"Mana mungkin! Kau mulai membual lagi semenjak Fabian kembali, Sarah!" bentak Fiona seraya memukul meja, tidak terima dengan apa yang baru saja disampaikan oleh Sarah di courtroom.
Siang hari, istana menjadi ramai tidak terkendali. Fabian dipanggil ke courtroom dengan tuduhan memasuki sacred place tanpa izin dari pemimpin kerajaan. Begitu semuanya sudah berkumpul, Sarah membuka percakapan sebagai saksi dan seisi ruangan langsung menjadi ramai.
Bantahan dan argumen saling terlempar antara Sarah dan Fiona. Mereka tidak ingin mengalah satu sama lain. Sarah yang mengatakan bahwa ia melihatnya dengan mata kepalanya sendiri dan Fiona yang percaya bahwa adiknya tidak akan melakukan hal yang dikatakan anak pertama itu.
Sementara yang dibicarakan malah asik dengan dunianya sendiri. Fabian sedang menutup telinganya rapat-rapat. Membiarkan kakak-kakaknya saling melempar argumen sampai selesai. Telinganya akan panas jika ia mendengarkannya terus menerus. Mending melihat hal lain, seperti sepatu yang ia pakai hari ini. Ngomong-ngomong, ia baru sadar jika sepatunya bagus, siapa yang membelikannya, ya? Fabian penasaran. Sepertinya agenda berikutnya akan mencari tahu siapa yang membelikan sepatunya untuk meminta saran mengenai style sepatu yang bagus dan cocok dengannya.
Berbicara soal courtroom, Fabian sudah dua kali ke sini. Dan dua-duanya sebagai tersangka, bukan hakim atau saksi seperti kakak-kakaknya sekarang. Rasanya apes sekali hidupnya masuk ke courtroom untuk kedua kalinya dengan masalah yang berbeda.
Courtroom banyak yang berubah dari yang terakhir kali ia ingat. Dulu bentuknya tidak sebesar sekarang, ukurannya masih setengah ruangan yang sekarang. Entah apa yang membuat ruangan ini berubah menjadi tambah besar, tapi jika dilihat lagi, bentuk yang sekarang terlihat lebih nyaman. Di depannya ada sebuah meja panjang, membentuk setengah lingkaran serta tiga belas bangku tersedia dengan salah satu tempat duduk yang terletak di tengah memiliki ornamen paling mencolok–bertahtakan berlian dan satu tempat duduk kosong yang diyakini sebagai milik Fabian.
Mata Fabian terfokus pada lingkaran yang ia pijak. Jika tidak salah ia ingat, lingkaran ini berfungsi untuk menahan orang yang berdiri di atasnya. Konon katanya, saat sedang seperti ini, jika orang yang berada di dalam lingkaran ini memaksa bergerak tanpa izin penguasa, orang itu akan merasakan rasa sakit yang tidak terkira.
Dugh!
Satu pukulan palu di atas meja membuat semuanya terdiam. Esa berdeham pelan. "Hentikan semua argumen. Aku ingin mendengar kejadian yang aslinya tanpa ditambah-tambahi atau dikurang-kurangi dari orangnya sendiri," ia menatap anaknya yang berdiri di tengah ruangan itu. "Bagaimana Fabian?"
'Ah, kukira mereka sudah selesai berdebat lalu memutuskan untuk menghukumku.' -Fabian.
'Hush, Tuan Putri. Jangan gegabah.' -Michael.
'Iya, iya.' -Fabian.
"Aku menolak untuk bercerita."
"Bian!" bentak Fiona. Ia tidak percaya jika adiknya akan menjawab seperti itu. Jika saksi yang Sarah berikan benar, bagaimana ia akan membelanya?
"Lihat? Untuk apa aku berbohong? Dia sendiri menolak untuk bercerita yang berarti dia tidak menyangkal atas kesaksianku," ungkap Sarah menguatkan argumennya lagi.
"Baiklah," ucap Esa. "Kalau begitu kau terima apapun keputusan dari kami?"
Fabian terdiam selama beberapa saat sebelum tersenyum dan menjawab, "Akan hamba pertimbangkan setelah mendengar keputusannya."
"Kurang ajar–"
"Sarah," tegur Esa menghentikan gerakan Sarah yang ingin menyerang Fabian. Anak pertama itu hanya bisa mendengus ketika Ayahnya sendiri yang menghentikannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
D'WHITE
FantasíaIblis. -adalah sebuah kata bermakna negatif. Selalu dihubungkan dengan sosok besar bersayap hitam pekat dengan seluruh tubuh berwarna merah dan taring panjang melebihi ukuran normal. Sifat yang bertolak belakang dengan malaikat. Penuh kelicikan da...