Gama sedang menunggu di depan ruang IGD, hatinya gelisah. Ia tadi terlalu terbawa emosi sampai berteriak pada Gina. Sungguh ia tidak bermaksud bertindak seperti itu, ia hanya emosi mendengar setiap ucapan yang keluar dari mulut Gina. Ia kalah telak. Semua ucapan Gina yang menurutnya masuk akal membuatnya kalap. Ia melihat dua orang yang sedang duduk diruang tunggu dengan raut wajah yang amat sangat khawatir. Tadi setelah mengantarkan Gina, Rose. Begitu lah yang ia dengar. Memutuskan untuk kembali ke kedai untuk membereskan kekacauan yang sudah Gama perbuat.
"He's here."
Gama menoleh ketika mendengar suara derap kaki yang terdengar setengah berlari. Disana. Aderald. Datang dengan wajah tak kalah khawatirnya bahkan terlihat wajahnya sedikit pucat. Ia masih memakai rapih mengenakan jas, terlihat sekali ia masih mengurus pekerjaannya sebelum ini.
"What happen?!" Aderald bertanya namun terdengar nada suaranya naik satu oktaf.
Belum sempat menjawab. Pintu ruangan telah di buka. Mereka semua menghampiri dokter dan serempak menanyakan keadaannya. Mereka semua bernafas lega ketika mendengar bahwa Gina hanya mengalami shock, dan tidak ada yang perlu di khawatirkan. Meski terdengar bahwa Gina baik baik saja, namun Gama tetap melihat bahwa ketiga orang di depannya masih belum dalam keadaan tenang.
Gina, apa yang sudah kamu lakukan pada orang orang ini sampai mereka amat perduli?
Gina. Gadis yang beruntung.
Aderald menoleh ke arah Gama yang masih termenung dengan pandangan kosong. "Tadi Adine sama lo kan?"
"Sorry Rald. Gue bener bener ga sengaja." Suara Gama tercekat. Entah apa yang ia pikirkan hingga tiba tiba ia berubah menjadi gugup. Apa lagi melihat wajah Aderald yang terlihat amat sangat marah. Bahkan urat urat di lehernya sampai terlihat.
"Ga sengaja? Ga sengaja apa maksud lo?! Lo ngapain Adine?!"
"Gue kebawa emosi, tadi gue ga sengaja teriak ke dia."
"What the fuck!" Teriak Aderald dan hendak memukul Gama, namun dengan segera Lucas menahannya.
"Sir!" Pekik Ilenne.
"Dude. Hold on." Lucas berusaha menenangkan Aderald. "Kita berada di rumah sakit. Tenangkan dirimu."
Aderald bernafas dengan tersenggal senggal tangannya mengepal sampai jari jarinya berubah menjadi berwarna putih. Ia menatap nyalang Gama yang sedang berdiri di sudut ruangan dengan raut wajah bersalah. Mendengar apa yang sudah Gama lakukan pada Gina membuat emosinya memuncak. Tidak ada yang boleh menyakiti Gina. Siapapun.
Saat ini Gina belum siuman, gadis itu masih setia berbaring di brankar. Semua teman temannya berada disini, saat Adrian berkata bahwa Gama sedang perjalanan ke rumah sakit, mereka segera menyusul Gama. Tentu banyak pertanyaan yang ada di kepala mereka, apalagi saat melihat yang terbaring disana adalah Gina. Tapi mereka tidak membuka suara sampai esok paginya, karena menyadari suasana yang menegang. Mereka juga sedikit bingung ketika mendapati seorang gadis berwajah bule yang terlihat usianya di perkiraan di atas mereka dengan pakaian formalnya.
Mia menatap Aderald yang tidak bangun dari sisi Gina walau sedikit pun bahkan tangannya masih menggenggam tangan Gina dengan erat, sesekali mengelus wajah Gina dengan lembut. Tentu saja juga dengan Gama yang duduk di sofa single tidak jauh dari brankar. Ia cukup terkejut ketika mendapati ruang tawar inap Gina yang terlihat amat sangat mewah. Fasilitas yang lengkap, bahkan tersedia juga ruang tunggu khusus di dalam kamar ini.
Ia iri menatap Gina yang selalu mendapatkan kasih sayang yang berlebih dari orang sekitar. Mengapa Gina begitu egois? Tidak kah sesuatu yang berlebihan itu tidak baik? Tidak kah Gina berpikir bahwa ada yang lebih membutuhkan perhatian itu? Dirinya lah contohnya. Mia tidak pernah mendapatkan perlakuan manis seperti apa yang Gina dapatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TERIKAT
Teen FictionKisah Gina yang memiliki hubungan rumit dengan teman semasa kecilnya. Ia terikat dalam hubungan tanpa ikatan. Bagaimana bisa Gina terikat pada seseorang yang bahkan tidak pernah mengikatnya. Bukan ia tidak bisa melepaskan diri, tapi melepas Gama sam...