16. Tentang Kata 'Menghargai'

28 2 0
                                    

"Rald."
Aderald yang sedang berdiri sambil memejamkan mata pun menoleh. Ia baru saja keluar setelah memastikan keadaan Gina sudah jauh lebih baik juga ia baru saja selesai bekerja keras untuk menidurkan Lily yang terus saja menangis dan memberontak ingin tidur bersama dengan Gina, yang tentu saja mustahil untuk ia wujudkan mengingat kondisi Gina yang masih sangat lemah.

Adrian berjalan menghampiri Aderald tanpa ragu, kemudian ikut berdiri dengan sepasang mata yang melihat ke arah pemandangan malam kota Sydney.

"Kurang lebih dua tahun."
Aderald menoleh ke arah Adrian yang tiba tiba membuka suaranya seolah menunggu Adrian melanjutkan ucapannya.

"Gak pernah gue lihat Gina selemah ini. Ada beribu kata gapapa yang Gina ucapin tapi gue juga tau kalau Gina selalu dalam keadaan ga baik baik aja."

Adrian terkekeh di akhir kalimatnya. Tapi justru Aderald menangkap ada kesedihan disana.

"Tapi kali ini.. Gina beneran nunjukin keadaan yang sebenarnya. Dia kelihatan... rapuh banget. Gue bisa lihat gak ada topeng disana. Itu bener wajah Gina. Gue gatau apa aja yang udah dia lewatin sampai saat ini, tapi kalau inget kejadian apa yang udah dia alamin dulu sama keluarganya ditambah dengan masalah yang kalian hadapin saat ini. Gue rasa gue bakal milih untuk bunuh diri dari pada ngehadapin semua masalah ini."

Adrian membuang nafasnya kasar. "Dan dengan bodohnya setelah gue tau apa yang udah Gina alamin dulu. Gue dan yang lain malah menjudge Gina dan bahkan kita malah ngejauhin dia. Seolah dengan ada di dekat Gina itu akan jadi pengaruh buruk buat kita karena Gina bawa semua masalahnya." Adrian menoleh pada Aderald yang menatapnya dengan pandangan yang tidak bisa ia artikan.Adrian mengerti arti tatapan itu, tatapan penuk dengan protes. "Tapi kalian... Bahkan merangkul Gina, seolah kalian bilang semuanya bakal baik baik aja karena kita selalu sama sama."

Adrian memutuskan pandangannya kemudian memejamkan matanya, ia menggenggam erat besi pembatas balkon.

"Demi Tuhan Aderald.. Gue gak pernah memperlakukan Gina kayak gitu." Lanjutnya.

Adrian teringat bagaimana perlakuan bodohnya dulu sampai membuat Gina menghilang bertahun tahun lamanya. Melihat bagaimana orang orang ini memperlakukan Gina dengan sangat baik membuatnya iri, karena dulu ia tidak pernah memperlakukan Gina dengan demikian. Ia bahkan dengan sadar mengucapkan kata kata yang sangat tidak pantas. Selama ini Adrian selalu dirundung dengan perasaan bersalah, kalimat yang ia ucapkan untuk Gina seolah berputar putar di dalam pikirannya.

Adrian menoleh saat merasakan tepukan di bahunya. "Lo yang paling tau kalau ucapan lo barusan gak ada gunanya kan?"

Meski terkejut Adrian tetap mengangguk, tentu dengan wajah yang masih muram.

"Lo bisa nebus semua rasa bersalah itu sekarang."

"Maksudnya?"

"Gue yakin. Setelah sekian lama kalian gak ketemu, Tuhan menakdirkan lo untuk ketemu Adine sekarang itu pasti ada alasan."

Adrian mengangguk. Ia menatap wajah Aderald sekilas, entahlah wajahnya sedikit terlihat... putus asa?

Memang terlihat berlebihan, tapi apa yang sudah dilakukan Gina pada dirinya juga keluarganya tidak setimpal dengan rasa penyesalan yang Adrian rasakan saat ini. Ia sadar beberapa hal bahwa.. banyak hal yang sudah melibatkan Gina dalam kehidupannya sekarang, terlebih tanpa adanya Gina. Adrian tidak akan bisa bertahan sampai detik ini.

****

Semenjak kejadian kemarin mereka semua tetap menjalani hari hari seperti biasanya, walaupun dengan otak yang bertanya tanya. Sebenarnya ada apa?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TERIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang