Chapter XII: The Disappearance of Adnan

212 35 6
                                    

"Mil, lo ketemu Adnan di kampus gak?" tanya Radi yang baru saja turun dari lantai 2 untuk mengecek kamar Adnan.

"Kaga, Bang." jawab Emilio.

Sejak kemarin kuliah, Adnan belum pulang hingga sekarang. Biasanya, jika ingin menginap di sekretariat himpunannya, ia akan mengabari di grup kosan atau minimal ia mengabari Radi. Namun hingga sekarang, belum ada kabar sama sekali.

Radi mencoba meneleponnya berkali-kali, namun nada panggilan tidak terjawab selalu terdengar. Ia mulai khawatir, ia mencoba menelepon beberapa orang teman Adnan dan mereka pun tidak ada yang mengetahui keberadaannya.

"Bang Adnan belom balik dari kemaren?" tanya Emilio yang dibalas anggukan Radi.

"Gue telepon juga gadiangkat." ujar Radi.

"Samperin ke kampus aja coba, Bang." usul Emilio.

"Gue coba deh." Radi langsung masuk ke kamarnya untuk mengambil kunci motor.

"Kalo ada yang nyariin gue, bilangin gue ke kampus ya, Mil." ujar Radi. Emilio mengacungkan jempolnya.

Akhir-akhir ini, Radi merasa ada perubahan dengan Adnan. Mulai dari ia yang jarang pulang ke kosan, ia yang lebih mudah marah, dan hal-hal kecil lainnya. Sebagai orang yang seumur hidupnya menghabiskan waktunya bersama Adnan, Radi jelas tahu jika ada sesuatu yang salah dengan kembarannya itu.

Radi melajukan motornya hingga sampai di kampus. Ia langsung memarkirkan motornya dan berjalan menyusuri kampus. Usahanya ini bisa terbilang agak melelahkan karena kampusnya yang besar dan kemungkinan Adnan berada di tempat manapun juga besar.

Radi menuju gedung kuliah yang biasa didatangi Adnan, hingga ke sekretariat himpunan tempat Adnan biasa menginap juga ia datangi, namun batang hidung kembarannya tersebut tidak juga terlihat. Ia juga bertanya kepada beberapa teman Adnan yang berada disana, namun mereka juga belum melihat Adnan sejak kemarin sore.

Radi mulai menggaruk rambutnya frustasi. Ia tidak tahu lagi kemana harus mencari Adnan. Sejauh yang ia tahu pun, Adnan tidak mempunyai teman yang benar-benar dekat diluar teman jurusan dan teman kosannya. Jadi, ia merasa sudah buntu, tidak tahu harus mencari informasi kemana lagi.

**********

"Pada kemana Mil? Sepi amat." tanya Ocean yang baru saja pulang dari kosan temannya. Ia melihat Emilio tengah duduk sendirian di ruang tv.

"Bang Harris sama Bang Sakya di kamar, Bang Farzan, Bang Ethan, sama Bang Malik lagi keluar cari makanan, Bang Radi lagi ke kampus nyari Bang Adnan yang belom balik dari kemaren." ujar Emilio.

Ocean mengernyit, "Adnan belom balik?" Emilio mengangguk.

Ocean diam sejenak. Ia menggigit bibirnya. Setelah beberapa saat ia hanya berdiri dalam diam, ia kemudian melangkahkan kakinya kembali keluar.

"Gue keluar dulu ya, Mil." ujar Ocean sambil berlalu.

Emilio menghela napasnya, "Semuanya aja ninggalin gue."

Ocean kemudian melajukan motornya menuju suatu tempat. Tempat yang beberapa hari lalu pernah ia kunjungi bersama Adnan. Tempat yang mungkin tidak akan disangka oleh siapapun. Sebenarnya belum tentu Adnan ada disana, namun Ocean memiliki firasat bahwa setidaknya sejak kemarin sore, tempat itu pernah dikunjungi oleh Adnan.

Ia menghentikan motornya di sebuah ruko berlantai 2 yang bisa dibilang sedikit tidak terawat. Kaca film hitam melapisi ruko tersebut sehingga bagian dalamnya tidak bisa terlihat dari luar. Dan benar saja, saat hendak memarkirkan motornya, Ocean melihat mobil Adnan disana.

