16. Nasehat Ten

306 49 1
                                    


Hendery sedari tadi sibuk mondar-mandir di ruang tunggu, berharap Xiaojun agar baik-baik saja. Jika boleh jujur, sebenarnya Hendery sudah memiliki ketertarikan pada Xiaojun dikit demi sedikit.

Ia juga menyesal sudah membentak Xiaojun kemarin, waktu itu kondisi hatinya sedang tidak baik. Ia bahkan belum minta maaf pada cowok itu, dan sekarang Xiaojun malah dibuat salah paham hingga seperti ini. Semakin besarlah rasa bersalah Hendery.

"Anda dengan walinya?" Tanya dokter yang baru saja keluar dari ruangan Xiaojun.

"A-ah saya temannya, Dok."

"Apa tidak ada keluarga yang bersangkutan?"

Hendery hanya menggeleng, ia tidak punya nomor orang tua Xiaojun.

"Baiklah, kalau begitu, mari ikut saya!"

.

.

.

.

.

.

.



Berita apa lagi ini? Xiaojun divonis buta?

"Anda pasti salah, Dokter!" Hendery masih tidak ingin mempercayai ucapan sang dokter.

"Terserah anda, tapi memang itu kenyatannya. Saya harap anda bisa lebih lapang dada tentang fakta tersebut."
"Lima belas menit lagi pasien akan di pindahkan ke ruang inap," imbuh sang Dokter.

Keluar dari ruangan dokter dengan kesal dan gelisah, rasa bersalah itu kembali datang.

"Aku minta maaf, Xiaojun."

Entah yang ke berapa kali, Hendery meminta maaf pada Xiaojun. Sepertinya tak terhitung.

"Sorry!" Lirihnya.

.

.

.

.

.

.

.

Hendery menghubungi Mark untuk meminta bantuan, dan Mark dengan senang hati menolong. Dan untuk ibu Xiaojun, hendery sudah menghubunginya tadi lewat ponsel Xiaojun. Beruntung ponselnya masih bisa di gunakan.

"Aku takut, Mark."

Mark yang sedang bermain ponsel kini beralih menatap Hendery, "kenapa?"

"Aku takut, takut jika nantinya Xiaojun tidak bisa menerima kenyataan bahwa dia tidak akan bisa melihat lagi."

Mark mengehela napasnya. "Dia pasti akan nerima itu perlahan-lahan."

"Rasanya pasti berat," lirih Hendery.

"Kamu suka sama Xiaojun?" Tanya Mark, hal tersebut berhasil membuat Hendery terpaku sejenak.

"Gak."

"Tapi tingkahmu berkata lain, aku tahu kamu suka sama Xiaojun, jadi berhentilah membohongi dirimu sendiri, Hendery!"

.

.

.

.

.

.

.

.

"Xiaojun!"

Sicheng yang baru saja datang langsung memeluk anaknya yang masih terbaring koma di ranjang, menangis tersedu-sedu dan menggumamkan kata maaf.

"Maaf, Mama gak bisa jadi Mama yang baik buat kamu."

Hendery dan Mark hanya bisa diam di sofa, tak ingin ikut campur dalam urusan keluarga si manis.

Sicheng menoleh, tersenyum ke arah mereka berdua. "Terimakasih, sudah membawa Xiaojun kemari."

Mark dan Hendery hanya tersenyum canggung sambil mengagguk. "Sudah semestinya seperti itu, karena kita berteman."

Sicheng menundukkan kepalanya. "Xiwojun itu anaknya tertutup sekali, jarang punya teman. Saya merasa bahagia karena mengetahui jika Xiaojun sudah punya teman sekarang."

Perkataan Sicheng membuat Mark dan Hendery saling tatap, mereka baru menyadari jika Xiaojun selalu sendirian ketika di sekolah. Kenapa mereka baru menyadarinya sekarang?

"A-ah begitu." Pada akhirnya hanya itu yang dapat keluar dari mulut mereka berdua.

"Kalian boleh pulang, ini sudah malam. Biar saya yang jaga Xiaojun."

Hendery dan Mark mengagguk, "baik, selamat malam ...?"

"Panggil saja, Mama seperti Xiaojun memanggil saya."

"Ah, selamat malam m-mama." Meski agak canggung mereka berdua tetap menggunakan panggilan tersebut.

"Saya akan sering datang, cepat sembuh untuk Xiaojun."

.

.

.

.

.

Hendery kali ini pulang ke rumah ibunya, tidak tega juga meninggalkan Ten sendiri terlalu lama di rumah.

"Mommy sudah tidur?" Hendery membuka pintu kamar sang Ibu, namun di sana, Ten masih belum tertidur.

Siluet tubuhnya terlihat jelas karena cahaya rembulan dari jendela. Hendery mendekat dan memeluk sang Ibu dari belakang.

"Kenapa Mom belum tidur?"

Ten hanya tersenyum, "menunggu putra kesayangan mom pulang tentu saja."

Jawaban dari Ten sukses membuat Hendery trenyuh. "Maafkan Dery, Mom."

Sedangkan Ten malah terkekeh geli. "Memangnya kamu dari mana?"

"Tadi teman Dery kecelakaan, Dery panik jadi Dery menemaninya sebentar tadi."

"Siapa? Mark? Lucas?" Ten hanya memberi dua opsi, karena Ten tahu Hendery selalu cuek dengan yang lain, kecuali mereka berdua.

Hendery menggeleng. "Temanku yang lain."

"Tapi kamu tak punya teman lain." Skakmat, ten selalu bisa membuat Hendery terdiam.

"Memang siapa?"

"Xiaojun." Pada akhirnya Hendery jujur.

"Bagaimana bisa?"

Dan akhirnya Hendery menceritakan semuanya, benar, semuanya. Karena dirinya terlalu bersemangat ketika menceritakan Xiaojun.

"Sepertinya, Dery terlalu banyak bicara." Hendery sadar jika dia terlalu banyak bercerita pada Ibunya.

"Kamu suka sama Xiaojun?"

Hendery menggeleng ribut. "Tidak!"

"Jangan bohong, Mom pernah baca diary mu, di sana banyak nama Xiaojun. Tapi kamu sering manggil dia Dejun kan?"

Sontak wajah Hendery merah, kenapa Ibunya tahu? Dan kenapa ibunya membacanya?

"Maaf mom lancang, mom terlalu penasaran karena kamu jarang bercerita pada mom."

Hendery kini mengagguk, "tidak apa-apa."

"Jadi? Kamu benar-benar menyukainya?"

Hendery mengagguk lagi. "Mungkin."

"Sudah menyatakan perasaan mu?"

"Belum."
"Dery takut ..."

"Kenapa?"

"Dery takut jika nantinya Dery akan seperti Johnny, Dery takut akan menyakiti Dejun nanti." Karena saat ini pun, Xiaojun kecelakaan juga karena salah paham dengannya. Bukankah ini salah Hendery? Itu yang ada di pikirannya sekarang.

"Kalau begitu, jadilah dirimu sendiri, berusahalah untuk tidak menyakiti Xiaojunmu, dan berusahalah semoga kamu tidak seperti Ayahmu."

"Saran Mom, katakan yang sebenarnya, sebelum orang lain merebutnya lebih dulu."

Sorry!! ; henxiaoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang