang Anda mengganggu tidurku?" gerutunya "Hush..hush...pergi! Aku mau tidur!" Tapi, Kei tidak berani membaringkan tubuhnya dan memejamkan matanya lagi, ia takut bayangan Alvin itu akan muncul lagi di benaknya. Jadi ia pun duduk bersandar.
Kei menarik napas panjang. "Mengapa aku seperti ini? Kenapa aku melihat bayangan Pak Alvin begitu memejamkan mataku? Mengapa Pak Avin jadi menghantuiku seperti ini? "tanyanya "Apa itu karena aku memang menyukainya? Aargh...Tidak mungkin!" Ia langsung menyangkalnya "Mana mungkin aku bisa langsung menyukainya hanya karena tadi, Pak Alvin memelukku dan… HUAAAA.....!!! Lupakan! Lupakan, Kei!" Ia terus menggelengkan kepalanya.
"Ini..ini pasti karena aku masih terpengaruh oleh si cosin itu. Tadi dia kan selalu mengisengiku sampai wajahku terasa panas dan merah, karena itu wajah Pak Alvin selalu terbayang di benakku! Ya, pasti begitu!" Ia mengganggukkan kepalanya, menegaskan perkataannya " Dan malam ini, perasaanku menjadi aneh seperti ini, itu pasti karena...karena..." Kei berpikir keras mencari kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya saat ini, sebuah kata yang bisa diterima olehnya "Hmm, itu pasti karena....karena aku lapar! Benar! Pasti karena aku lapar!" Ia pun menghembuskan napas panjang "Dan setelah aku ingat-ingat, aku kan memang belum makan lagi sejak tadi sore"