11-Desember-2022
•ALULANA•Baru saja Nathan memasuki
rumahnya, ia sudah mendapati Aulia yang rapih dengan setelah serba hitam, dan tas berukuran sedang. Cowok itu melayangkan tatapan heran kepada Ibunya. Tanpa menyadari keberadaan Nathan di sana Aulia tidak berhenti mondar mandir sambil kembali mengecek barang-barang di dalam tas."Ma?"
Aulia menoleh. "Baguslah kamu udah pulang, sekarang cepat siap-siap."
Tak ingin mengiraukan perkataan Aulia, Nathan malah berjalan menuju tangga untuk pergi ke kamarnya. "Mau kemana 'sih emanganya? Mama pergi sendiri aja Nathan masih capek," katanya saat sampai di tangga ketiga.
Tiba di kamar Nathan segera merebahkan tubuh di atas kasur, kemudian meraih remote tv yang tersimpan di atas nakas.
"Kamu kalau mama ngomong nggak pernah diturutin!" seru Aulia di balik pintu kamar Nathan.
"Nathan udah bilang masih capek!" balas Nathan sambil berteriak.
"Jangan banyak alasan, buka pintunya Nathan! Kita harus ke Bandung sekarang!"
Bandung, rasanya Bandung sudah tidak semenarik dulu. Aulia tidak tahu kalau Kota itu sudah berada dalam daftar black list tempat yang tidak ingin Nathan datangi setelah kejadian malam itu. Bukannya bersemangat, Nathan malah semakin malas mendengar kalau dirinya harus ikut Aulia untuk pergi ke Bandung.
"Ini soal Tante Bulan, Nathan!"
Clek.
Akhirnya pintu kamar Nathan terbuka, tanpa jeda Aulia menyelinap masuk lantas mengeluarkan beberapa setelah pakaian dari lemari Nathan dan menaruhnya di atas kasur.
"Mama ngapain sih!" geram Nathan sambil menahan pergarakan Mamanya.
"Kamu nggak akan nurut kalo nggak pake cara kaya gini. Cepet, kita buru-buru."
"Nathan nggak ada hubungannya sama dia lagi, Ma! Mau dia ngapain juga Nathan nggak peduli!" senggah Nathan.
"Nggak ada hubungannya? Kamu lupa siapa Tante Bulan, Nathan? Kamu ada masalah sama dia?"
Nathan membuang mukanya asal. "Dia yang mulai bikin masalah duluan sama Nathan."
Hanya menggeleng singkat, Aulia lanjut mengambil tas kecil untuk memsukan semua pakaian Nathan ke dalam sana, "Masalah aapapun itu bisa di selesaikan nanti, urusan kali ini lebih penting."
Kesal dengan Aulia yang tetap bertekad memaksa Nathan untuk ikut, dirinya menyambar sebuah jaket hitam di gantungan baju, cowok itu juga mengambil kunci motor di atas meja lalu keluar meninggalkan Aulia.
"Nathan!" seru Aulia memanggil anak laki-lakinya.
Nathan dengan cepat membawa motornya keluar dari pekarangan rumah sebelum Aulia berhasil menahannya. Lebih baik Nathan menerima amukan Aulia daripada Ia harus kembali ke kota itu. Pergi ke sana apalagi untuk bertemu dengan Bulan hanya membuat kekecewaan Nathan semakin besar.
Disinilah Nathan, di pinggir jembatan bersama si kembar. Kedua orang yang memliki wajah sama persis itu baru saja sampai dengan tubuh terbalut jaket berwarna senada, mereka terlihat tidak senang karena Nathan tiba-tiba menyuruh untuk menemaninya. Hari tengah mengalami senja, mereka bertiga bertumpu tangan di tiang jembatan, menatap hamparan laut luas sepanjang mata memandang.
Nathan mendengus. "Bajingan!" umpatnya.
Si kembar saling menoleh, mereka bertanya lewat mata. Raka mengangkat bahu, memilih abai dan membiarkan Nathan meredakan emosinya sendiri.
"Lo kenapa, sih?" tanya Arka, mengundang tatapan tajam dari Nathan.
"Diem lo!"
"Lah, gue cuma nanya kali."
"Bangsat, kalo gue bilang diem lo jangan ngomong! Kalian bikin gue tambah pusing aja tau gak! Gue kesini mau nenangin pikiran, taunya malah tambah muak!" hardik Nathan meludah ke arah Arka.
Tangan Arka terkepal emosi. Kakinya melangkah lebar menghampiri Nathan kemudian mencengkram kerah bajunya dengan sorot mata menatap nyalang, rahangnya mengeras tanda sedang marah.
"Kalo lo punya masalah, jangan bawa masalah lo ke sini, setan!"
Nathan balas melakukan hal yang sama dengan Arka. "Lo yang mulai!"
Bugh!
Hanya dengan satu kali pukulan di daerah perutnya Nathan langsung tersungkur kebelakang. Belum sempat bernapas, Arka sudah berdiri ditasnya hendak kembali melayangkan pukulan, namun dihentikan oleh Raka dari arah belakang. Ia mengunci kedua tangan Arka kemudian membawanya menjauh dari Nathan. Sudah pasti Arka memberontak marah, menyumpah serapahi saudaranya tanpa ampun.
"Lepasin, bego! Gue mau ngasih pelajaran sama si bego satunya lagi!"
"Kalo lo tiba-tiba nyerang kaya gitu, artinya lo sama dia nggak ada bedanya," tekan Raka.
"Gak peduli! Gue tau lo juga udah muak 'kan sama sikap dia yang suka semena-mena?"
Nathan masih terlentang di atas tanah sambil merintih kesakitan, tapi telingannya juga masih berfungsi baik untuk mendengar pembicaraan Arka dan Raka.
Setelah kukungan Raka terlepas, Arka merapihkan jaketnya yang sempat turun dari bahu. Kedua alis Raka bertaut tidak suka, "Kita udah sepakat buat nggak bahas ini."
"Ck. Harusnya dari awal lo dengerin apa kata gue, Ka. Jangan paksain diri lo buat terus berada di lingkungan orang yang lo benci. Dari awal gue udah nggak mau pura-pura jadi temen si brengsek ini cuma karena dia nggak punya teman sama sekali. Liat pake mata lo Raka, orang kaya dia emang pantes nggak punya teman. Egois, tempramen, keras kepala, seenaknya, siapa yang mau deket-deket sama orang kaya gitu?"
"Tutup mulut lo, Arka." Mata Raka sudah memerintahkan Arka untuk berhenti.
"Gak. Ini yang seharusnya gue bicarain dari dulu. Kalo lo temenan sama dia cuma karena kasian, percuma 'Ka, akhirnya nggak akan baik. Lo cuma nyiksa diri lo sendiri. Masi mending kalo emang cuma lo doang, tapi di sini lo juga bawa-bawa gue!"
Lepas sudah semua yang selama ini terpendam di antara mereka. Nathan tidak beranjak dari posisi sebelumnya, Ia bisa mendengar semua yang dikatakan Arka dengan jelas. Nathan tersenyum miring sambil menatap langit berwarna oranye keungu-unguan dengan sendu.
"Gue nggak mau berurusan lagi sama si brengsek ini. Terserah lo mau tetap sama dia atau ikut pergi, gue gak peduli selama lo nggak seret gua buat yang kedua kalinya."
Arka melenggang dari sana setelah melirik Nathan sekilas. Raka yang masih bediri disana menundukan kepalanya lalu menghela napas panjang.
"Sorry, Tan."
Hanya itu yang bisa Raka katakan sebelum akhirnya menyusul Arka.
"Ya, gue gapapa. Makasi udah nemenin gue walaupun selama ini kalian cuma sandiwara." Nathan tertawa kecil, terdengar melelahkan. "Arka, Raka, Tante Bulan, mereka semua bohongin gue."
*****
Setelah pulang dari rumah sakit, Aluca tidak pernah lupa untuk membawa foto itu kemanapun Ia pergi. Dirinya berkali-kali mengatakan kalau ia tidak pernah melihat wanita secantik bundanya, saat Klana dan Aluca bersama hanya cerita tentang wanita itu yang selalu Klana dengar. Dengan mudah Ia mengabaikan semua objek di sekitarnya untuk menghabiskan waktu memandangi foto tersebut.
Dalam benaknya Aluca selalu berangan kalau itu adalah sosok Ibu yang memang sedang menemaninya kemanapun ia pergi.
TBC
HAWAI YU? AIM FAIN TENGKYU
CIEE double up eung, ayo lanjut scroll, semangatt ❣️
TAPI BINTANGNYA JANGAN DI ANGGURIN JUGA DONG, KASIH NANAS COBA 🍍🍍
KAMU SEDANG MEMBACA
ALULANA [END] ✓
Teen Fiction"Gue sakit. Kalo bukan karena Bunda mungkin gue udah mati dari dulu." ******************** [HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Sejujurnya, sulit sekali untuk mendeskripsikan mereka berdua menjadi beberapa baris kata yang harus aku tuangkan ke dalam cer...