Saat Minho menumpukan masa tubuh padanya dan jatuh pingsan dalam dekapannya, Changbin tidak buang kesempatan untuk pindahkan pemuda itu ke atas ranjang. Mengganti pakaiannya, membalut asal lukanya dengan kemeja yang dia pakai, dan menelpon temannya.
"Lo apain anak orang, anjir?"
Wooyoung tidak bisa tahan mulutnya untuk memaki begitu dia tiba di apartemen Changbin. Dia bergerak cepat periksa keadaan Minho.
"Gila ya, lukanya sebanyak ini. Lo mau bunuh anak orang, hah?"
Changbin sudah sakit kepala untuk sekadar jawab pertanyaan itu. "Udah, lo obati aja. Gue nggak bisa."
Takut-takut kalau salah tindakan yang ada luka Minho infeksi di tangannya.
"Gue belum jadi dokter, kalo lo lupa."
Wooyoung hanya anak kedokteran semester enam yang sedang sibuk-sibuknya mempertahankan kewarasan.
"Ya seenggaknya lo lebih paham gimana nangani luka, kan?"
"Gila! Bawa ke dokter ajalah. Ayo, gue temenin ke rumah sakit."
"Ck, lo liat aja dulu."
Wooyoung mendecak malas. Namun dengan sabar periksa luka di tubuh Minho. Dia lirik Changbin yang keluar dari kamar. Sumpah, dia ingin menangis saat lihat betapa banyak luka dan lebam di tubuh Minho.
"Lo kok mau sih sama dia," gumamnya tidak kuasa. Air mata menggenang di mata nyaris tumpah. Status sahabat yang mereka punya tidak berarti buat Wooyoung memaklumi tindakan Changbin. Dia benci kebiasaan buruk pemuda itu. Kebiasaan buruk yang diadopsi setelah putus dari mantannya sebelum Minho.
Anak kedokteran itu bolak-balik ambil kotak P3K, air kompresan, dan perlengkapan yang dia butuhkan. Changbin sesekali membantu tanpa banyak bicara.
"Luka yang di telapak tangan jangan sampe kena air, dalem soalnya," kata Wooyoung sambil dia bersihkan luka Minho. Begitu selesai, dia diam sambil pandang pemuda manis yang masih menutup mata. "Lo apain sih?" Tanyanya sinis. "Kalo udah nggak sayang putusin. Jangan disiksa."
"Emosi gue."
"Emosi lo jelek banget, sumpah. Gue kalo jadi sodara dia gue tuntut lo sampe masuk penjara."
"Gue udah minta maaf kok," balas Changbin dengan nada acuh tak acuhnya.
Tingkah itu hanya buat Wooyoung marah. Dia pandang lagi Minho, "muka seganteng ini lo pukulin. Jahat banget lo, Bin." Tangannya terulur untuk sentuh permukaan wajah Minho. "Pinggiran bibirnya sobek," lalu dia beralih ke pergelangan kakinya, "ini bengkak. Liat, kelakuan lo. Sampe biru gini."
Changbin yang berdiri di samping ranjang hanya diam. Dia benar-benar tidak sadar sudah melukai Minho sebanyak itu. Belum lagi saat Wooyoung singkap kaos yang minho kenakan. "Lo liat, perutnya pun lebam. Ini besok pasti bakal biru. Mau duduk aja sakit. Itu kakinya dipake jalan juga sakit. Gimana lo tanggung jawab kalo kayak gini coba? Lo bawa dia ke dokter besok, gue nggak mau tau."
KAMU SEDANG MEMBACA
PATH OF SACRIFICE | MINBIN [✓]
FanfictionHubungan yang dipertahankan hanya dari satu pihak sudah pasti sulit bertahan, tapi Minho pikir tidak apa untuk mencoba. ... "wajar sih, gue kalo jadi cowok lo juga pasti berantem tiap hari. Dan kalo gue cowok lo, kayaknya udah putus dari hari pertam...