Prolog

1.2K 15 0
                                    

Pagi ini langit begitu cerah, bahkan kicauan burung terdengar sangat merdu di telingaku. Perkenalkan, namaku Maysa Farani seorang karyawan swasta di sebuah perusahaan pertambangan emas di Sumbawa, Nusa Tenggara. Kalau kalian tanya berapa umurku? Tentu saja sudah tidak muda lagi, tapi juga tidak bisa sulit untuk menemukan pasangan yang tepat, walau aku bukan termasuk dalam golongan pemilih. Hanya saja mungkin belum ada jodoh.

Sehari-harinya aku bekerja di perusahaan tambang dan tinggal di mess yang disediakan perusahaan. Asalku dari Kalimantan, kalian tidak perlu tahu dari mana. Sorry, sedang belajar menjaga privasi sedikit. Karena kata Mas Seto, privasi itu penting dan sekarang aku mencoba untuk mempraktekannya. Pagi ini aku telah disibukkan dengan banyaknya laporan tahunan yang harus diperiksa, karena harus segera dikirim ke kantor pusat akhir bulan. 

"Sa, kamu jadi balik akhir bulan nanti?" aku memalingkan wajah ke arah suara, supervisorku tengah berdiri di ambang pintu ruangan kerjaku. 

"Jadi, Pak. Sudah kangen orang rumah," jawabku kembali fokus pada layar PC. 

"Nggak kangen pacar, Sa?" godanya seperti biasa di tengah nasib jombloku. 

"Eleh... Bapak ini seperti nggak tahu saja kalau Sasa ini jomlo HQQ," cengirku menanggapi pertanyaannya. 

"Terus cowok yang saya lihat gandeng kamu mesra waktu di Malaysia itu siapa, ya, Sa?" 

Seketika itu juga kegiatanku mengetik berhenti saat mendengar pertanyaan Pak Johan, supervisor di divisi Pelaksana. Jantungku berdetak tak beraturan karena pertanyaan dengan nada menggoda itu membuatku mati kutu. Aku lupa jika saat 3 bulan lalu, Pak Johan juga pergi liburan dengan keluarganya ke Malaysia. 

 Sedangkan aku yang beralasan cuti karena rindu kampung, justru terdampar di Negara yang sama dengannya. Mana saat itu aku menghabiskan waktu dengan Mas Seto. 

"Sa...""E-eh, anu... Itu... Teman, Pak," jawabku sedikit terbata-bata dengan cengiran lebar. 

"Teman apa teman? Kalian mesra banget loh, dia sampai cium-cium kening kamu. Saya saja sampai nggak enak mau negur, takut ganggu," lanjutnya yang membuat keningku berkeringat dingin.Mampus! Ketangkap basah, kan, aku lagi melancong ke Negara tetangga cuma buat ena ena. Ampun, deh, kirain sudah paling aman tuh buat ena ena. Tahunya ketemu saja sama yang dikenal, walau sebenarnya Mas Seto nggak ada masalah mau menghabiskan waktu di mana saja. Cuma aku kemarin pengen belanja saja sebenernya sambil ditemanin dia. 

 "Teman, Pak. Seriusan, deh, Sasa, Pak," kilahku dengan jari tengah dan telunjuk di depan wajah. 

"Ya sudah, saya percaya saja. Kalau bisa segera diresmikan, nggak baik kemana-mana hanya berdua dan mesra-mesraan di tempat umum tanpa ikatan yang sah," ucapnya lagi sebelum keluar ruang kerjaku. Sebenernya juga pengen disahkan, tapi Mas Seto belum ingin berkomitmen. Sedangkan aku sudah mentok sama dia, gimana dong? Lebih tepatnya aku mentok sama kenikmatan yang dia kasih. 

 Kami Teman Tapi...???

Teman Tapi???Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang