Chapter IX: The Fight (2)

237 38 5
                                    

Ethan menggaruk kepalanya gusar. Sudah beberapa hari ini konsentrasi nya di kelas selalu buyar. Ia terus menerus memikirkan pertengkarannya dengan Adnan tempo hari. Jauh di dalam lubuk hatinya, Ethan begitu merasa bersalah. Terlebih adalah Adnan merupakan salah satu yang terdekat dengannya karena mereka sering menghabiskan waktu bermain ps bersama.

Ini adalah kelas ketiga nya sekaligus kelas terakhirnya hari ini. Sepulang dari sini, ia sudah janji dengan Farzan akan menemuinya di cafe yang tak jauh dari kampus mereka. Farzan bilang ada yang ingin ia bicarakan berdua dengannya, namun tak bisa ia lakukan di kosan karena takut ada orang lain yang mendengarnya.

Dosennya pun akhirnya mengakhiri kuliahnya dan langsung pergi keluar kelas. Ethan langsung membereskan semua bukunya ke dalam tas dan bergegas keluar. Ia melirik jam tangannya, sudah hampir pukul 3 sore.

Saat akan melewati taman yang menuju gerbang utama, ia melihat 2 orang pemuda yang tampak tidak asing di matanya nampak tengah berbincang serius. Keduanya sedang duduk membelakanginya di bangku taman, namun Ethan masih tetap mengenali sosok tersebut. Kedua pemuda tersebut adalah Ocean dan Adnan.

Ethan menimbang-nimbang, haruskah ia menghampiri Adnan untuk berbaikan, karena terhitung sudah hampir seminggu ia tidak bertegur sapa dengan Adnan. Ditambah lagi, kini Adnan jarang pulang ke kosan, mungkin karena sibuk menghindarinya.

Ethan pun melangkahkan kakinya mendekat menuju kedua temannya tersebut. Namun saat hendak mencapai bangku tersebut, ia mendengar Ocean mengatakan sesuatu kepada Adnan.

"Mau sampe kapan lo kayak gini, Nan?" ujar Ocean. Adnan mengangkat bahunya.

"Sampe gue capek aja sih." jawabnya.

"Lo sadar kan dengan lo kaya gini lo udah nyakitin Radi?" tanya Ocean lagi. Adnan mengangguk.

"Gue akuin sekarang gue egois, Ce. Dan gue ngerasa kayanya ini udah saatnya gue kayak gini. Selama ini gue terlalu peduliin apa kata orang sampe gue gasadar kalo selama ini gue juga nyakitin diri gue sendiri."

Ethan terdiam mendengar percakapan 2 temannya ini. Meskipun ia tidak mengerti konteks dari pembicaraan mereka, namun menilai dari suara Adnan yang bergetar, ia menyimpulkan bahwa Adnan saat ini sedang tidak baik-baik saja.

Ocean dan Adnan menyesap rokoknya bersamaan. Ethan sedikit terkejut sebab selama hampir 3 tahun mereka tinggal bersama, Ethan tak pernah sekalipun melihat Ocean maupun Adnan merokok.

Hening berada diantara mereka berdua. Ethan merasa sudah cukup kegiatan 'menguping' nya. Ia pun mundur beberapa langkah dan berbalik pergi meninggalkan Ocean dan Adnan.

"Makasih, Ce. Udah gananya apa-apa lagi." ujar Adnan saat ia menyadari Ethan akhirnya pergi dari sana. Ocean tertawa mengejek.

"Gue juga nyadar kok, emang gue bego?"

**********

Ethan akhirnya sampai di cafe tempat ia berjanji akan bertemu Farzan. Disana, ia melihat sepupunya telah duduk di sudut cafe dengan 2 gelas minuman dihadapannya.

"Sori, Bang. Tadi baru kelar kelas." ucap Ethan sedikit berbohong.

"Gapapa." jawab Farzan. "Gue pesenin vanilla latte gapapa?"

Ethan mengangguk, "Santai." ia langsung meneguk minuman yang ada di hadapannya.

"Jadi apa yang mau lo omongin, Bang?" tanya Ethan.

Farzan memajukan tubuhnya, "Gue mau ngomongin tentang masalah di kosan kita." ujarnya. Ethan ikut memajukan tubuhnya mendekat ke arah Farzan.

"Lo tau kan Radi nuduh gue terlibat kasus Kaili karna sarung tangan lateks di depan kamar gue?" tanya Farzan. Ethan mengangguk.

As It Was | nct 127Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang