[13 : Past]

7 0 0
                                    

Beberapa tahun yang lalu...

Perempuan dengan status anak ke sepuluh itu baru saja menyelesaikan latihannya di ruang bawah tanah. Ruang latihan yang terdiri dari empat ruangan besar dengan fungsi yang sama. Esa sengaja membuat ruang latihan yang banyak agar tidak ada yang berkelahi ketika beberapa anaknya ingin latihan di waktu yang sama. Pun di letakkan di ruang bawah tanah untuk menjaga kerahasiaan kemampuan anak-anaknya. Sisa tiga ruangan yang lain merupakan ruang latihan khusus untuk latihan panahan, adu pedang, atau mixed martial arts. Satu ruangan di ujung merupakan gudang yang hanya bisa diakses oleh para pelayan.

Kaia baru saja menghabiskan waktu selama satu jam lebih berlatih untuk meningkatkan kemampuannya, tidak lupa pengawal setianya yang selalu mengikuti kemanapun Kaia pergi. Ia sudah cukup puas untuk latihan pada hari ini. Pengawalnya–Lian–juga bilang bahwa ada peningkatan pada kemampuannya. Dengan begitu ia menerima handuk kecil dan sekantong darah dari tangan Lian.

"Lian, habis ini aku bisa istirahat, 'kan?" tanya Kaia seraya menghisap kantong darah itu setelah merobek ujungnya. Tak lupa handuk kecil itu digunakan untuk mengelap keringat di dahinya.

"Bisa, Tuan Putri. Kebetulan jadwal besok juga sedikit luang. Jadi, Tuan Putri bisa beristirahat lebih banyak dari biasanya." Lian menjawab setelah mengecek jadwal tuan putrinya pada hari ini dan esok hari.

Lantas, Kaia tersenyum lebar, "Astaga, itu kabar yang paling–"

"Tuan Putri Kaia! Tuan Putri Kaia!"

Lian langsung berdiri di depan Kaia ketika ada seseorang memanggil nama tuan putrinya dari arah pintu masuk. Ia memasang badan agar tuan putrinya tidak berada di area yang bahaya.

Melihat pelaku yang masuk ke dalam ruang latihan tanpa permisi dan juga terburu-buru membuat Lian mengaktifkan kekuatannya, terlebih saat ia tahu yang datang hanyalah seorang pelayan. Iris mata Lian berkilau dengan warna biru pudar, "Tunjukkan rasa hormatmu kepada seorang Tuan Putri, Pelayan."

Belum sempat pelayan itu mendekati mereka, ia langsung berteriak kesakitan. Terjatuh ke tanah seraya terus mengerang karena merasakan sakit yang menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Lian, hentikan." perintah Kaia setelah melihat bahwa pelayan itu sepertinya ada keperluan yang sangat penting sampai berani memasuki ruang latihan tanpa permisi.

Iris mata Lian kembali normal mendengar perintah tuan putrinya. Ia memberikan akses untuk melihat tuan putrinya kepada pelayan itu. Setelah pelayan itu tidak lagi berteriak kesakitan, Kaia baru menghampirinya. "Ada apa? Apa ada sesuatu yang terjadi sampai harus berlari menghampiriku?"

Pelayan itu mengabaikan rasa sakit yang masih tersisa di tubuhnya. Dengan terburu-buru ia langsung duduk bersimpuh dan menundukkan kepalanya untuk memberi hormat pada Kaia.

"Ma-maafkan atas lancangnya sikap hamba, Tuan Putri Kaia. T-tapi ada masalah serius."

"Katakan."

"T-Tuan Putri Barbie terdiam selama satu jam di ruang latihan khusus nomor dua tanpa melakukan apapun." Lapornya yang membuat Kaia dan Lian kebingungan.

"Itu hal biasa, 'kan?"

Pelayan itu menggelengkan kepalanya, "Firasat hamba ini bukan hal biasa. Hamba mohon untuk cek Tuan Putri Barbie terlebih dahulu, Tuan Putri. Hanya Tuan Putri Kaia yang bisa saya andalkan untuk menolongnya."

Kaia baru menyadari jika pelayan ini adalah pelayan yang diutus untuk menemani Barbie oleh Ayahnya secara langsung. Dikarenakan Barbie tidak menginginkan seorang pengawal, maka diutuslah pelayan yang akan mengurus semua kebutuhannya. Terlebih seorang pelayan tidak punya kemampuan seperti seorang pengawal, pantas saja jika terjadi sesuatu, pelayan ini akan menghampiri pengawal atau tuan putri terdekat untuk membantunya. Contohnya seperti sekarang.

D'WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang