12

119 1 0
                                    

Kuingin kau selalu dipikiranku,
Kau yang selalu larut dalam darahku,
Tak ada yang lain hanya kamu
Tak Kan Pernah Ada - Geisha

~~~


Caffe Alexis tempat Raffa bertemu kakek dan ayahnya...

"Udah lama kah kalian?" Tanya seseorang yang baru saja datang.

"Weits Beno apakabar No?" Tanya Pak Radit pada orang itu.

"Kabar baik" Jawab pria itu. "Loh ini Raffa pasien gw 2 tahun yang lalu kan?" Tanya Pria itu lagi.

"Iya Raffa, cucu saya yang anda cuci otaknya. Sehingga jadi gak waras" Sarkas kakek Raffa.

"...." Suasana mendadak hening.

"Emm elu yang bikin dia begini. Elu bisa kan ngembaliin dia ke setelan pabrik?" Tanya Pak Radit memecah suasana.

"Bisa" Jawab Pria bernama Beno itu.

"Oke let's play Ben" Kata papanya Raffa.

Raffa yang bingung jadi bertambah bingung. Ia merasa salah tongkrongan disana. Saat ia sedang bingung, minuman americano yang ia pesan tadi datang. Akan tetapi saat Raffa meminumnya, ia merasa ngantuk berat dan ingin segera tidur, Ia tidak perduli lagi dengan obrolan pria-pria tua itu. Ia meletakkan kepalanya diatas meja dan tertidur pulas.

Saat itulah Beno si dokter yang memiliki keahlian mencuci otak itu menjalankan aksinya.

Raffa kini telah kembali ke setelan pabrik, dimana ia menjadi Raffa yang 'sebenarnya', otaknya dicuci lagi oleh sang dokter dengan menceritakan perjalanannya sejak bayi hingga sekarang termasuk soal Hesti yang memporak porandakan hidupnya.
Tidak lama setelah itu Raffa terbangun.

"Papa, kakek, ayah, om Beno" Sapa Raffa saat ia terbangun.

Keempat pria paruh baya itu tersenyum bahagia melihat Raffa telah kembali.

"Serem ih senyum-senyum sendiri" Celetuk Raffa.

"Welcome back anak papa..." Sapa Pak Radit.

"Apa yang terjadi selama ini?" Pancing dokter Beno.

"Banyak..." Kata Raffa murung.

"Kok malah sedih sih?" Tanya papa Raffa.

"Raffa ga sedih, cuman heran aja kok bisa gitu ada orang sekejam Hesti..."

"Setidaknya dia telah mendapatkan balasannya bukan?" Celetuk Pak Indra, Ayah dari Intan.

"Oh iya yah, Raffa udah kasih apa yang ayah dan ibu harapkan selama ini hahaha" Kata Raffa antusias saat melihat sang ayah mertua.

"Emang ayah berharap apa sih?" Tanya Pak Indra sekaligus mengetes apakah menantunya sudah benar-benar pulih.

"Cucu laki - laki kan(?)" Tanya Raffa balik.

"Iyaps hahahaha masih inget aja kamu... Btw kok bisa sih emang kamu selama sama Hesti ketemu sama Intan?" Ayah Intan terus menerus memancing Raffa.

"Iya, jadi ga lama setelah Raffa sembuh pada saat itu, Raffa diajak pulang oleh Hesti ke rumahnya. Tiga minggu kemudian Raffa diminta oleh Pak Wisnu (papa Hesti) untuk memegang perusahaannya. Perusahaan yang ternyata tempat kerja kami sekaligus tempat bertemunya Raffa dengan Intan hingga menikah" Cerita Raffa.

"Loh kalian kerja disana???" Tanya papa Raffa kaget.

"Iya" Jawab Raffa.

"Dasar kamu jadi pimpinan diperusahaan keluarga sendiri ga mau, giliran jadi kacung di perusahaan musuh malah mau" Tutur papa Raffa heran.

"Bagus dongggg... Mereka bisa belajar menghargai pegawai rendahan semisal mereka menjabat jadi pimpinan nantinya"  Celetuk sang kakek tiba-tiba. "Selain itu, kita bisa melihat celah kekurangan dari mereka bukan?" Lanjut kakek Rano dengan suara pelan.

Mereka berbincang-bincang hingga sore hari.

Kemudian mereka memutuskan untuk pulang kerumah masing-masing.

Sesampainya dirumah, Raffa segera menemui Intan dan memeluknya,

"Sayangkuuuuuu.... Akhirnya kita bisa sama-sama lagiiii" Raffa berkata demikian sambil terus menciumi Intan.

Intan yang masih syok mendengar penuturan Nura dan Brian siang tadi semakin syok kala melihat tingkah Raffa yang menurutnya absurd itu. Ia segera melepaskan pelukan Raffa dan menjauhinya, melihat Intan yang menjauhinya Raffa menjadi bingung.

"Yank, kok kamu gitu?" Tanya Raffa.

"Beri aku waktu untuk mencerna semuanya Mas..." Jawab Intan.

"Hah mencerna apasih yank?" Tanya Raffa semakin bingung.

"..." Intan diam, ia merasa bimbang antara mau menceritakan semua cerita dari Nura atau memendamnya seorang diri.

"Yank?" Raffa memanggil Intan yang melamun.

"Eh iya mas?" Intan gelagapan.

"Kamu kenapa sih yank? Tadi katanya mencerna tuh mencerna apaan?"

"Ehm engga ada mas, gapapa. Eum aku ke kamar duluan ya mas. Nengokin Rain kali aja kebangun" Intan mencari alasan.

Intan berjalan ke kamar meninggalkan Raffa seorang diri di ruang tamu. Ia mengunci pintu kamarnya supaya Raffa tidak dapat masuk dan mengganggunya. Intan merasa butuh waktu untuk menerima semuanya.

"Nak, jika memang seperti itu kebenarannya mama akan sangat bahagia karena ternyata kamu bukanlah anak haram seperti yang dibilang temen-temen kerja mama dahulu sayang" Intan berbicara pada babby Rain seraya mengelus rambutnya.

"Tapi rasanya mama masih sulit menerima itu semua nak... Mama gatau harus gimana, jika mama memaksakan mengembalikan semua ingatan mama. Kepala mama terasa sakit sekali sayang, mama harus bagaimana?" Curhatnya lagi pada sang bayi.

Babby Rain yang dicurhatin hanya bisa menanggapinya dengan ocehan dan tawa khas bayi karena merasa diajak ngobrol oleh mamanya.

Tok tok tok
"Intan...., sayang buka pintunya dong yank" Teriak Raffa dari luar kamar.

Intan kekeuh tidak mau membukakan pintu untuk Raffa.

"Yank, Nura sama Brian kecelakaan di tol" Teriakan Raffa yang ini berhasil membuat Intan terkejut ia membuka hp nya dan benar saja terdapat buanyak sekali misscall dari beberapa nomor tidak ia kenal. Intan segera berlari kearah pintu dan membukanya.

"Masssss Nura massss" Teriak Intan.

"Ganti baju dulu terus kita kesana ayok" Ajak Raffa.

Intan segera mengganti baju, tak lupa mengganti pampers babby Rain kemudian ia menitipkan sang bayi pada tetangga sebelah rumahnya.

"Kok dititipin sih yank?" Protes Raffa saat Intan duduk di motor.

"Lebih baik begitu mas, bukankan kita mau ke rumah sakit nanti? Kasian kalo kitabawa Babby Rain kemudian kita harus riwa riwi mengurus keperluan Nura dan Brian kan" Jawab Intan.

"Yaudah kalo itu yang terbaik" Sahut Raffa kemudian mereka segera berangkat ke TKP menggunakan motor milik Intan.

Waduduhhhh Nura sama Briannnn!!!!

Teman RanjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang