Selama perjalanan Gama hanya mengikuti Gina dalam diam. Mereka berdua berjalan bahkan kadang sedikit berlari. Sejujurnya kaki Gama terasa sedikit pegal, karena tadi saat pulang kantor ia memutuskan untuk berjalan kaki karena menunggu bus terlalu lama, namun saat ini ia kembali harus berjalan kaki lumayan jauh. Tapi tak apa, selama itu untuk Gina.
Mereka sudah sampai di toko bunga, toko ini tidak begitu besar namun juga tidak begitu kecil. Cukup pas untuk ukuran toko bunga di sudut kota. Bunga bunga diluar pun cukup segar dan indah. Jikaka di lihat ada sekitar 10 pegawai disini, ada yang terlihat sedang melayani pengunjung, ada yang sedang merapikan atau menyiram bunga, ada pula yang sedang berdikusi dengan seorang yang Gama bisa tebak bertugas sebagai pengirim bunga.
Mereka terlihat menundukkan sedikit kepala mereka ketika melihat Gina datang, Gama juga bisa melihat tatapan tanya dan bingung di mata mereka, namun Gama tidak ambil pusing. Ia tetap terus mengikuti Gina sampai akhirnya Gina memasuki ruangan dan di sambut dengan seorang gadis dewasa.
"Maafkan aku karena sudah membuatmu untuk datang kemari." Ucap gadis itu dengan raut khawatir. Sedangkan Gina hanya tersenyum dan berjalan menuju mejanya. "Serahkan berkasnya."
Gama hanya duduk dan mengamati dua orang yang sedang berdiskusi itu dari sudut ruangan. Gama semakin sadar kalau Gina sudah benar benar jauh berbeda. Ia terlihat dewasa untuk ukuran umur sepertinya. Gama bahkan terkejut ketika mengetahui jika Gina bukan bekerja di toko bunga melainkan sebagai pemilik toko bunga itu sendiri.
Hal apa yang sudah jauh ia lewatkan tentang Gina?
"Are you okay, mam?"
Gina menoleh ke arah Ilenne yang menatapnya dengan pandangan khawatir. "What do you mean Ilenne?"
"You need a rest. Maaf karena sudah meminta mu untuk datang kesini."
Gina sedikit terkekeh mendengar tuturan gadis dewasa di sampingnya. "Apakah kau sadar sudah berapa kali kau berkata seperti itu saat ini? Harusnya aku yang meminta maaf karena sudah membuatmu menambahkan jam kerja hari ini."
Ilenne mendengus. "Itu semua sudah tugas ku."
Gina bangun dari kursinya kemudian kembali memakai baju hangatnya. "Kau pulang saja, sudah hampir larut. Lanjutkan besok saja pekerjaan mu itu."
"Bahkan diluar sana banyak sekali atasan yang meminta karyawannya untuk bekerja sampai larut malam." Cibir Ilenne sambil merapikan dokumen di atas meja Gina.
"Just go home, Ilenne." Tekan Gina yang membuat Ilenne sedikit tertawa kemudian pamit keluar pada Gina dan juga sedikit menundukkan kepalanya pada Gama.
"Mau bicara dimana?"
Gama mengembangkan senyumnya. "Kayanya tadi gue liat ada yang jual ice cream di sudut jalan. Mau coba kesana?"
Gina mengangguk.
****
"Tapi tadi Gama bilang mau pulang duluan kok." Ucap Adrian menjawab pertanyaan teman temannya yang tidak mendapati Gama berada di apartemen.
"Seriusan lo? Gama nyasar ga ya? Jangan jangan dia di culik."
Adrian memukul kepala Farel sedikit kencang. "Mana ada penculik disini. Mungkin Gama nyasar atau salah naik bus."
"Mana di telpon juga ga bisa. Ga lucu kan kalau dia ilang di Sydney." Farel sudah beberapa kali mencoba menghubungi Gama namun nihil tidak mendapatkan jawaban.
"Yaudah lah si Gama juga udah gede siapa tau dia emang pengen jalan jalan sendiri." Ucap Nataya.
Alaia melihat sekeliling apartemen, seperti ada yang kurang. "Tumben Gina belum balik."
KAMU SEDANG MEMBACA
TERIKAT
Roman pour AdolescentsKisah Gina yang memiliki hubungan rumit dengan teman semasa kecilnya. Ia terikat dalam hubungan tanpa ikatan. Bagaimana bisa Gina terikat pada seseorang yang bahkan tidak pernah mengikatnya. Bukan ia tidak bisa melepaskan diri, tapi melepas Gama sam...