Sepanjang jalan menuju kantor polisi, Emilio hanya menundukkan kepalanya. Airmata sudah hampir mengering di pipinya. Rasanya masih seperti mimpi. Kaili, satu-satunya teman sebayanya kini sudah tiada, padahal semalam mereka baru saja menghabiskan waktu bersama, apakah bisa dipercaya?
Ia turun dari mobil dengan dikawal dua orang polisi berbadan besar, dan di depannya ada Detektif Ravi yang tadi membawanya. Ia mengikuti langkahnya yang besar dengan susah payah.
Emilio sampai di sebuah ruangan yang terlihat seperti ruang interogasi, namun tidak semenyeramkan seperti yang selama ini ia lihat dalam film. Ada 3 buah kursi dan 1 buah meja, ruangan tersebut memiliki dinding berwarna putih dan di sudut ruangan terdapat sebuah meja yang berisi mesin pembuat kopi dan juga dispenser.
"Silahkan duduk." Detektif Ravi mempersilahkan Emilio untuk duduk di sebuah kursi, sementara ia sendiri duduk di hadapannya dengan laptop dan juga beberapa lembar kertas di tangannya.
"Ini bukan interogasi, tapi ini hanya bagian dari prosedur, dan saudara akan dimintai keterangan karena menurut saksi, korban terakhir melakukan kontak dengan anda." ujar Detektif Ravi.
Emilio hanya diam sembari masih berusaha menyerap semua kata-kata yang diucapkan oleh detektif yang ada di hadapannya ini. Ia hanya mengangguk-angguk kecil.
"Saudara Emilio Caessa, benar?" tanya Detektif Ravi. Emilio mengangguk.
"Jurusan Teknik Mesin angkatan 2019 di Universitas Ganesha, benar?" Emilio lagi-lagi mengangguk.
"Bisa ceritakan apa hubungan anda dengan saudara Kaili?"
Emilio menghela napasnya, "Saya teman satu kampus sekaligus teman satu kosan. Kami udah saling kenal sejak SMA karna kebetulan kami dulu juga satu SMA. Saya lumayan dekat dengan Kaili karna di kosan hanya kami yang usia nya sebaya." jelasnya.
Detektif Ravi mengangguk, "Bisa jelaskan apa yang anda lakukan terakhir kali bersama saudara Kaili?"
"Kami kemarin habis kumpul bareng sama teman-teman kosan yang lain buat ngerayain kemenangan Kaili di lomba paper internasional. Acara selesai sekitar jam 9 dan saya sama Kaili naik duluan ke kamar saya dan Kaili ngobrol di kamar saya sampai jam 12 malam sebelum akhirnya dia balik ke kamarnya. Paginya, sekitar jam 7.50 saya ketuk kamarnya karna dia bilang ada kuliah jam 8, tapi saya ketuk beberapa kali dia ga keluar-keluar, terus saya tinggal ke kampus duluan karna saya udah terlambat. Saya titip sama beberapa temen kosan buat bangunin Kaili karna takut dia juga kesiangan." Emilio berbicara panjang lebar dengan suara bergetar.
Detektif Ravi mengangguk seraya mengetik semua hal yang diucapkan Emilio pada laptopnya. Sejenak kemudian ia memalingkan wajahnya, dan menatap Emilio serius.
"Apa anda tahu siapa yang kemungkinan memiliki dendam pada saudara Kaili?" tanya Detektif Ravi. Emilio mengernyitkan dahinya bingung.
"Bukannya Kaili bunuh diri?" tanya Emilio balik.
Detektif Ravi menghela napasnya, "Kami masih mempertimbangkan kemungkinan adanya pembunuhan dikarenakan adanya hal ganjil pada TKP."
"Hal ganjil?"
Detektif Ravi menggeleng, "Maaf kami belum bisa memberi tahu hasil penyelidikan kepada anda karna saat ini anda masih masuk ke dalam daftar potensial tersangka."
Emilio menelan ludahnya. Dirinya? Tersangka?
**********
Radi hanya menatap getir saat jenazah Kaili dibawa oleh petugas untuk dimasukkan ke ambulance untuk dibawa ke rumah sakit. Barusan ia juga sudah menghubungi orangtua Kaili dan mereka akan segera berangkat ke Bandung.
KAMU SEDANG MEMBACA
As It Was | nct 127
Fanfictionyou know it's not the same, as it was. "kenapa semuanya jadi begini semenjak kepergiannya?" NCT 127 Thriller/Mystery Fanfiction. Start: 9 Mei 2022 End: 5 Agustus 2022