Tulangku serasa remuk ketika melihat air mata Ayah dan Ibu menetes, rupanya tadi Ibu sedang membawa nampan berisi camilan untukku dan Ayah. Jadi sekarang kedua orang tuaku sudah tahu tentang keberadaan Arkan dan keberengsekkanku.
Sungguh hatiku sakit melihat wajah kecewa Ayah dan Ibu, sedangkan Bang Farhan hanya menggeleng dengan wajah sedihnya bersama dengan kakak iparku.Tapi mau sampai kapanpun aku menutupi semua ini rasanya percuma, karena lambat laun semuanya akan tahu tentang hal ini. Arkan pantas mendapatkan pengakuan dari keluargaku, aku sudah cukup banyak berdosa padanya. Membuatnya hadir dan terlahir tanpa nyawa adalah salah satu dosa yang membuatku sangat merasa kecil.
"Katakan semua ini bohong! Bilang sama Ayah kalau semua ini bohong, Nak!!!" teriak Ayah tepat di depan wajahku yang sudah basah dengan air mata.
"Maaf, Yah. Maafin Maysa, Yah," isakku sambil memegang kaki Ayah yang bisa ku rasakan bergetar, begitupun dengan Ibu.
"Kamu keterlaluan!!!" teriak Ibu histeris dan nyaris jatuh kalau saja Bang Farhan tidak menahan tubuhnya dengan sigap.
"Di mana anak kamu?" tanya Ayah menatapku dengan tatapannya yang begitu tajam.
"Sudah nggak ada, Yah," isakku lagi terdengar sangat memilukan.
"Keterlaluan! Kamu gugurin dia? Dia nggak salah apa-apa, Maysa! Yang salah itu kamu dan laki-laki yang nidurin kamu!" teriak Ayah membuatku beringsut mundur melepaskan pegangan tanganku pada kaki Ayah yang masih bergetar.
"Nggak, Yah. Sasa nggak pernah gugurin Arkan, Sasa keguguran," isakku.
"Bahkan Sasa nggak tahu kalau ada di dia di rahimnya Sasa. Dikirain buncit cuma gara-gara cacingan, tahunya Sasa hamil, Yah."
Keempat orang yang berbagi udara denganku kini menatapku tajam dan semakin menyeramkan, bahkan aku bisa melihat Ibu mengencangkan rahangnya.
"Jangan bercanda, Sasa!!!" teriak Ibu yang membuat tangisku semakin pecah.
"Sasa serius, Bu..."
"Siapa laki-laki itu? Bilang sama Ayah?" tanya Ayah sedikit melembut ketika melihat tangisku semakin histeris.
Karena jujur saja aku merasa sangat bersalah dengan semua ini, tapi sekali lagi nasi sudah menjadi bubur ayam Bandung kesukaanku. Dan saat aku baru saja membuka mulut ponselku di kamar terdengar berbunyi, aku yakin sekali kalau Mas Seto yang menghubungi. Dengan tatapan memohon aku meminta Bang Farhan menjawab panggilan itu, setidaknya Bang Farhan tidak akan langsung memberondong Mas Seto dengan pertanyaan seperti Ayah.
"Yah, ini Daddynya Arkan mau bicara," ucap Bang Farhan pada Ayah sembari membawa ponselku.
"Siapa?" tanya Ayah menaikkan intonasinya.
"Calon suaminya Maysa, Yah. Tadi dia sudah jelasin ke Farhan duduk masalahnya apa, sekarang dia mau bicara sama Ayah," ucap Bang Farhan lagi dan semakin membuatku tidak tenang.
Bukannya apa-apa, Mas Seto itu kalau ngomong suka ngelantur dan absurd. Khawatir saja dia bakalan ngomong yang nggak-nggak ke Ayah. Bukannya makin lancar yang ada malah makin runyam semuanya. Sampai pada akhirnya ku lihat Ayah mengambil ponselku dan menempelkannya di telinga. Setelah itu aku bisa melihat wajah serius Ayah dan kalimat yang diucapkannya begitu membuatku shock bahkan hampir kehabisan napas.
"Kalau besok kamu dan orang tua kamu tidak datang ke sini, Saya akan nikahkan Maysa dengan anak tukang ayam di pasar!" ucap Ayah dengan tegasnya sebelum memutus sambungan telepon.
Hah? Seriusan Ayah ngomong begitu ke Mas Seto? Aku mau dinikahkan sama anaknya Acil Salmah yang ompong dan kukunya jorok itu? Demi buaya-buaya di Teritip, Maysa nggak mau nikah sama itu orang. Kalau pun sampai kejadian, lihat saja apa yang akan aku lakukan. Aku akan keluar lewat jendela kamar dan melarikan diri dengan Mas Seto.
"Kamu dengar, kan, Maysa?" tanya Ayah dingin dan membuatku bergidik ngeri.
"Sasa nggak mau, Yah," tangisku semakin kencang karena membayangkan bersanding di pelaminan dengan makhluk astral sejenis Salman itu. Aduh dikasih Salman Khan saja aku nggak mau, kok, bakalan langsung nolak. Lah ini Salman Ompong, ya, nggak mungkin mau .Mas Seto... Sasa takut...
Aku seriusan nggak mau nikah sama Salman ompong itu, aduh geli banget ngebayangin dicium sama dia. Apalagi aku biasa dicium Mas Seto sampe kelonjotan, terus tiba-tiba berubah jadi manusi kuda itu. Buset!!!
"Kamu dengar apa kata Ayah, Maysa? Besok laki-laki itu harus datang untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Kalau tidak kamu akan tergantung di atas sini dengan kaki terbalik," aku bergidik melihat ke langit-langit ruang keluarga.
Kalau kalian pikir yang bicara tadi itu Ayah, kalian semua salah. Yang bicara begitu dan setega itu ternyata Ibu. Makin suram kehidupanku kalau sampai besok Mas Seto gak dateng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi???
HumorNB : Harap bijak dalam membaca, cerita ini mengandung 21+ Ini cerita tentang pertemananku dengan seorang lelaki bernama Arriza Seto Kusumo. Ditengah pertemanan yang kami jalin selama ini tiba-tiba saja semuanya berubah. Kalian ingin tahu tentangku...