Chapter XVIII: So...it's you?

254 36 1
                                    

Sepanjang perjalanan pulang dari kantor polisi, Radi tidak henti-hentinya memikirkan perkataan Detektif Ravi. Ia seolah masih tidak mempercayai segala sesuatu yang baru saja ia dengar.

Detektif Ravi menunjukkan semua hasil tes DNA dan juga sidik jari yang didapatkan dari 2 TKP, yaitu TKP mendiang Kaili dan Ethan, dan semua hasil tes tersebut menunjukkan kecocokan dengan 1 sidik jari.

Sidik jari Malik.

Tapi mengapa? Mengapa sidik jari Malik bisa ada disana? Apakah Malik benar dalang di balik semua ini? Tapi apa motifnya? Dan mengapa harus Kaili dan Ethan?

Begitu sampai di depan kosannya, Radi memejamkan matanya frustasi. Detektif Ravi berkata bahwa tidak boleh ada yang mengetahui hasil dari tes tersebut terlebih dahulu selain Radi. Polisi berencana akan melakukan penangkapan secara resmi siang ini.

"Cepet jelasin ke gue, Bang! Kenapa bisa kayak gini?!"

Radi baru saja membuka pintu gerbang saat ia mendengar suara Emilio menggelegar dari ruang tengah. Radi mengernyit, baru kali ini ia mendengar Emilio berteriak sekencang itu.

"Bang, lo jangan diem aja. Gue cuma mau tau kenapa bisa sama?" Emilio mulai menurunkan intonasi suaranya.

Saat Radi masuk ke dalam, ia melihat seluruh teman-temannya sudah berkumpul di ruang tengah, mengelilingi Emilio yang tengah berteriak sambil menahan amarahnya.

"Ada apa nih?" tanya Radi.

Semua menoleh ke arah Radi yang baru saja masuk. Tatapan mereka mengisyaratkan Radi untuk tidak bertanya lebih lanjut karena situasi sedang tidak memungkinkan.

"Sini, Rad." bisik Adnan.

"Ada apaan sih ini?" tanya Radi pelan.

"Tadi siang ada paket buat Kai, isinya piagam lomba dia. Disana ada judul paper dia, dan kata Bang Harris judul paper nya Kai sama persis kayak judul skripsi nya Bang Malik. Terus Emil nyoba mastiin ke Bang Malik tapi dia kaya nyembunyiin sesuatu daritadi." jelas Adnan sambil berbisik kepada Radi.

Seketika bulu kuduk Radi merinding. Ia seolah mulai dapat menemukan benang merah dari segalanya, namun ia masih harus memastikan terlebih dahulu.

"Bang, kenapa lo kaya nyembunyiin sesuatu sih? Emil kan cuma nanya." kali ini Harris ikut angkat bicara.

"Itu bukan salah gue." hanya itu yang keluar dari mulut Malik. Tatapannya masih tertuju ke bawah.

"Pertanyaan gue bukan itu, Bang. Gue cuma nanya kenapa bisa judul paper Kai sama kaya judul skripsi lo? Kenapa malah jadi ribet sih?" tanya Emilio lagi.

"Udah gue bilang itu bukan salah gue! Gue juga gatau kenapa bisa kayak gitu!" Malik mengacak rambutnya frustasi.

Semua yang ada disana saling melempar tatapan bingung, seolah masih tidak bisa menangkap inti dari pembicaraan ini. Mereka semua berkumpul disini pun juga dikarenakan adu mulut antara Emilio dan Malik yang cukup keras.

"Bang." tiba-tiba Radi angkat bicara. Semua mata menoleh ke arah Radi.

"Lo ada kaitannya sama meninggalnya Kai dan Ethan kan?"

Pertanyaan dari Radi tak ulung membuat semua yang ada disana mengernyit heran. Mengapa pembicaraan ini jadi semakin kemana-mana?

"Kenapa lo jadi bahas itu, Rad?" tanya Farzan.

Radi tidak menjawab pertanyaan Farzan, namun ia malah berjalan mendekat ke arah Malik yang masih terduduk. Raut wajahnya tidak bisa dideskripsikan. Ia hanya menatap Radi yang tengah berjalan ke arahnya.

"Since we're all in this topic, gue mau denger langsung dari mulut lo, Bang." Radi duduk di hadapan Malik. Tak sedetikpun ia mengalihkan pandangannya.

"Lo ngomong apaan sih, Rad?" kali ini Sakya angkat bicara.

"Lo kan yang bunuh Kai sama Ethan?" desis Radi.

Perkataan Radi sontak memancing emosi Farzan yang sedari tadi pertanyaannya seolah tidak terjawab. Ia langsung menarik kerah baju Radi dan meremasnya kencang.

"Gue tanya maksud lo apa, anjing! Kenapa bahasan lo jadi kesana?!" teriak Farzan. Ocean yang berada di dekat Farzan langsung berusaha menarik mundur Farzan.

"Dengerin Radi dulu, Bang." ujarnya menenangkan Farzan.

Farzan melepas cengkeramannya dan bergerak mundur. Kilatan emosi masih nampak di matanya. Radi membetulkan kerah bajunya dan kembali fokus kepada Malik.

"Gue udah tau semuanya, Bang. Tapi gue mau denger dari mulut lo sendiri, apa yang bikin lo tega ngehabisin nyawa temen lo sendiri?" Radi mulai menurunkan intonasi suaranya.

Wajah Malik sudah berubah merah. Segala emosi yang ada pada dirinya nampaknya sudah terakumulasi. Ia pun bangkit dari duduknya dan langsung menarik Adnan yang berdiri tidak jauh darinya, dan menghunuskan sebuah pisau lipat ke leher Adnan.

"Lo semua gausah sok suci!" Malik berteriak kepada semua temannya dengan Adnan sebagai sanderanya. Semua terbelalak melihat tindakan Malik saat ini.

"Bang, lepasin Adnan Bang!" pinta Harris. Namun Malik tak bergeming.

"Lo semua gausah menghakimi gue. Lo semua juga pernah buat dosa, pernah egois!" teriak Malik lagi.

"Iya, gue paham, Bang. Kita semua emang pernah berdosa, tapi lo gaharus sampe kaya gini." ujar Harris lagi. Malik tidak peduli dan semakin mendekatkan pisaunya ke leher Adnan hingga tergores. Adnan sendiri masih menahan napasnya.

"Lo gatau seberapa susahnya gue perjuangin skripsi gue yang udah hampir 2 tahun gue bikin, tapi seenaknya dosen pemimbing gue ngasih judul dan data skripsi gue ke Kai untuk dilombain karna menurut dia progress gue terlalu lama. Gue gabisa lanjutin skripsi gue karna judul dan data gue udah dijadiin publikasi internasional, dan gue gabisa sidang kecuali gue ulang penelitian gue. Lo semua gapernah tau depresi kaya gimana yang harus gue laluin pas tau kalo skripsi gue udah 'dijual' ke temen gue sendiri." Malik berbicara sambil berderai airmata. Namun cengkeramannya terhadap Adnan semakin kencang.

"Dan temen yang lo bangga-banggain itu, selama ini dia tau tapi pura-pura gatau kalo paper yang dia bawa buat lomba itu skripsi yang udah susah payah gue kerjain sendiri, dan dia seenaknya publikasiin itu semua tanpa sepengetahuan gue sama sekali."

Semua mendengar penjelasan Malik dengan tatapan khawatir. Mereka dikejutkan dengan fakta ini, sekaligus mereka khawatir terhadap Adnan yang lehernya sudah mulai mengeluarkan darah.

"Ethan...gue ga sengaja. Dia udah tau semuanya malam itu, dan gue gabisa biarin dia." ujar Malik dengan suara yang mulai bergetar.

"Bajingan!"

Farzan langsung menerjang Malik hingga ia tersungkur ke belakang. Adnan pun terlepas dari sandera Malik dan Radi langsung menariknya. Radi melepas jaketnya dan langsung menahan luka di leher Adnan dengan jaketnya.

"Kenapa lo gapernah cerita sama kita?! Kita pasti bisa cari solusi nya, tapi kenapa lo kayak gini, iblis!" Farzan melayangkan tinjunya ke wajah Malik secara bertubi-tubi.

"Selama ini lo anggep kita semua apa, anjing! Kenapa semudah itu lo bunuh mereka? Apa mereka se gak berharga itu di mata lo hah, setan!"

Farzan masih memukuli Malik seperti orang kesetanan. Tidak ada yang berani melerai mereka karena mereka sendiri bingung apakah tindakan Farzan ini benar atau salah.

"Semua, angkat tangan!"

Perkelahian Farzan dengan Malik terhenti oleh suara polisi yang baru saja datang di ambang pintu. Semua mengangkat tangannya keatas, tak terkecuali Farzan. Sementara Malik tengah terbaring di lantai dengan wajah yang sudah babak belur akibat pukulan Farzan.

"Saudara Malik Adrian Kusumo, anda ditahan atas kasus pembunuhan berencana atas nama Kaili Sumarsono dan Ethan Julian."

Polisi menarik paksa Malik yang sudah tidak berdaya untuk berdiri dan menggiringnya keluar rumah. Sementara 7 orang yang lain hanya diam berdiri disana, melihat kakak tertuanya dibawa oleh pihak yang berwajib.

*********
I really put a lot of emotions writing this chapter. I honestly don't really have a heart to make Malik as the bad one but I think his background story matches the most with the conflict-plot so yeah it happened😭

As It Was | nct 127Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang