Chapter XVII: The Emerging Truth

214 34 5
                                    

"Papa dengar kamu lagi ada masalah di kosan? Sampai dipanggil ke kantor polisi?"

"....."

"Kamu ngapain? Ga bosan buang-buang waktu terus, hah?"

"....."

"Papa udah bilang kan kalo bulan ini harus ada kabar baik?"

"....."

"Omong kosong. Papa sudah gamau ngasih kamu kesempatan lagi. Papa udah muak dengar semua alasan kamu."

"......"

"Cukup. Selama ini papa sudah terlalu banyak kasih toleransi. Minggu ini, kamu pulang ke Jakarta. Kita selesaikan di rumah, dan jangan kamu coba-coba kabur lagi dari papa."

"......"

**********

Siang itu, beberapa jam setelah Detektif Ravi mengunjungi kosan mereka, dan juga setelah meledaknya Farzan di ruang tengah, semuanya kembali ke kamarnya masing-masing, kecuali Emilio. Ia lebih memilih di ruang tengah untuk menonton tv, karena semenjak kepergian Kaili, kamar adalah tempat yang paling terakhir ingin ia datangi, karena kamarnya tepat berada di sebelah kamar Kaili.

"Paket!"

Terdengar suara kurir di depan pintu gerbang. Emilio langsung beranjak dan pergi keluar untuk mengambil paket tersebut.

"Paket untuk Kaili Sumarsono." ujar kurir tersebut.

Emilio terdiam sejenak, namun ia tetap mengambil paket tersebut. Ia berjalan masuk ke dalam sambil membawa paket tersebut setelah mengucapkan terimakasih kepada sang kurir.

"Paket buat siapa, Mil?" tanya Harris yang baru saja keluar dari kamarnya.

Emilio tidak menjawab, namun justru ia meletakkan paket tersebut diatas meja makan. Harris mendekat untuk melihat nama penerima paket tersebut, dan alangkah terkejutnya ia saat melihat nama yang tertera disana.

"Ini paketnya Kai?" tanya Harris. Emilio mengangguk pelan.

"Menurut lo kita buka gak, Bang?" tanya Emilio.

Harris terdiam sejenak, "Menurut gue kita buka aja buat sekedar tau apa isinya. Bisa jadi penting buat penyelidikan kan?" tanya Harris.

Emilio menggigit bibir bawahnya. Perkataan Harris ada benarnya. Namun di sisi lain ia merasa seperti tidak sopan membuka paket milik orang lain yang bahkan sudah tiada.

"Kalo emang isinya barang pribadi Kai, kita balikin langsung ke orangtuanya, oke?" Harris menepuk pundak Emilio. "Kalo ada apa-apa gue yang bakal tanggung jawab."

Emilio menelan ludahnya pahit. Ia pun mengangguk dan kemudian tangannya bergerak untuk membuka paket tersebut. Paket berukuran sedang berbentuk kotak yang cukup berat. Sepertinya di dalamnya ada barang pecah belah karena di bagian depan paket tersebut ditempeli stiker fragile.

Benar saja, paket tersebut berisi sebuah kotak berukuran sebesar kotak sepatu yang diatasnya terdapat tulisan "1st WINNER INTERNATIONAL PAPER COMPETITION". Emilio melirik Harris yang kemudian dibalas oleh anggukan.

Emilio pun membuka tutup kotak tersebut dan disana terdapat sebuah piagam penghargaan akrilik yang bertuliskan tulisan yang sama dengan tulisan yang berada di tutup kotak tadi, dengan nama Kaili yang terukir dibawahnya.

Mata Emilio mulai memanas. Kaili pasti akan sangat senang menerima piagam ini dan mungkin ia akan memamerkannya ke semua orang karena ini adalah pencapaian pertamanya.

Emilio mengeluarkan piagam akrilik tersebut dari dalam kotak tersebut. Harris mengambil piagam tersebut dari tangan Emilio dan melihatnya lebih dekat. Ia mengelus piagam tersebut sambil tersenyum membayangkan ekspresi Kaili apabila ia menerima penghargaan ini. Namun saat ia tengah melihat piagam tersebut lebih detil, ia menemukan sesuatu yang aneh.

As It Was | nct 127Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang