Song recommendation : Feby Putri - Usik
• ALULANA •
Dalam diam angin bertiup lembut, anak laki-laki berusia 13 tahun itu menatap bulan penuh kagum. Tiba-tiba tersirat pertanyaan dalam benak, kenapa hatinya tidak pernah secerah benda langit di atas sana, kenapa hanya sunyi dan kegelapan? Kenapa tidak ada setitik cahaya yang membantunya untuk bersinar?
Tangan kecil itu berpangku pada brankar, kemudian netra cokelatnya beralih menyusuri ruangan bernuansa putih, gorden berwarna hijau mudah tergerak oleh tabrakan angin, hembusan yang merebak masuk sampai menyapu lembut wajah lelaki itu.
Di antara hening sambil menatap bulan yang polos tanpa bintang, hati kecil pemilik surai hitam itu sebenernya menjerit, bertanya apakah ia bisa berhenti hidup sebagai Aluca Melviano Rajasa dan terlahir kembali sebagai orang yang lebih beruntung?
Hari tepat 1 tahun Aluca didiagnosis kanker LLA (Leukimia Limpoblastik Akut). Menjalani metode pengobatan yang cukup umum seperti kemoterapi, membuat beberapa helai rambutnya jatuh dari hari ke hari. Akibatnya, rambut Aluca sangat tipis, belum lagi kondisi psikisnya yang tidak terlalu baik karena ia selalu kesepian.
Jangankan sekarang, sebelum ia didiagnosis mengidap leukimia Aluca adalah orang yang sangat tertutup. Aluca tinggal di sebuah apartemen sendirian sejak usia 10 tahun, dengan beberapa kebutuhan yang di kirim oleh satu-satunya kerabat yang ia punya, Tantenya. Hal ini juga yang membuat anak ini sulit bersosialisasi, di paksakan mandiri oleh keadaan, berbuat sesuatu yang Aluca sendiri tidak tahu apakah ini adalah hal yang benar atau salah.
Jika mengingat itu semua, terkadang Aluca takjub karena ia bisa bertahan sampai sekarang.
Terdengar pintu berdecit pelan, memecahkan keheningan antara Aluca dan bulan. Tanpa melihat siapa yang datang Aluca bertanya dingin, "Mau apa Tante ke sini?"
Setelah menutup kembali pintu, perempuan berusia 25 tahun itu mendekat dengan wajah angkuh. Tangan kanannya menyimpan tas di atas nakas, secara tidak sengaja matanya juga melihat satu mangkuk bubur yang masih belum tersentuh sama sekali. Dengan kening berkerut tipis, Riana menatap Aluca yang tengah dalam posisi membelakanginya.
"Kenapa belum sarapan?"
Aluca bergeming. Membuat perempuan dengan nama lengkap Riana Zazkia Ayuma itu berinisiatif mengambil mangkuknya dan menghampiri Aluca.
"Makan, jangan membantah."
Bukanya menurut, Aluca malah menatapnya tanpa selera, "Nggak usah repot. Kalo mau pasti udah Al makan." Aluca turun dari ranjang kemudian menghampiri jendela, "Tante boleh keluar."
Kesal, Riana meletakan dengan kasar mangkuk berisi bubur itu di atas ranjang, sampai sebagiannya tumpah mengotori seprai. Walaupun mimik wajah Riana masih terlihat tenang, amarah hampir meluap di balik bayang-bayang nya.
"Di mana adab kamu, Al? Saya tidak pernah mengajarkan kamu berbicara seperti itu, apa lagi dengan orang tua," tekan Riana.
"Emangnya Tante pernah ngajarin apa aja sama Al? Nggak ada. Selama ini Al cuma sendirian," pungkasnya sambil tak lepas menatap bulan.
Terdengar suara ketukan heels yang mendekat. Riana melipat tangannya di dada, menatap tajam punggung anak 13 tahun itu. "Kamu hendak marah? Ayo bicarakan langsung di depan saya."
Tangan Aluca mengepal mendengar nada bicara Riana yang tak kalah dinginnya.
"Berbalik, Al. Lihat saya."
Badan Aluca perlahan berbalik, namun ia masih enggan menatap mata Riana. Aluca hanya menunduk, rasanya lantai dingin itu lebih menarik daripada keberadaan Riana di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALULANA [END] ✓
Novela Juvenil"Gue sakit. Kalo bukan karena Bunda mungkin gue udah mati dari dulu." ******************** [HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Sejujurnya, sulit sekali untuk mendeskripsikan mereka berdua menjadi beberapa baris kata yang harus aku tuangkan ke dalam cer...