Ocean menghela napasnya. Sedari tadi ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa Adnan tidak mungkin berada disana. Namun, saat melihat mobilnya, ia tahu Adnan pasti ada di dalam.

Ocean melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruko tersebut. Bau apek langsung menyeruak saat ia membuka pintunya dan perlahan menaiki tangga menuju lantai 2. Suara AC yang hampir rusak memenuhi ruangan.

Ocean sampai di lantai 2 dan ia membuka pintu menuju suatu ruangan. Ruangan tersebut memiliki pencahayaan yang sangat minim, yaitu berupa lampu-lampu semacam lampu disko. Ruangan ini juga lebih dingin dibanding ruangan dibawah, namun bau tidak sedap lebih tercium disini.

Ia melangkahkan kakinya masuk ke ruangan tersebut, kemudian seseorang bertubuh gempal datang menghampirinya.

"Lo temennya si Adnan yang tempo hari kan?" tanyanya. Ocean mengangguk.

"Iya, Bang, Adnan nya ada?"

Pria gempal tersebut menunjuk ke suatu arah, "Kacau temen lo."

Ocean menelan ludahnya dengan susah payah. Sepertinya apa yang ia takutkan telah terjadi kepada Adnan. Ia pun berjalan ke arah yang ditunjuk pria tersebut. Lebih tepatnya ia menuju sudut ruangan dimana disana terdapat sebuah ruangan kecil yang ditutupi oleh gorden hitam.

Ocean menyingkap gorden yang menutupi ruangan tersebut dan nampaklah orang yang dicarinya sejak tadi. Adnan tengah terkulai lemas di ujung ruangan, dengan botol-botol minuman yang berserakan di sekelilingnya, dan juga puluhan puntung rokok yang terkumpul di dalam gelas plastik kosong. Juga satu lagi yang Ocean lihat disana, yang membuatnya kini mengepalkan tangannya kuat-kuat.

Sebuah jarum suntik yang masih menempel di lengan Adnan.

**********

"Ris."

Harris menoleh, "Apaan?"

"Gue mau ngomong bentar."

Sakya pun masuk ke dalam kamar Harris. Harris yang tengah berbaring di kasurnya pun duduk bangkit.

"Apaan sih serius banget." ujar Harris. Sakya terkekeh. Ia kemudian menarik kursi dan duduk di hadapan Harris.

"Lo kemaren beneran nguping gue kan?" tanya Sakya.

"Nguping apaan si-"

"Udah gausah boong, gue tau kok." potong Sakya sebelum Harris menyelesaikan ucapannya. Harris hanya diam tidak menjawab.

"Gue mau jelasin sebelum lo salah paham." ujar Sakya. "Atau kayanya lo emang udah salah paham? Soalnya lo rada aneh."

Harris meringis mendengar perkataan Sakya. Ia memang sudah berprasangka yang tidak-tidak kepada Sakya.

"Kemaren tuh gue abis telponan sama temen gue." ujar Sakya. "Lo kenal Maura kan?"

"Maura cewenya Radi?" tanya Harris. Sakya mengangguk.

"Maura kan adek tingkat gue. Minggu depan Radi ulang tahun. Awalnya dia mau surprise in Radi, dan dia minta tolong gue buat bantuin rencana dia dengan cara gue selalu ngelaporin ke dia si Radi kemana dan ngapain aja. Tapi karna akhir-akhir ini, Radi kayanya lagi banyak pikiran, gue bilang ke Maura kalo rencananya bakal berantakan. Terus akhirnya tadi gue telpon Maura lagi kayanya mending di pending aja soalnya Radi beneran lagi mumet kayanya, takut malah jadi gagal." jelas Sakya panjang lebar. Harris memasang wajah kagetnya.

"Kenapa lo ga bilang dari kemaren sih, Sak?"

"Ya lo nya begitu mulu, menghindar." ujar Sakya.

"Gawat ini."

"Gawat kenapa?"

"Gue udah cerita ke Radi soalnya." ujar Harris dengan tatapan khawatir.

Sakya memukul Harris, "Goblok!"

*********
Wah bukan Sakya nih ternyata😬

As It Was | nct 127Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang