18. Hidupku Hancur!

325 46 2
                                    

Suasana kamar inap Xiaojun tak kondusif, anak itu berteriak histeris saat tak dapat melihat apapun. Sicheng kualahan dengan hal itu, ia menangis melihat anaknya mendapat cobaan seperti ini.

Dokter datang memberikan suntik penenang agar Xiaojun kembali tenang dan tertidur, bertedap dengan Hendery dan Mark yang baru saja datang. Hendery dengan napas tersengal-sengal bertanya bagaimana keadaan Xiaojun, Sicheng menggeleng pelan dengan isak tangisnya.

"Ini semua salah saya, andai malam itu saya dengan cepat mengejarnya." Hendery menyalahkan dirinya, ia adalah alasan berbesar Xiaojun mengalami kecelakaan.

"Jangan salahkan dirimu, Nak. Ini semua adalah takdir."

"Jun ... Maafkan, aku!" Hendery menggenggam tangan Xiaojun. Air matanya tanpa sadar lolos begitu saja, Mark dan Sicheng yang sadar akan keadaan akhirnya memilih keluar. Meninggalkan Hendery dan Xiaojun di dalam.

"Aku akan melakukan apapun yang kamu mau nantinya, tapi tolong cepat sembuh!"

Hendery menunggu Xiaojun sadar di samping ranjang, duduk termenung sambil menatap wajah pucat Xiaojun. Entah mengapa, rasanya matanya memberat. Hendery tanpa sadar meletakkan kepalanya di atas genggaman tangannya pada tangan Xiaojun untuk pergi menyelami alam mimpi.

***

Xiaojun kembali tersadar beberapa menit yang lalu, ia mengejap pelan walau tak dapat melihat apapun. Warnanya hitam, tak ada cahaya sedikitpun. Air matanya turun membasahi pipinya, apakah setelah kehilangan Hendery? Ia juga harus kehilangan penglihatannya? Dunia kenapa begitu kejam padanya?

Xiaojun merasa ada sesuatu yang hangat menggenggam tangannya, namun ia tak dapat melihat apa itu. Ia manarik tangannya pelan, hingga membuat Hendery terbangun dari tidurnya.

"Xiaojun," panggilnya.

Detak jantung Xiaojun berpacu lebih cepat, ternyata itu adalah Hendery. Kenapa Hendery di sini? Kenapa tak pergi saja dengan kekasihnya?

Entah terlalu senang atau bagaimana, Hendery memeluk erat Xiaojun. Sedangkan Xiaojun menatap kosong ke depan, ia tak melihat apapun, namun air matanya masih bisa megelir deras.

"P-pergi!" Xiaojun memberontak saat Hendery memeluknya, Hendery bingung, kenapa Xiaojun berlaku demikian?

"Pergi Hendery!"

"Tidak!"

"Aku sudah buta! Kenapa kamu masih di sini!" Xiaojun tak tahu di mana Hendery berdiri, ia bicara sambl menatap lurus ke depan.

"Aku tak peduli, Xiaojun!"

"Tapi aku peduli! Bagaimana dengan kekasihmu waktu itu, kamu ..."

"Persetan dengan hal itu, kamu salah paham! Dia sepupuku, dan sekarang aku di sini, di depanmu, Xiaojun!"

"Tak ada yang bisa kamu harapkan dariku, Hendery. Aku buta, kau tahu itu. Ku mohon, pergilah Hendery!"

"Tidak!"

"PERGIII!"

Tapi bukannya pergi, Hendery malah memeluk tubuh Xiaojun. Dipeluknya erat tubuh ringkih itu dengan sayang.

"Aku tahu ini sangat terlambat ..."

" ... Xiaojun, aku mencintaimu."

Hendery berbisik tepat di samping telinga Xiaojun, Xiaojun yang awalnya memberontak kini perlahan tenang walau masih terisak.

"Aku mencintaimu."

Masih dengan kata yang sama, Hendery berkali-kali mengatakan bahwa ia mencintai Xiaojun.

Tetapi, Xiaojun masih tak percaya dengan hal itu, bukannya senang. Ia malah mendorong tubuh Hendery agar pelukannya terlepas. "Kamu mengatakan hal itu karena aku buta, kan? Karena kamu kasihan padaku, kan?"

Hendery menggeleng. "Sama sekali tidak, Xiaojun. Aku benar-benar mencintai mu."

"BOHONG! SEMUANYA BOHOOONG!" teriak Xiaojun bersamaan dengan datangnya Sicheng, Mark, dan para perawat. Mereka tampak kesusahan menenangkan Xiaojun. Tidak mungkin mereka menyuntik obat penenang lagi untuk jangka waktu pendek.

"Pasien belum dapat menerima kenyataan tentang dirinya yang sekarang, kami mohon untuk tidak memberi tekanan pada pasien saat ini."

Pesan Dokter tersebut membuat Sicheng sangat sedih, begitu pula Hendery dan Mark. Mark menepuk bahu Hendery, menyemangati sahabatnya itu.

"Tak apa, pelan-pelan saja!"

Sorry!! ; henxiaoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang